Di antara yang spesial saat berkunjung ke tanah haramain (Makkah-Madinah) adalah berziarah ke makam Rasulullah Saw. Berziarah makam Nabi Saw memiliki keutamaan luar biasa besar. Sangat dianjurkan bagi setiap muslim melakukan dan meyakininya sebagai ibadah. Syaikh Zainuddin bin Husain al-Maraghi mengatakan, “Dianjurkan bagi setiap muslim meyakini bahwa berziarah makam Rasulullah adalah ibadah, karena terdapat beberapa hadits yang menjelaskan hal tersebut dan berdasarkan surat an-Nisa’ ayat 64;
Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinyadatang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.
Lebih tegas lagi apa yang disampaikan Syaikh Yusuf Khatar Muhammad, “Ketahuilah bahwa berziarah makam Nabi Saw termasuk lebih agung-agungnya ibadah, ketaatan yang lebih dapat diharapkan diterima di sisiNya dan salah satu jalan mencapai derajat mulia. Barang siapa meyakini sebaliknya, maka sungguh ia telah menyelisihi Allah, Rasulullah dan para alim Ulama’”.
Bahkan kesunahan berziarah makam Nabi merupakan persoalan yang disepakati ulama’. Imam al-Qadli ‘Iyadl mengatakan “Ziarah makam Nabi Saw adalah satu dari sekian kesunahan yang disepakati para Ulama’ dan merupakan keutamaan yang disukai. Sunah muakkad hukumnya berkunjung ke kota Madinah dengan tujuan menyaksikan Raudlah Rasulullah Saw yang disucikan, satu dari beberapa taman indah di surga. Rasulullah bersabda; Tempat di antara makam dan mimbarku adalah taman dari beberapa pertamanan surga. Dan mimbarku berada di atas telagaku”.
Banyak dalil yang menejalaskan keutamaan berziaram makam Nabi Saw. Di antaranya adalah sabda Rasulullah Saw, “Barang siapa berziarah makamku maka patut mendapat syafa’atku” (HR.al-Daruquthni, al-Bazzar, al-Thabrani dan al-Haitsami). Dalam riwayat al-Daruquthni terdapat tambahan redaksi, “dan barang siapa mati di salah satu tanah dua tanah haram, maka ia dibangkitkan di hari kiamat dengan aman”.
Imam Jalaluddin as-Suyuthi meriwayatkan sebuah hadits yang menurutnya mencapai derajat hadits Hasan, bahwa Rasulullah Saw bersabda “Barang siapa berziarah kepadaku di Madinah seraya mengharapkan pahala, maka aku menyaksikan dan mensyafa’atinya kelak di hari kiamat”. Al-Suyuthi juga meriwayatkan sebuah hadits “Barang siapa berhaji di Baitullah dan tidak berziarah kepadaku, maka sungguh ia telah berpaling dariku”.
Berziarah kepada Rasulullah setelah kewafatannya memiliki pahala sama besarnya sebagaimana berziarah kepada beliau saat masih hidup. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda “Barang siapa berhaji kemudian berziarah ke makamku setelah kematianku, maka seakan-akan ia mengunjungiku saat aku hidup” (HR.al-Daruquthni, al-Thabrani dan al-Haitsami).
Rasulullah Saw bersabda “Sungguh Isa bin Maryam berjalan seraya ia berhaji, berumrah atau dengan niat keduanya dan ia mendatangi makamku hingga mengucapkan salam kepadaku dan sungguh aku menjawab salamnya”. (Hadits diriwayatkan al-Hakim dan beliau menilainya sebagai hadits shahih, senada dengan pendapat al-Dzahabi).
Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda “Barang siapa berziarah kepadaku, tiada keperluan baginya kecuali mengunjungiku, maka wajib bagiku memberinya syafa’at di hari kiamat”. (HR.al-Thabrani).
Diriwayatkan bahwa Sayyidina Umar bin Khatab keluar menuju masjid, beliau mendapati Mu’adz bin Jabal menangis di samping makam Rasulullah Saw. Umar bertanya “apa yang membuatmu menangis wahai Mua’adz?”. Mua’adz menjawab “yang membuatku menangis adalah hadits yang saya dengar dari Rasulullah Saw, beliau bersabda; Sedikit dari riya’ adalah kesyirikan. Dan sesungguhnya orang yang memusuhi kekasih Allah, maka Allah menantangnya berperang. Sesungguhnya Allah mencintai hamba-hamba yang bertakwa dan takut kepadaNya, mereka yang apabila pergi tidak dicari, apabila datang tak dipanggil dan tidak dikenal. Hati mereka adalah lampu petunjuk, mereka keluar dari dari tanah yang petang”. (HR.Ibnu Majah dan al-Hakim).
Al-Dailami meriwayatkan dalam Musnad al-Firdaus bahwa Rasulullah Saw bersabda “Barang siapa berhaji menuju Makah, kemudia menujuku di masjidku, maka dicatatkan baginya pahala dua haji yang mabrur”.
*) Sumber bacaan: Syaikh Yusuf Khatar Muhammad, al-Mausu’ah al-Yusufiyyah hal.329-330.
**) Penulis adalah pegiat Komunitas Literasi pesantren (KLP), tinggal di Kediri