Dukhan dalam bahasa Arab berarti ‘asap’. Dukhan merupakan salah satu dari 10 tanda kiamat besar akan terjadi. Hal ini sebagaimana termaktub dalam riwayat shahih dari sahabat Hudzaifah bin Asid al-Ghifari yang meriwayatkan demikian:
“Rasulullah SAW menghampiri kami saat kami tengah membicarakan sesuatu. Beliau menyapa, “Apa yang sedang kalian bicarakan?” Kami menjawab, “Kami sedang ngobrol tentang kiamat, Rasul.” Beliau pun menimpali, “Kiamat itu tidak akan terjadi hingga kalian melihat sepuluh tanda sebelumnya.” Beliau pun menyebut dukhan (asap), dajal, hewan raksasa, matahari terbit dari barat, kemunculan (turun) Isa al-Masih, Ya’juj dan Ma’juj, tiga longsor; longsor timur; longsor barat; dan longsor di jazirah Arab, dan yang terakhir adalah api yang muncul dari Yaman menggiring manusia menuju tempat perkumpulan mereka.” (HR Muslim).
Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan bahwa hadis ini menjadi petunjuk dukhan itu belum terjadi. Hal ini membantah pendapat satu-satunya dari Ibnu Mas’ud yang menyatakan bahwa dukhan itu sudah terjadi pada masa Rasulullah hidup, yaitu tepatnya pada saat terjadi paceklik yang dialami kafir Quraisy. Imam Ibnu Katsir dalam al-Nihayah fi al-Fitan wa al-Malahim menyebutkan bahwa tidak ada satu pun pendapat sahabat yang mengatakan bahwa dukhan itu terjadi pada saat kafir Quraisy mengalami paceklik, kecuali Ibnu Mas’ud. Ini merupakan pendapat pribadi Ibnu Mas’ud. Oleh karena itu, Ibnu Katsir berpendapat sesuai kaidah ilmu hadis sebagaimana berikut:
وَقَدْ حَاوَلَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ الْمُتَأَخِّرِينَ رَدَّ ذَلِكَ وَمُعَارَضَتَهُ بما ثبت في حديث أبي شريحة حُذَيْفَةَ بْنِ أَسِيدٍ: “لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تروا عشر آيات فذكر فيهن الدجال والدخان والدابة”، وَكَذَلِكَ فِي حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ: “بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ ستاً” فذكر فيهن هذه الثلاث، وَالْحَدِيثَانِ فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ مَرْفُوعَانِ، وَالْمَرْفُوعُ مُقَدَّمٌ عَلَى كُلِّ مَوْقُوفٍ
“Sebagian ulama mutaakhirin berupaya menolak pendapat sahabat Ibnu Mas’ud, karena bertentangan dengan hadis sاahih riwayat Abi Syuraihah Hudzaifah bin Asid, “Kiamat itu tak akan terjadi sampai kalian melihat 10 tanda. Rasul menyebutkan 10 tanda itu di antaranya Dajjal, dukhan, dan hewan raksasa”, dan hadis riwayat Abu Hurairah “Bersegeralah beramal saleh sebelum 6 hal datang. Rasul pun menyebutkan tiga dari 10 tanda itu dalam hadis ini.” Kedua hadis ini terdapat dalam Shahih Muslim berupa hadis marfu’. Hadis marfu’ itu lebih didahulkan daripada hadis mauquf.”
Dalam ilmu hadis, hadis mauquf itu merupakan riwayat hadis yang hanya sampai pada sahabat Nabi. Sementara itu, hadis marfu’ adalah riwayat hadis yang sampai pada Rasulullah. Artinya, riwayat yang sampai pada Rasulullah (hadis marfu’) ini lebih kuat dijadikan dalil daripada hadis mauquf, terlebih lagi yang diriwayatkan adalah mengenai perkara gaib, bukan masalah hukum.
Bila demikian, lantas bagaimanakah ciri-ciri dukhan menurut ulama hadis bila memang belum terjadi? Mungkinkah dukhan itu dapat diprediksikan?
Terdapat beberapa ciri dukhan yang dimaksud sebagai tanda permulaan akan terjadinya kiamat. Akan tetapi ciri-ciri ini tidak dapat dipatenkan. Artinya, seseorang tidak berhak menafsirkan hari dan waktu tertentu merupakan kepastian terjadinya dukhan. Ciri-ciri ini dijadikan pedoman agar umat Muslim selalu sadar bahwa kiamat itu akan terjadi, dan amal perbuatan manusia akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Pertama, Imam Badruddin al-Aini dalam ‘Umdatul Qari menyebutkan bahwa dukhan itu akan memenuhi wilayah timur dan barat, dan dukhan itu akan bertahan di muka bumi selama 40 hari 40 malam. Selain itu, dalam riwayat Imam al-Qurthubi dalam al-Tadzkirah, dukhan juga akan memenuhi langit dan bumi.
Kedua, Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengutip riwayat yang menyatakan bahwa orang mukmin akan merasakan pilek, sementara orang yang tidak beriman akan merasakan seperti orang mabok.
Imam Ibnu Hajar menyimpulkan bahwa hadis-hadis mengenai ciri-ciri dukhan ini berkualitas dhaif. Akan tetapi, kedhaifan tersebut tidak menafikan terhadap terjadinya dukhan. Dukhan akan tetap terjadi pada waktu yang tidak diketahui oleh siapa pun. Menurut Imam al-Nawawi dalam Tadribur Rawi, hadis dhaif tidak bisa dijadikan dalil bila berkaitan dengan sifat-sifat Allah, penjelasan tentang halal-haram, dan tidak berkaitan dengan akidah. Oleh karena itu, ciri-ciri mengenai dukhan ini berdasarkan riwayat hadis yang dhaif ini tidak bisa dijadikan pijakan, karena masuk dalam kategori akidah.