Pakaian, khususnya celana, yang digunakan Rasulullah pada waktu masih hidup tidak jauh berbeda dengan pakaian bangsa Arab pada umumnya. Bahkan, kebanyakan pakaian yang digunakan orang Arab pada masa itu, produksi dari bangsa lain. Pakaian pada masa itu diambil dari Persia, Yaman, Qatar, Romawi, dan lain-lain. Dalam beberapa hadis, Rasulullah pernah menggunakan pakaian dari Yaman, Qatar, Romawi, dan bangsa lain. Ini menunjukkan bahwa masalah bentuk pakaian sangat berkaitan dengan budaya, tradisi, dan peradaban yang sedang berkembang.
Terkait masalah pakaian Rasulullah, Imam al-Tirmidzi dalam kitab Syamail Muhammadiyah, mengutip beberapa hadis yang menjelaskan masalah ini. Di antara hadis yang dikutip adalah sebagai berikut:
عن أبي بردة عن أبيه قال: أخرجت لنا عائشة رضى الله عنها كساء ملبدا وإذارا غليظا، فقالت: قبض روح رسول الله صلى الله عليه وسلم في هذين
“Dari Abu Burdah, dari bapaknya, dia berkata bahwa bahwa Aisyah mengeluarkan dua kain kepada kami: kisa’ dan idzar. Aisyah berkata, ‘Ketika meninggal, Rasulullah menggunakan dua pakaian ini”
Rasulullah, kata Aisyah, meninggal dalam kondisi memakai “kisa’” dan “idzar”. Kisa’ adalah kain yang biasa digunakan untuk menutup badan. Sementara idzar adalah kain yang digunakan untuk menutup bagian bawah. Dalam hadis riwayat lain, dikisahkan:
عن الأشعث بن سليم، قال: سمعت عمتي، تحدث عن عمها، قال: بينا أنا أمشى في المدينة إذا إنسان خلفي يقول: ارفع إزارك، فإنه أتقى وأنقى، فإذا هو رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقلت: يا رسول الله، إنما هي بردة ملحاء، قال: أما لك في أسوة؟ فنظرت، فإذا إذاره إلى نصف ساقيه
“Dari Asy’ats bin Salim, dia berkata bahwa saya pernah mendengar dari bibiku, yang menceritakan tentang pamannya, yang berkata bahwa ketika saya berjalan di Madinah, tiba-tiba ada orang di belakangku yang berkata, ‘Angkatlah sarungmu, karena itu lebih dekat pada ketakwaan dan lebih bersih’, orang yang mengatakan itu adalah Rasulullah. Saya berkata, “Wahai Rasulullah, ini adalah pakaian malha’ (pakaian warna hitam dan putih). Rasulullah berkata, ‘Bukankah kamu sudah punya contoh?’. Saya melihat bahwa Idzar Rasulullah hingga betisnya, tidak melewati mata kaki.
Hadis di atas menunjukkan ujung idzar (sarung) Rasulullah tidak melebihi mata kaki. Dalam hadis lain Huzaifah bin Yaman mengatakan:
عن حذيفة بن اليمان قال: أخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم بعضلة ساقى أو ساقه، فقال: هذا موضع الأزار
“Dari Hudzaifah bin Yaman berkata, Rasulullah memegang betisku, atau betis Rasulullah, beliau berkata, posisi idzar sampai sini.”
Utsman bin Affan termasuk sahabat yang meniru cara Rasulullah memakai idzar/sarung. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa:
كان عثمان بن عفان يأتزر إلى أنصاف ساقيه، وقال: هكذا كانت إزرة صاحبي، يعني النبي صلى الله عليه وسلم
“Utsman bin Affan memakai sarung hingga betis. Dia berkata beginilah sarung Rasulullah.”
Dari beberapa hadis yang dikutip Imam al-Tirmidzi, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan bahwa Rasulullah memakai idzar, ujungnya tidak melebihi mata kaki. Rasulullah sempat menegur sahabat yang memakai idzar melebihi mata kaki. Pertanyaannya, apakah ini bagian dari sunnah Nabi yang wajib diikuti atau tidak?
Sebagian ulama memahami hadis ini dengan kontekstual. Sebab dalam hadis lain disebutkan bahwa larangan memakai pakaian melebihi mata kaki ini karena pada masa itu, pakaian sangat susah, dan bangsa Arab sendiri bukan produsen pakaian, sehingga kalau ada orang yang memakai pakaian melebihi mata kaki, itu dianggap simbol kesombongan dan keangkuhan. Makanya dalam hadis riwayat Ahmad disebutkan:
من جر إزاره بطرا لم ينظر الله إليه
“Orang yang menjulurkan kain sarungnya (melebihi mata kaki) karena kesombongan, Allah tidak akan melihat kepadanya” (HR: Ahmad)
Jadi alasan dilarangan melebihi kain melewati mati kaki itu dianggap identik dengan kesombongan. Kemudian dalam riwayat lain, sahabat Abu Bakar pernah menggunakan celana/sarung yang melewati mata kaki, dan Rasulullah membiarkan, karena ketika ditanya, Abu Bakar tidak terbesit dalam hatinya rasa sombong sedikitpun. Ada ulama yang mengatakan, masalah pakaian ini terkait dengan budaya dan tradisi masyarakat tertentu, kalau memang dalam tradisi dan budaya masyarakat itu memakai celana melebihi mata kaki tidak dinggap sebagai bentuk kesombongan, maka dibolehkan menggunakannya.
Pada masa sekarang, pakaian tidak sesusah dulu. Bahkan, ada banyak pakaian yang harganya juga sangat murah. Dan, orang pada masa sekarang, umumnya, tidak melihat orang yang memakai pakaian yang melebihi mata kaki sebagai bentuk kesombongan. Yusuf al-Qaradhawi pernah mengatakan, semangat hadis larangan isbal, atau memakai pakaian melebihi mata kaki, sebetulnya untuk terhindar dari penyakit angkuh dan sombong.