Matahari seakan terlambat terbit hari ini, sudah jam enam pagi, hari masih gelap. Hari masih subuh, dan tubuh masih letih setelah semalam baru tiba dari perjalanan darat dari kota Madinah.
Inilah Mekkah, kota Nabi lahir dan menghabiskan masa kecil, kota dimana Nabi dulu pernah terkucil.
Dari Masjidil Haram, Mekkah Al Mukarramah, dulu Nabi Muhammad SAW melaksanakan Isra’ dan Mikraj, peristiwa yang diperingati umat Islam di Nusantara.
Di Mekkah saya memiliki waktu 10 menit berjalan kaki menuju Masjidil Haram dari tempat saya tinggal, selama 10 menit saya melangkah selama itu saya merenung, tentang kisah-kisah, romantisme masa lalu Mekkah, Nabi bermula dakwah, seperti cerita dalam buku dan petuah ahli sejarah.
Mengunjungi Mekkah, khususnya sekitaran Masjidil Haram, serupa menjenguk orang sakit parah. “Operasi bedah” sedang dikerjakan penguasa demi mengubah wajah kota khususnya sekeliling Ka’bah demi ambisi menampung lebih banyak jamaah, dengan melibas situs-situs sejarah.
Saya teringat sebuah artikel di New York Times tahun lalu, disebutkan dulu pada pertengahan abad ke-20, Mekkah adalah kota mungil berisi rumah-rumah batu berukuran luas terkenal denganmasyrabiyah atau jendela berteralis dan balkon. Lima bukit dikenal dengan sebutan Pelek Mekkah mengelilingi Masjidil Haram.
Sekarang para peziarah hanya akan mengenali kubah-kubah peninggalan Kesultanan “Khilafah” Turki Utsmaniyah, minaret, sumur zam-zam, dan Ka’bah dari foto-foto hitam putih Mekkah.
Kota tua dengan rumah-rumah dari batu, “Pelek Mekkah”, dan banyak situs bersejarah terkait dengan kehidupan Rasulullah sudah lenyap digantikan oleh “kubah” hotel mewah dan “menara-menara” pusat belanja megah.
Perubahan ini berlangsung sejak akhir 1970-an, ketika kekayaan klan Saudi dari minyak melimpah ruah. Atas dasar demi meningkatkan layanan jamaah, monarki Saudi dengan konsultan badut-badut Wahabi memperluas Masjidil Haram Mekkah.
Kerajaan Arab Saudi berambisi menghapus ornamen peninggalan Kesultanan Turki Utsmaniyah di Masjid Al Haram dengan arsitektur bergaya Arab bukanlah sekedar rumor.
Saya ingat betul, dulu di sebuah bukit dekat Masjidil Haram yang kini berdiri hotel berbintang lima dengan menara jam raksasa, dulu ada bangunan kuno yang disebut Benteng Ajyad peninggalan Kesultanan Turki Utsmaniyah, dibangun pada 1780 untuk melindungi Ka’bah dari serangan kelompok bandit yang kebanyakan berfaham Wahabi. Pada tahun 2002 Dinasti Arab Saudi menghancurkan benteng historis itu, sebagaimana dilansir media Deutsche Welle.
Menara jam Mekkah 46 kali lebih jangkung ketimbang Ka’bah dengan sebuah jam besarnya lima kali jam raksasa Big Ben di London, Inggris. Bangunan-bangunan ini sekan mengerdilkan kiblat umat Islam.
Sepanjang sejarah Islam, tidak pernah ada penguasa mendirikan bangunan sedempet itu dengan Ka’bah.
Ahli sejarah Mekkah mengatakan lokasi Hotel Hilton berdiri tegak sekarang dulunya adalah rumah Khalifah pertama umat Islam Sayyidina Abu Bakar. Lebih ironis lagi, lokasi rumah istri Nabi Sayyidah Khadijah kini digantikan oleh toilet-toilet.
Dr Irfan al-Alawi, peneliti warisan sejarah Islam asal Saudi yang menjabat Direktur Eksekutif di the Islamic Heritage Research Foundation yang berbasis di Inggris,sebagaimana dilansir The Guardianberkata; kota Mekkah sudah berubah seperti Manhattan. Semuanya telah tersapu untuk membuat jalan bagi gencarnya hotel mewah.. Ini adalah hari-hari terakhir Mekkah” Kata Irfan al-alawi.
Saya merenung, menyimpulkan, bahwa tak ada tempat bersejarah yang mampu bertahan lama di kota ini, karena penguasa memandangnya sekedar bangunan belaka, diperparah Wahabi yang memandangnya serupa berhala, semua hancur dan musnah tanpa sisa.
Yang jelas kini Mekkah tak lagi sakral, gara-gara penggusuran radikal. Umat Islam telah kehilangan situs-situs bersejarah semasa hidup Nabi Muhammad, Ahlul Bait, Sahabat.
Tidak ada Mekkah hari ini..