Warga Palestina kian menderita. Penghancuran Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur mencapai level tertinggi dalam empat tahun terakhir.
Israel terus membangun pemukiman ilegal. Setidaknya ada 741 warga Palestina kehilangan tempat tinggal. Hal ini merupakan penghancuran pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur tertinggi dalam empat tahun terakhir. Biarpun mendapat tentangan dari dunia internasional, pembongkaran paksa tersebut terus dilakukan.
Hal tersebut dikemukakan oleh B’Tselem sebuah organisasi hak asasi manusia Israel. Disebutkan dalam laporannya bahwa antara Januari dan September setidaknya 741 warga Palestina telah kehilangan rumah merekaa akibat pembongkaran paksa oleh otoritas Israel. Pihak Israel beralasan tidak memiliki izin bangunan.
Menurut statistik angka ini menjadi angka tertinggi sejak 2016, di mana rekor jumlah pembongkaran rumah menyebabkan 1.496 warga Palestina kehilangan tempat tinggal. Disebutkan bahwa sejak Januari, otoritas Israel telah memerintahkan pembongkaran 100 unit rumah di Yerusalem Timur dan 99 rumah di Tepi Barat. Tercatat pula ada 68 warga Palestina menghancurkan rumahnya sendiri. Jika tidak otoritas dipaksa untuk membayar biaya buldoser dan peralatan yang digunakan.
baca juga: Aneksasi Israel perburuk Covid di Palestina
Tindakan Israel ini dikecam banyak pihak. Tampaknya pihak Israel tetap jalan terus walaupun di tengah pandemic seperti saat ini. Bagi otoritas Israel, pandemi global bukanlah alasan untuk menghentikan penghancuran rumah Palestina.
“Baik di Tepi Barat yang dianeksasi secara de facto dan Yerusalem Timur, Israel telah meninggalkan ratusan orang tanpa perlindungan selama masa darurat kesehatan dan keuangan global yang belum pernah terjadi sebelumnya ini,” kata Amit Gilutz, juru bicara B’Tsele kepada laman middleasteye.net
Ditambahkan oleh Gilutz bahwa pencaplokan sepertiga dari Tepi Barat, yang merupakan kawasan strategis, kaya akan air dan mineral.”Keributan terhadap ancaman Israel untuk secara resmi mencaplok Tepi Barat telah mereda, tetapi aneksasi de facto yang sangat nyata di lapangan dilaksanakan dengan efisiensi yang kejam,” kata Gilutz.
Sikap Israel ini mendapat tentangan dunia internasional diantaranya adalah organisasi kemanusiaan PBB dan beberapa kelompok hak asasi manusia.
.