Cerita Kambing Kiai Idris Kamali yang Keramat

Cerita Kambing Kiai Idris Kamali yang Keramat

Cerita Kambing Kiai Idris Kamali yang Keramat

Kiai Idris Kamali memiliki kisah yang unik. Alkisah, seorang warga tak dikenal telah mencuri seekor kambing. Kambingnya gemuk dan ia bernafsu mencurinya. Setelah berhasil mencuri, kambing tersebut dimasak. Namun anehnya, setelah direbus berjam-jam, daging kambing tersebut tak kunjung matang. Warna merah dan darah di daging masih terlihat jelas. Bahkan sampai air dalam panci hampir habis tetap tidak matang.

Akhirnya ia mencari tahu apa sebabnya. Kemudian ada orang yang bercerita bahwa kambing itu milik Kiai Idris Kamali. Sontak, si pencuri gelagapan, lalu ia sowan ke beliau di Tebuireng dan meminta maaf.

Tak jarang pula, kambing-kambing Kiai Idris membuat sebuah gerombolan lalu jalan-jalan. Bukan hanya keluar desa tapi lintas kota. Para alumni pondok kerap menjumpai kambing Kiai Idris di Pare dan Kediri. Setelah ditelusuri, ternyata kawanan biri-biri itu naik kereta yang terkadang memang berhenti di depan pondok. Kalau sudah sampai luar kota, para alumni biasanya mengembakikan kambing itu kepada Kiai Idris.

“Kiai, kambingnya main-main sampai luar kota ini,” seloroh seseorang yang mengantarkan.

“Biarin saja, mungkin kambing-kambing saya itu sedang mencari pasangannya untuk dikawin,” jawab Kiai Idris santai.

Tak hanya itu, jamak didengar pula kisah tentang kekeramatan kambing Kiai Idris Kamali lainnya. Di antaranya, dialami oleh para penjual sayur-mayur di Pasar Cukir. Suatu ketika, seperti biasa kambing besar-besar itu dilepas begitu saja dan main ke pasar. Sesampainya di pasar, kambing-kambing itu memakan sayuran yang dijual dengan semaunya sendiri.

Seorang pedagang tidak terima, ia marah dan mencaci maki kambing tersebut. Sedangkan ada pedangan lain yang membiarkan sayur-mayurnya dimakan kambing Kiai Idris. Ajaibnya, pedagang yang tak terima itu seharian penuh dagangannya tidak laku terjual. Utuh seperti yang ia bawa dari sawah.

Sedangkan pedangan satunya yang memberi makan kambing Kiai Idrsi dengan sayur-mayur yang didagangnya mengalami keuntungan berlipat ganda. Dagangannya banyak dibeli orang dan habis. Setelah kejadian ini, para penjual di Pasar Cukir senantiasa mempersilakan kambing-kambing Kiai Idris makan dagangannya karena dipercaya membawa berkah.

Untuk merawat kambing-kambingnya, beberapa santri diamanati membeli makanan khusus dan disimpan di tempat khusus pula. Menjelang sore, santri-santri junior sangat senang jika memandikan kambing-kambing tersebut di kali depan pondok. Melihat banyak santri yang memandikan, Kiai Idris senantiasa menyediakan kue dan jajanan bagi mereka. Beliau juga menyiapkan rokok (terbuat dari daun kawung) bagi yang sudah berumur sebagai imbalan terima kasih beliau.

KH Mustofa Mukhtar Brebes adalah salah satu santri yang ditugaskan merawat kambing Kiai Idris Kamali. Beliau bercerita bahwa suatu ketika setelah dhuhur, kambing betina milik Kiai Idris beranak. Bukan hanya satu ekor, namun anaknya tiga ekor sekaligus. Dengan senang, ia lapor ke Kiai Idris.

“Kiai, kambingnya lahiran tiga ekor!”

“Kok cuma tiga, empat gitu!” timpal Kiai Idris spontan.

Si santri heran, lahiran tiga sekaligus saja sudah ajaib, eh Kiai Idris malah minta empat ekor. Dan subhanallah, selepas Salat Ashar, kambing tersebut melahirkan lagi satu ekor. Jadi jumlahnya empat, persis apa yang dikehendaki gurunya itu.

Meski banyak memelihara kambing, Kiai Idris tidak pernah pelit kepada santrinya. Jika ada kitab yang khatam dikaji, beliau memerintahkan untuk menyembelih kambingnya. Atau jika ada kambing beliau yang tertabrak di jalan raya dan hampir mati maka dengan segera beliau memerintahkan untuk menyembelihnya. Dagingnya disantap bersama-sama para santri. Jika sudah begini, para santri sangat senang, mereka menyebutnya dengan istilah ‘mayoran’.

Dalam sejarahnya, Kiai Idris Kamali lahir di Makkah pada 1887 dan wafat di Kempek Cirebon pada 1987. Ayahnya Kiai Kamali adalah putra Kiai Abdul Jalil Kedongdong Cirebon. Beliau hanya memiliki seorang putra dari pernikahannya dengan Nyai Azzah Hasyim, Gus Abdul Haq.

Dari dedikasi keilmuan dan keikhlasan spiritual inilah banyak murid-murid Menantu Hadratus Syaikh KH M Hasyim Asy’ari ini yang menjadi ulama besar dan para tokoh nasional. Di antara tokoh yang pernah ngaji sorogan ke beliau adalah Prof Dr KH Thalhah Hasan, (alm) Prof Dr KH Ali Mustofa Yaqub, KH Ma’ruf Amin, Prof Dr KH Said Aqil Siradj, Prof Dr Djamaluddin Miri, KH Abdul Hayyie M Naim, dan sebagainya.

Pada 2010, KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah) memberi amanah kepada penulis untuk menyusun biografi Kiai Idris Kamali dengan menemui murid-murid beliau (buku tersebut diterbitkan Pustaka Tebuireng dengan judul “Tokoh Besar di Balik Layar”). Rata-rata para murid Kiai Idris menuturkan hal yang sama, tentang kealiman Kiai Idris dan “keramat” kambingnya itu. Jika kambingnya saja memiliki keramat, lalu bagaimana dengan pemiliknya? Wallahu a’lam.

 

Fathurrahman Karyadi, alumnus Ma’had Aly Tebuireng, dan penulis buku ‘Kisah dari Bilik Pesantren