Kisah yang akan disampaikan oleh penulis dalam tulisan ini terdapat di dalam Kitab Tanbihu al-Ghafilin, karya dari Syeikh Nashar ibn Muhammad ibn Ibrahim al-Samarqandy atau yang biasa dipanggil sebagai Abu al-Laits, shahifah 4.
Sebelumnya, penting diketahui bahwa kisah ini disampaikan oleh muallif dari kitab tersebut dan khusus untuk menyampaikan pengertian tentang apa itu ikhlas. Sanad kisah, beliau dapatkan dari banyak para fuqaha, dengan penyandaran riwayat kepada Uqbah dari Sumair al-Asbahy.
Suatu ketika, Sumair al-Asbahy berjalan-jalan di kota Madinah. Mendadak ia bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang dikerubuti oleh banyak orang yang mengaji kepadanya. Demi melihat itu, Sumair bertanya ke salah satu jamaah yang hadir. “Siapakah dia?”
Lalu dijawab: “Dia Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu”.
Mendapat jawaban demikian, tanpa pakai tunggu lama, mendekatlah Sumair itu ke Abu Hurairah sembari ikut nimbrung mengaji. Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mempersilahkannya sambil tetap melanjutkan kajiannya di hadapan para santrinya.
Ketika kajian itu telah selesai, dan para jamaah telah bubar, sahabat Abu Hurairah beranjak duduk sendirian dan diam. Di situ kemudian Sumair al-Asyahy mendekatinya, sembari sedikit basa-basi, lalu ia berkata:
أنشدك الله حدثني حديثا سمعته من رسول الله صلى الله عليه وسلم وحفظته حدثك به وعلمته
“Ansyadakallah! Tolong ceritakan padaku sebuah hadits yang tuan dengar dari Baginda Rasulillah SAW dan tuan hafal dari beliau. Atau hadis yang disampaikan langsung beliau ke tuan, atau perbuatan beliau yang tuan tahu!”
Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
اقعد لأحدثك بحديث حدثنيه رسول الله صلى الله عليه وسلم ما معنا أحد غير وغيره
“Duduklah! Akan aku ceritakan padamu sebuah hadits yang beliau Rasulillah SAW sampaikan padaku. Tidak ada seorang pun yang waktu hadits itu disampaikan padaku bersama kami.”
Setelah berkata demikian, tiba-tiba Sahabat Abu Hurairah terpekur dan menutup wajahnya, karena tidak kuatnya menahan apa yang mau disampaikan.
Setelah sejenak ia dapat memguasai diri, ia mengulangi perkataannya sebagaimana di atas. Tapi, lagi-lagi dia terpekur tak dapat menguasai dirinya kembali. Hal ini berlangsung hingga berulang kali. Sampai akhirnya, ketika beliau sudah mampu menguasai dirinya kembali, ia mengusap wajahnya lalu beringsut bercerita:
حدثني رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ” إن الله تعالى إذا كان يوم القيامة يقضي بين خلقه وكل أمةٍ جاثيةٌ – : فأول من يدعى به رجلٌ جمع القرآن ورجلٌ قتل في سبيل الله ورجل كثير المال
Rasulullah SAW telah bercerita kepadaku, beliau bersabda: “Sesungguhnya, Allah Ta’ala kelak akan menentukan hukuman bagi semua makhluk-Nya di hari kiamat sementara semua makhluk-Nya berlutut tanpa daya. Pihak pertama yang kelak akan dipanggil adalah orang laki-laki penghafal al-Qur’ân. Lalu laki-laki yang terbunuh di medan perang di jalan Allah. Kemudian laki-laki yang banyak hartanya.”
Abu Hurairah terpekur sesaat. Lalu ia melanjutkan, “Lalu Allah SWT memanggil orang yang ahli membaca al-Qur’an dan bertanya:
ما ذا عملت فيما علمت ؟
“Apa yang sudah kamu lakukan dengan pengetahuanmu tentang al-Qur’an?”
Laki-laki itu lalu menjawab:
كنت أقوم به آناء الليل والنهار
“Aku senantiasa berdiri menyembahmu di kala tengah malam dan siang”
Allah menjawab: كذبت (Kamu telah berdusta)
Para Malaikat juga memberi kesaksian: كذبت (Dusta kamu)
Allah SWT lantas berfirman:
بل أردت أن يقال: فلان قارئ
“Kamu hanya ingin dikenal sebagai Qari’ saja.”
Kemudian, pertanyaan yang sama diulang kedua pihak yang lain. Ketika sampai pada laki-laki yang banyak hartanya, pertanyaan itu berubah:
ماذا عملت فيما آتيتك ؟
“Apa yang sudah kamu lakukan dengan anugerah yang sudah Aku berikan kepadamu?”
Laki-laki itu menjawab:
كنت أصل الرحم وأتصدق به
“Aku menggunakannya untuk menyambung tali silaturahim dan bershadaqah dengannya.”
Lagi-lagi, Allah SWT berfirman: “Dusta”.
Para Malaikat juga memberi kesaksian: “Kamu dusta”
Lalu Allah SWT berfirman:
بل أردت أن يقال: فلان جواد
“Kamu hanya ingin dikenal sebagai orang yang dermawan saja.”
Lalu dipanggil orang yang mati karena terbunuh di jalan Allah. Kemudian ia ditanya:
لماذا قاتلت ؟
“Karena niat apa kamu berperang?”
Laki-laki itu menjawab:
قاتلت في سبيل الله حتى قُتلت
“Aku berperang di jalan Allah sampai akhirnya aku terbunuh.”
Lagi-lagi, Allah SWT berfirman: “Dusta”.
Para Malaikat juga memberi kesaksian: “Kamu dusta”
Lalu Allah SWT berfirman:
بل أردت أن يقال: فلانٌ جريء
“Kamu berperang hanya karena ingin disebut Pahlawan.”
Sampai di sini kemudian, Rasulillah SAW menepuk kedua lutut Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Beliau bersabda:
يا أبا هريرة، أولئك الثلاثة أول خلق الله تسعر بهم النار يوم القيامة
“Wahai Abu Hurairah. Tiga pihak yang telah aku ceritakan tadi, adalah makhluk Allah pertama yang akan mencicipi panasnya api neraka, di hari kiamat kelak.”
Suatu ketika, hadis ini sampai ke telinga Sahabat Muawiyah ibn Abi Sofyan. Demi mendengar hal itu, ia menangis sejadi-jadinya, lalu berkata:
صدق الله ورسوله
“Maha Benar Allah dan Rasul-Nya.”
Kemudian ia membaca Q.S. Hûd [11] ayat 15-16:
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا نُوَفِّ اِلَيْهِمْ اَعْمَالَهُمْ فِيْهَا وَهُمْ فِيْهَا لَا يُبْخَسُوْنَ أولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُ ۖوَحَبِطَ مَا صَنَعُوْا فِيْهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.”
Walhasil, menjaga niat keikhlasan dalam beramal itu betapa sulitnya. Seolah tiada satu amalpun dari seorang hamba yang benar-benar bersih dari kotoran dosa. Apalagi, kelak amal itu harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT, Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Bagaimana kita kan bisa mengelak dari pengadilan-Nya?
يا الله بها يا الله بها # يا الله بحسن الخاتمة