Teman dekatku bercerita; suaminya kerap dibombardir kawan-kawannya perihal celana yang ia kenakan. Panjang celananya menjuntai menutupi matakakinya, seperti celana panjang lazimnya. Semua celana panjangku seperti itu kecuali yang pendek.
Apakah dengan demikian aku dan jutaan pemakai celana non-cingkrang akan masuk neraka? Jika mereka menteri urusan surga-neraka, sangat mungkin iya. Namun alhamdulillah, ternyata dua tempat itu masih dalam otoritas Allah.
Allohku mahaPengampun (rakhim) bahkan terhadap kejahatan yang jelas merugikan orang, sepanjang pelakunya mengakui kesalahan dan memohon ampun. Selain itu, surga dan neraka adalah misteri Alloh. Berbuat baik tak serta membuat seseorang masuk surga secara otomatis. Begitu juga terkait neraka.
Lantas, bagaimana jluntrunganya sehingga kita kerap disuguhi “ajaran,” yang sering disebut sebagai hadits nabi yang menyatakan pemakai celana/sarung non-cingkrang tidak akan dilihat Alloh, alias diacuhkanNya, dan kabarnya akan masuk neraka?
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari no. 5787)
Cobalah dipikir dengan baik dan tidak emosional; bagaimana mungkin Tuhan yang mahaAgung, mahaPemurah, mahaTakButuhManusia, mahaSegalanya, tiba-tiba dipersepsikan begitu mencemburui celana non-cingkrang.
Coba direnungkan sekali lagi; kejahatan model apa yang bisa kita bayangkan, yang dilakukan oleh mereka pemakai celana non-cingkrang? Tidak ada!
Jika memang bercelana non-cingkrang dapat membuat pemakainya masuk neraka, sudah pasti tindakan ini merupakan kejahatan serius yang tidak mungkin diabaikan al-Quran. Padahal kenyataannya kitab suci ini tidak berkata apapun terkait model celana.
Penelisikanku menunjukkan, hadits celana cingkrang berkaitan dengan hadits yang kabarnya dinarasikan Ibnu Umar sebagaimana dicatat Sahih Muslim 5574.
لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ
“Allah tidak akan melihat kepada orang yang menyeret pakaianya dalam keadaan sombong.”
Hadits senada (5576) juga terekam di kitab yang sama.
إِنَّ الَّذِى يَجُرُّ ثِيَابَهُ مِنَ الْخُيَلاَءِ لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat.”
Perhatikan dengan benar dua teks di atas; pelarangan celana non-cingkrang selalu DIKAITKAN DENGAN iringan sikap sombong. Hipotesisku, kala itu banyak pemakai celana non-cingkrang yang kerap menampilkannya dengan perasaan sombong di hadapan orang lain. Pamrih pengen dipuji atau sedang mengintimidasi orang lain.
Marilah kita baca apa yang tertulis dalam Sahih Muslim No. 306, sebagaimana cerita Abi Dzar.
يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Ada tiga orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat nanti, tidak dipandang, dan tidak disucikan serta bagi mereka siksaan yang pedih.”
Nabi Muhammad menyebut tiga kali perkataan ini. Lalu Abu Dzar berkata,
خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Mereka sangat celaka dan merugi. Siapa mereka, Ya Rasulullah?”
Nabi menjawab,
الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
“Mereka adalah orang yang isbal, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.”
Orang isbal (musbil) adalah individu yang pakaian atau celananya menjuntai hingga di bawah mata kaki diiringi kesombongan.
—
Lihatlah, pelarangan isbal ini digolongkan bersama dengan kecaman atas pelaku sumpah palsu dan pengungkitan pemberian –dua hal yang kerap menyakiti perasaan orang lain. Ini menunjukkan pelarangan isbal terletak bukan pada aspek fashionnya, namun pada sikap kesombongan karena memakai pakaian tersebut. Kesombongan –dalam hal ini adalah berpakaian — merupakan tindakan tidak sensitif dan empatif yang bisa menyakiti perasaan orang lain.
Dalam konteks yang lebih luas, larangan kesombongan celana non-cingkrang ini sebangun dengan ketidakbolehan kita bersikap sombong karena gadget, jabatan sosial, properti atau kekayaan lain yang kita miliki. Dengan kata lain, melalui teks di atas, kita sebenarnya diminta untuk tidak menyakiti orang lain, sebagaimana kerap dilakukan kelompok celana cingkrang dengan cara merasa dirinya lebih mulia, lebih tinggi, ketimbang non-cingkrang.
Akhirnya, bercelanalah, tidak hanya sesuka hatimu, namun juga pastikan tidak ada intensi kesombongan apalagi niatan merendahkan orang lain. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.(*)