Seorang lelaki, sebut saja Fulan, memiliki anak perempuan yang sedang sakit. Sakitnya bukan sembarang sakit. Semua ahli pengobatan yang ada angkat tangan, tak mampu mengobati penyakit tersebut.
Hingga, satu hari, Fulan diberitahu tentang adanya seorang (Syekh Ahmad, bukan nama sebenarnya) tokoh mulia di suatu daerah. Fulan tertarik mendatanginya. Ia berharap, semoga lewat bantuan Syekh Ahmad, Allah memberikan kesembuhan kepada putrinya.
Kepada Syekh Ahmad, Fulan berterus terang terkait kondisi putrinya yang sedang sakit dan belum ada seorang pun yang bisa mengobati. Oleh karenanya, pada kesempatan itu, Fulan memohon agar Syekh Ahmad berkenan mengobati.
Permintaan itu tak langsung diiyakan oleh Syekh Ahmad. Pasalnya, ia takut tekenal bilamana berhasil menjadi perantara sembuhnya putri si Fulan. Keterkenalan itu, dalam benak Syekh Ahmad, akan membuat banyak orang mendatanginya dan hal itu jelas akan membuatnya repot.
Fulan berjanji tidak akan memberitahu siapa-siapa terkait pengobatan itu. Syekh Ahmad setuju. Sejurus kemudian, langsung dirapallah doa-doa oleh Syekh Ahmad. Ternyata ada jin yang bersemayam dalam tubuh anak perempuan itu.
“Keluarlah engkau dari tubuh anak ini!,” kata Syekh Ahmad kepada jin itu.
Jin itu memberi syarat. Ia akan keluar, namun setelah utu akan berpindah masuk ke dalam tubuh Syekh Ahmad. Tanpa didgua, pernyataan jin itu disetujui tokoh mulia itu. Kini, jin itu berada di dalam tubuh Syekh Ahmad.
Setelah masuk ke dalam tubuhnya, sesegera mungkin, dengan membaca beberapa kalimat doa, Syekh Ahmad mengunci jin itu agar tak bisa keluar lagi. “Putrimu telah sembuh. Sekarang, bawalah dia pulang!,” kata Syekh Ahmad kepada Fulan.
Fulan masih belum yakin putrinya telah benar-benar terbebas dari gangguan jin itu. Ia khawatir jin itu akan kembali masuk. Syekh Ahmad pun memberikan kalimat penenang, “Insyallah jin itu tidak akan bisa lagi masuk ke dalam tubuh putrimu, bi idznillah”.
Sejak saat itu, selama tujuh hari berturut-tururt, Syekh Ahmad melakukan tirakat berupa shalat dan puasa tanpa berbuka sama sekali. Pada hari ketujuh, jin itu mulai terusik. Ia mencoba membisikkan kata-kata rayuan kepada Syekh Ahmad.
“Sudah tujuh hari engkau berpuasa. Apakah engkau tidak mau berbuka?,” kata jin.
“Tidak. Aku tidak butuh itu,” jawab Syekh Ahmad tegas.
Karena merasa tak nyaman berada di dalam tubuh Syekh Ahmad, jin itu meminta izin untuk keluar saja. Permintaan itu tak izinkan. Justru, setelah itu, Syekh Ahmad melakukan tirakat yang sama seperti sebelumnya: shalat dan puasa tanpa berbuka selama tujuh hari.
Kejadian yang sama pun terjadi lagi. Pada hari ketujuh putaran kedua, jin itu mencoba menggoda Syekh Ahmad untuk berbuka. Namun, lagi-lagi permintaan itu tak dipedulikan. Si Jin merasa semakin tersiksa berada di dalam tubuh ulama ahli tirakat itu.
“Jika engkau tidak berbuka juga, maka tidak saja aku yang binasa, namun juga engkau. Oleh karenanya, izinkan aku keluar dari tubuhmu!,” kata jin itu merayu.
Syekh Ahmad merasa dilema. Satu sisi, ia harus menyelamatkan nyawanya. Dan di sisi yang berbeda, ia takut bila jin itu diizinkan keluar, ia akan masuk lagi ke dalam tubuh putri si Fulan.
“Ibadah yang selama ini engkau lakukan telah membuatku jera,” kata jin itu.
Ia menambahkan, ia tak akan masuk lagi, tidak saja ke dalam tubuh putri si Fulan, namun juga kepada tubuh siapa saja. Si Jin mengku, mulai saat itu, ia merasa lebih takut kepada manusia daripada kepada sesama jin.
Setelah medengar penjelasan tersebut, Syekh Ahmad pun berkenan melepaskan dan membiarkan jin itu keluar dari tubuhnya. Sejak saat itu, jin itu selalu lari menghindar bila bertemu manusia.
Kisah ini penulis baca dari kitab ‘Uyun al-Hikayat karya Ibnu Jauzi. Lewat kisah ini, kita mengetahui kehebatan manusia dibanding jin, asalkan ia mau melakukan ibadah, yang dalam kisah di atas, berupa shalat dan puasa. Wallahu a’lam.
Sumber:
Ibn al-Jauzi, Jamaluddin Abi al-Farj bin. ’Uyun al-Hikayat. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2019.
[1] Jamaluddin Abi al-Farj bin Ibn al-Jauzi, ’Uyun al-Hikayat (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2019), h. 290.