Semasa hidupnya, ada beberapa orang non-muslim yang berjasa dalam hidup Nabi. Dua di antaranya adalah Abu Syahm dan Mukhairiq.
Suatu ketika, Rasulullah Saw pernah berada dalam keadaan sulit, tak ada uang yang dapat dibelanjakan untuk membeli makanan untuknya dan keluarganya. Beliau pun akhirnya menggadaikan baju perangnya dengan 30 sho’ gandum kepada seorang Yahudi bernama Abu Syahm. Tidak hanya menggadaikan baju perangnya, Rasulullah Saw juga pernah membeli makanan kepada laki-laki dari Bani Dzofar tersebut, sebagaimana hadis riwayat Imam al-Bukhari:
اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا، وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ
Rasulullah Saw membeli makanan dari seorang Yahudi (Abu Syahm) dan menggadaikan baju besi beliau kepadanya. Hingga wafat, Rasulullah Saw belum sempat menukarkan gadaiannya tersebut, kemudian Ali bin Abi Thalib lah yang menebus gadaiannya.
Selain Abu Syahm, ada pula Mukhairiq, sang Yahudi Madinah yang banyak berkorban untuk Islam. Sebelumnya, perlu kita ketahui bahwa Madinah adalah kota yang ditempati oleh penduduk yang heterogen, baik suku maupun agama. Mungkin tidak jauh berbeda dengan Indonesia yang memiliki penduduk dari beragam suku, budaya, bahasa dan agama.
Madinah ditempati oleh orang-orang keturunan Arab dari suku Aus dan Khazraj. Selain itu, ada pula orang-orang Nasrani dan Yahudi dari berbagai kalangan. Tiga suku Yahudi yang terkenal di Madinah di antaranya Bani Nadhir, Bani Qainuqa’, dan Bani Quraidzah. Adapun Mukhairiq merupakan keturunan Bani Nadhir, Ia dikenal sebagai pendeta Yahudi yang kaya raya.
Meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda, namun para penduduk Madinah hidup damai dan saling berdampingan. Mereka sama-sama berkomitmen untuk menciptakan kota Madinah yang aman dan tentram. Komitmen itu bahkan terwujud melalui perjanjian antara umat muslim dan Yahudi Madinah, salah satunya Bani Nadhir.
Pada perang Uhud, Nabi Muhammad Saw meminta bantuan kepada Yahudi Bani Nadhir. Namun Yahudi Bani Nadhir menolak lantaran perang tersebut bertepatan dengan hari Sabat, hari besar Yahudi. Kendati demikian, Mukhairiq justru memilih untuk menolong kaum muslimin dan mengajak kaumnya untuk ikut serta dengannya, Mukhairiq berkata :
يَا مَعْشَرَ يَهُوْدَ، وَاللهِ إِنَّكُمْ لَتَعْلَمُوْنَ أَنَّ نَصْرَ مُحَمَّدٍ عَلَيْكُمْ لَحَقٌّ
“Wahai orang-orang Yahudi, demi Allah sesungguhnya kalian tahu bahwa menolong Muhammad bagi kalian suatu kewajiban.”
Kaumnya pun menjawab “Hari ini adalah hari Sabat”. Mukhairiq lalu berkata bahwa dalam kondisi seperti ini hari Sabat ditiadakan untuk mereka. Mukhairiq akhirnya mengambil pedang dan berangkat bersama orang-orang Yahudi lainnya untuk membantu kaum muslimin.
Tak hanya mengorbankan nyawanya dengan ikut perang, Mukhairiq juga berwasiat apabila ia gugur di medan perang maka seluruh hartanya akan diberikan kepada Nabi Muhammad Saw.
إن قتلت هذا اليوم، فأموالى لمحمد صلى الله عليه وسلم يصنع فيها ما أراه الله
Apabila aku terbunuh hari ini, maka seluruh hartaku untuk Muhammad Saw agar digunakan sesuai kehendak Allah
Mukhairiq dengan gagah berani melawan para musuh. Namun ia terluka dan gugur di medan perang. Mengetahui kejadian itu Rasulullah Saw berkata,“Mukhairiq adalah sebaik-baiknya Yahudi.”
Rasulullah Saw akhirnya menerima harta peninggalan Mukhairiq, yaitu tujuh kebun kurma. Kebun tersebut akhirnya diwakafkan untuk kepentingan Islam dan umat muslim. Kisah Mukhairiq menunjukkan komitmen dan patriotisme seorang Yahudi dalam mewujudkan kota Madinah yang aman dan damai. Peristiwa ini juga menjadi bukti bahwa perang yang tercatat dalam sejarah Islam bukan disebabkan perbedaan agama, melainkan karena mempertahankan diri dari kedzaliman.
Kisah Abu Syahm dan Muhairiq menjadi bukti bahwa Nabi Saw berinteraksi baik dengan non-muslim, keduanya bahkan turut menjadi orang yang berjasa dalam hidup Nabi Saw. So, kita nggak perlu khawatir untuk berhubungan baik dengan kawan-kawan non-muslim di sekitar kita, selama itu tidak berkaitan dengan akidah.