Namanya terkenang sebagai salah satu cendikiawan muslim garda depan Indonesia. Pemikiran-pemikirannya hingga kini tetap mengendap dan menginspirasi banyak kalangan muslim tanah air. Dulu semasa muda beliau digadang-gadang sebagai “Natsir Muda”, prototipe sekaligus calon penerus politisi cum cendikiawan muslim modernis yang dikenal sangat cerdas, Mohammad Natsir, yang sering berdebat di media massa dengan Bung Karno dan DN Aidit.
Semasa setelah merampungkan kuliahnya di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (kini UIN) dan selesai aktivitasnya sebagai pimpinan organisasi mahasiswa modernis HMI, Cak Nur bersama Buya Syafi’i Maarif dan Pak Amien Rais melanjutkan studi di Universitas Chicago, Amerika Serikat. Oleh Gus Dur, tiga pendekar modernis ini dikenang dalam sebuah kolom di Tempo dengan judul “Tiga Pendekar Chicago”.
Di kampus Chicago, Cak Nur dibawah asuhan langsung cendikiawan muslim terkemuka neo-modernis asal Pakistan bernama Prof. Fazlur Rahman. Di bawah asuhan Fazlur Rahman tersebut Cak Nur menulis disertasi dalam kajian Islam dengan judul yang fenomenal “Ibn Taimiya on Kalam and Falsafa: A Problem of Reason and Revelation in Islam”.
Dalam disertasi tersebut Cak Nur membuktikan bahwa Ibn Taimiyah tak se-dekaden seperti yang sebelumnya menjadi anggapan umum para cendikiawan muslim dunia. Ada anggapan umum bahwa Ibn Taimiyah adalah salah satu pemikir konservatif yang menjadi rujukan kaum Wahabi. Cak Nur menguak selimut gelap itu.
Gairah penelitian dan tulis-menulis Cak Nur juga dikenal sangat luar biasa. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya buku dan kolom yang dituliskan oleh sang cendikiawan muslim tersebut. Dalam kumpulan karya lengkapnya yang beberapa waktu lalu dihimpun oleh salah seorang muridnya, Dr. Budhy Munawar Rahman, seluruh karya Cak Nur berjumlah 5.031 halaman. Tebalnya bukan main kan?
Sebagai seorang cendikiawan muslim, Cak Nur adalah sosok yang sangat lengkap. Yang paling menonjol darinya adalah beliau sebagai seorang filusuf dan teolog. Jika kita membaca karya-karyanya, kita akan disuguhi penalaran filosofis yang mendalam, ketat dan sekaligus dipenuhi oleh parade berbagai dalil al-Qur’an maupun Hadist.
Banyak hal ditulis oleh Cak Nur, mulai dari filsafat Islam, teologi, kemodernan, keindonesiaan, tema-tema kerakyatan, sejarah peadaban, tradisi, budaya, hingga tulisan-tulisan yang bersifat ceramah keagamaan yang ditulis dengan gaya yang cukup ngepop.
Bikalah, masuk kepada soal inti. Cak Nur sebagai seorang cendikiawan muslim yang tak tertandingi memiliki tulisan khusus yang dipersembahkannya kepada kaum muslim untuk dibaca khusus pada bulan puasa Ramadhan. Tulisan tersebut terbit menjadi sebuah buku dengan judul “30 Sajian Ruhani: Renungan di Bulan Ramadhan”. Buku tersebut terbit pada tahun 1999 dengan penerbit Mizan.
Buku tersebut sepertinya memang benar-benar dipersiapkan oleh Cak Nur, hal ini terlihat dari daftar isinya yang berupa tiga puluh tulisan. Jumlah tiga puluh tulisan tersebut oleh Cak Nur dipersiapkan supaya kaum muslim yang hendak membaca disesuaikan dengan jumlah hari dalam bulan Ramadhan, yakni tiga puluh hari. Menurutnya sendiri diceritakan di kata pengantar bahwa para pembacanya untuk dianjurkan membaca sesuai urut-urutan hitungan hari pada bulan Ramadhan, yakni satu tulisan per hari.
Kumpulan tulisan tersebut pokok bahasannya dikhususkan membahas tentang tema puasa di bulan Ramadhan. Beraneka hal tentang puasa dibahas oleh Cak Nur dalam tiga puluh tulisan tersebut. Dalam tulisan tersebut sangat kental sekali ciri khas gaya kepenulisan Cak Nur, selalu dimulai dari sebuah kutipan ayat al-Qur’an.
Di mulai dari mengutip ayat yang relevan dalam pembahasan tentang puasa, Cak Nur melanjutkan dengan memberikan penafsiran dan penjelasan. Gaya penjelasannya juga sangat khas sekali, nuansa Cak Nur sebagai seorang teolog muslim sangat terlihat sekali pemaparannya sangat runtut, tertata, ketat dan penuh dengan uraian yang luas.
Sebagai seorang cendikiawan muslim yang sangat cerdas, Cak Nur dalam penjelasannya tersebut sangat memikat. Beliau membicarakan puasa dari segi doktrin, filsafat, sejarah dan melalui medium yang sangat bermacam-macam.
Barangkali buku tersebut bagi teman-teman yang ingin mengisi aktivitas di bulan puasa ini dengan materi yang bergizi, buku tersebut dapat menjadi pilihan dan teman yang sangat tepat sekali. Buku tersebut dapat menjadi selingan kita dalam rangka tadarus pemikiran Islam selain, Ngaji Ihya’-nya Gus Ulil Abshar atau Gus Mus yang sedang trend saat ini. Al-Fatihah.
M. Fakhru Riza, penulis adalah pegiat di Islami Institute Jogja.