Berbagai media mengabarkan bahwa Jamaah Tabligh menggelar ijtima’ dunia zona Asia 2020 di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Ijtima’ itu bukan hanya diikuti oleh para peserta lokal dari seluruh Indonesia, tetapi dikabarkan melibatkan ribuan orang dari 48 negara. Kegiatan tersebut tetap dilangsungkan meskipun tidak mendapatkan izin dari pemerintah Kabupaten Gowa.
Agaknya, mereka merasa yakin dan karenanya menjadi keras kepala, bersikap egois, tak peduli kepada nasib orang lain, enggan bekerja sama, tidak menaati ajakan pemerintah, dan dengan jubah kebesarannya itu merasa tidak kuatir dengan wabah virus Corona, karena “kami lebih takut kepada Tuhan!” Begitulah keyakinan mereka.
Saya mendengar salah satu dari berbagai video kegiatan tersebut, di mana ada seorang “ustadz” dalam suatu sesi kegiatan mereka dengan nada agitasi yang meyakinkan ribuan audien Jamaah Tabligh menyatakan sebagai berikut, “Baru satu macam virus Corona datang, seluruh dunia geger! Gampang selesaikan itu Corona, kirim jamaah-jamaah ke tempat Corona! Virus Corona takut sama jamaah, jamaah tidak takut sama Corona! Jamaah hanya takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala!” (ucapan ini disamput pekikan takbir ribuan peserta).
Sang ustadz berjubah dan bersorban ala warga Pakistan itu melanjutkan ceramah provokatifnya dengan penuh semangat, “Allah yang kuasa, Corona tidak berkuasa! La ilaha illa Allah!” (Jamaah pun beramai-ramai menirukan ucapan tahlil itu). “Itu baru dakwah namanya. Menyelesaikan masalah dengan cara sendiri, bertambah masalah, bertambah masalah! Begitu banyak biaya untuk menyelesaikan masalah, (masalah) bukannya berkurang, (tetapi masalah makin) bertambah!”
Jika kita mendengar sepintas “ceramah agama” di atas tanpa merenungkan lebih mendalam atas dasar ilmu keislaman yang sesungguhnya, niscaya kita akan menganggapnya sebagai sebuah kebenaran. Padahal ceramah itu hanyalah merupakan ekspresi keberagamaan seseorang yang sungguh jauh dari ilmu dan hanya didorong oleh hawa nafsu. Perkataan yang membahayakan dan sanggup mencuci otak para pendengarnya yang kebanyakan adalah kaum awam dalam ilmu agama. Mereka tidak lebih adalah sekelompok orang yang semangat beragamanya tinggi, namun tidak memiliki pemahaman (ilmu) agama yang memadai.
Bagaimana mungkin bisa dibenarkan menurut ilmu agama dan menurut akal sehat ketika sang ustadz mengatakan, “gampang selesaikan itu Corona, kirim jamaah-jamaah ke tempat Corona. Virus Corona takut sama jamaah, jamaah tidak takut sama Corona, jamaah hanya takut kepada Allah!”, padahal Rasulullah pernah mengingatkan umatnya agar tidak mendatangi tempat terjadinya wabah agar tidak tertular, dan penduduk di tempat terjadinya wabah itu agar tidak keluar dari tempat kediamannya, agar tidak menularkan. Ucapan sang ustadz dari jamaah tabligh itu jelas keliru karena bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW.,
إذا سمعتم الطاعون بأرض فلا تدخلوها وإذا وقع بأرض وأنتم فيها فلا تخرجوا منها
“Apabila kalian mendengar wabah tha’un melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu.” (Muttafaq ‘alaihi)
Hadis di atas pada prinsipnya menjelaskan tentang pentingnya pencegahan penyakit menular. Mereka yang dari luar daerah yang tidak terserang wabah dilarang memasuki daerah yang terkena wabah agar tidak tertular, sedangkan mereka yang berada di dalam daerah yang terkena wabah penyakit menular tidak boleh keluar darinya, sehingga tidak menularkannya kepada orang-orang yang sehat. Jadi, prinsip ajaran Islam dalam menghadapi wabah apa saja, termasuk Covid-19, adalah jangan sampai tertular dan atau menularkannya. Yang demikian ini sejalan dengan yang kini amat dianjurkan dalam dunia kedokteran modern.
Ekspresi keberagamaan sesaat yang dicontohkan oleh ulah keliru jamaah tabligh di atas amat bertentangan dengan kebijakan banyak pemerintah di berbagai negara, termasuk pemerintah RI, yang memerlukan kerjasama, gotong royong dari seluruh elemen rakyat Indonesia untuk membatasi gerakan yang berusaha memutus mata rantai Covid-19.
Sikap abai, tidak peduli, egois, dan merasa benar sendiri dalam beragama semacam itu tiada lain merupakan kezaliman, sikap sewenang-wenang terhadap kesehatan dan jiwa manusia lain. Sikap jamaah tabligh demikian itu sungguh mencemaskan kita semua jika karena ulah mereka jumlah kasus infeksi Covid-19 menjadi yang tertinggi di Asia.
Saya berdoa, semoga kita semua, termasuk jamaah tabligh itu, diselamatkan oleh Allah Yang Maha Kuasa dari tertular dan menularkan virus Corona, dan kekeliruan sikapnya diampuni oleh-Nya.
*Tulisan ini diambil dari Facebook KH. Ahmad Ishomuddin