Doa ini sebaiknya diucapkan ketika kita keluar dari tempat berwudlu, sambil menengadahkan tangan, menghadap kiblat, dan dilakukan cukup dengan berdiri saja. Doa-doa ini kami sarikan dari karya Imam Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihayah al-Zain, hal. 34.
Doa tersebut ialah:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِيْ مِنْ الْمُتَطَهِّرِينَ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ
Asyhadu al laa ilaaha illaLlah wahdahu laa syariika lah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu. Allahumma ij’alni minat tawwaabiina waj’alni minal mutathahhiriin. Subhaanaka Allahumma wa bihamdika asyhadu al laa ilaaha illa Anta astaghfiruka wa atuubu ilaik. Wa shallaLlahu ‘ala sayyidina Muhammad wa `aali Muhammad.
“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku sebagian dari orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah aku sebagian dari orang yang suci. Maha suci engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Engkau, aku meminta ampunan pada-Mu, dan bertaubat pada-Mu. Semoga berkah rahmat Allah senantiasa terlimpahkan pada nabi Muhammad dan keluarganya.”
Selanjutnya, bila masih sempat, artinya tidak terburu-buru karena semisal waktu sholat akan habis, atau sholat jama’ah akan segera didirikan, maka sebaiknya dilanjutkan dengan membaca surat al-Qadr 1, 2 atau 3 X, dan dilanjutkan dengan do’a:
اللهم اغْفِرْ لِيْ ذَنْبِيْ وَوَسِّعْ فِيْ دَارِيْ وَبَارِكْ لِيْ فِيْ رِزْقِيْ وَلَا تَفْتِنِّيْ بِمَا زَوَيْتَ عَنِّيْ
Allahumma ighfir li dzanbi wa wassi’ fi daari, wa baarik fii rizqi, wa laa taftini bi maa zawaita ‘anni.
“Ya Allah, ampuni dosaku, lapangkan tempat tinggalku, berkahi aku dalam rizqi, dan jangan Engkau fitnah aku dengan halangan dari-Mu”.
Tatakrama selanjutnya ialah, sebaiknya tidak mengelap air sisa wudlu yang menempel di tubuh, khusunya menggunakan handuk atau sapu tangan. Ini karena wudlu merupakan ibadah, maka air wudlu yang menempel pada tubuh kita merupakan air yang penuh keberkahan ibadah. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Syirazi dalam kitab Al-Muhadzdzab juz I, hal. 44:
ويستحب أن لا ينشف أعضاءه من بلل الوضوء لما روت ميمونة رضي الله عنها قالت: أدنيت لرسول الله صلى الله عليه وسلم غسلاً من الجنابة فأتيته بالمنديل فرده ولأنه أثر عبادة فكان تركه أولى
“Dan disunnahkan tidak mengelap anggota tubuh dari sisa basah sehabis wudlu, sebagaimana diriwayatkan oleh Maimunah RA yang berkata: “Aku menghampiri Rasulullah SAW sesudah beliau bersuci, kemudian memberikan handuk pada beliau, dan beliau menolaknya. Alasan lain ialah karena sisa basah wudlu tersebut merupakan efek ibadah, maka sebaiknya tidak dihilangkan”. Wallahu a’lam