Dunia islam pekan ini memang tidak terlalu banyak bergejolak seperti sebelum-sebelumnya. Namun, kedatangan wakil Presiden Amerika Serikat, Mike Pence, ke bumi Palestina membuat gaduh. Banyak yang mencibir sekaligus menolak kedatangan sosok yang dianggap aktor intelektual kebijakan luar negari AS ini.
Tak tanggung-taggung, para pejabat Palestina sepakat untuk menolak kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat Mike Pence. Kelompok Fatah maupun Hamas sepakat untuk tidak Mike Pance dalam lawatannya ke Timur Tengah.Pejabat Palestina bahkan meminta negara-negara Timur Tengah menolak kunjungan Mike Pance.
“Kunjungan Pence ke kawasan ini tidak bisa diterima karena dia adalah pendukung buta Israel,” kata Osama Qawasmi, juru bicara Fatah di Tepi Barat, seperti dilansir kantor berita Antara.
Ia pun mendesak agar negara-negara di Timur Tengah lain juga menolak Mike Pence. Tentu saja ini sebagai upaya balasan mengingat kebijakan luar negeri AS yang diskriminatif selama ini, selain itu, yang paling hangat adalah pengakuan Amerika tentang Yerussalem sebagai ibukota Israel, serta keputusan terkait dana bantuan AS terhadap timur tengah yang berhenti.
Dana bantuan itu sejatinya diperuntukkan bagi negara-negara konflik di Timur Tengah seperti Palestina, tapi karena kebijakan AS terkait Yerussalem ditolak, maka, dengan sengaja dana itu dibekukan. Harusnya dana itu dialirkan dari Washington melalui Badan Bantuan Perserikatan Bangsa untuk Pengungsi Palestina (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East/UNRWA).
Kini, Amerika hanya menyetor 60 juta dolar untuk operasional tapi menahan 65 juta dolar sisanya saja.
Selain itu, Mike Pence dianggap sebagai aktor intelektual dibalik sikap arogan Donald Trump atas Yerussalem. Ia sendiri tiba di Israel Senin (22/1) lalu dan berpidato di hadapan parlemen Israel.
“Yerusalem adalah ibu kota Israel, dan karenanya Presiden Trump telah memerintahkan Kementerian Luar Negeri segera memulai persiapan untuk memindahkan Kedutaan Besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem,” kata Pence, disambut tepuk tangan meriah oleh anggota parlemen Israel.
Tentu saja hal ini membuat kemarahan banyak orang. Mike Pence dan AS dengan sengaja datang ke Timur Tengah guna memuluskan jalan Israel mengokupasi Yerussalem.
Mike Pence dijadwalkan mengunjungi beberapa negara Timur Tengah diantaranya Mesir, Jordania dan Israel dalam waktu empat hari. Termasuk di Palestina.
Di dalam negeri ini sendiri, selain perkara politisasi agama di tahun politik ini yang diresahkan oleh banyak pihak, pekan ini ada sedikit kegembiraan tersendiri, yakni terpilihnya KH. Mustofa Bisri atau yang kerap disapa Gus Mus sebagai penerima Yap Thiam Hien Award tahun 2017.
Yap Thian Hien sendiri merupakan penghargaan yang ditujukkan bagi mereka yang telah berjuang terhadap Hak Asasi Kemanusiaan (HAM). Bagi sebagian kalangan, penghargaan ini mengejutkan karena Gus Mus selama ini tidak terlibat secara langsung ataupun bersuara lantang terkait isu-isu Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Namun, Todung Mulya Lubis, seperti yang dimuat Kompas.com mengatakan lewat karya-karya, sikap-sikapnya, ceramah-ceramahnya mencerminkan bahwa Gus Mus adalah sosok yang turut berjuang dalam penegakan HAM.
“Gus Mus juga telah berjasa memperkuat hak beribadah dalam keyakinan setiap pribadi masing-masing,” kata Todung salah satu juri Yap Thiam Hien.
Todung juga menjelaskan bahwa Indonesia membutuhkan sosok seperti Gus Mus. Apalagi belakangan ini Indonesia seakan tercabik oleh ideologi yang anti kemajemukan.
“Memang ini pertama kali ulama menerika Yap Thian Hien Award. Ia tak suka melihat agama dipolitisasi, dijadikan alat politik,” tambahnya.
Tentu saja hal ini menjadi angin segar mengingat banyaknya kasus yang mengatasnamakan kriminilasi ulama, padahal yang terjadi justru sebaliknya: ia yang merisak kebhinekaan dan cenderung anti kemajemukan. Gus Mus menjadi Oase bagi islam di Indonesia.
Yap Thiam Hien Award sendiri merupakan ajang penghargaan yang diberikan kepada mereka yang berjasa besar dalam penegakkan HAM di Indonesia. Nama penghargaan ini dinisbahbahkan kepada pejuang HAM beretnis Tionghoa Yap Thiam Hien.