Beberapa surat di kitab al-Qur’an diawali dengan ayat “gelap” dari segi sintaksis, misalnya ayat yang berbunyi “alif laam miiim” dan “yaa siin”.
Benarkah ayat “alif laam miim” dan yang semacam itu “gelap” dari segi makna atau maksudnya? Jika al-Quran sendiri menyatakan bahwa kitab suci ini adalah “kabar” dan “peringatan”, kenapa sebagian sintaksis ayatnya “gelap” dari segi makna atau maksudnya?
Di antara para penafsir menyatakan bahwa “alif laam miim” dan ayat-ayat semacam itu hanya Allah yang tahu maksudnya. Sebagian penafsir yang lain menyatakan ayat-ayat semacam itu setiap hurufnya merupakan lambang nama-nama Allah, misalnya ayat “alif laam miim”, bahwa alif adalah Allah, laam adalah Lathif dan mim adalah Majid.
Para penafsir yang hidup semasa dengan Nabi Muhammad pun berpendapat tentang ayat “alif laam miim” dan yang semacamnya.
Ibnu Abbas, paman Nabi Muhammad, menyatakan bahwa “alif laam miim” adalah sumpah yang melaluinya Allah bersumpah, merupakan salah satu dari nama-nama Allah.
Sedangkan Ibnu Mas’ud, salah seorang sahabat Nabi Muhammad, berpendapat bahwa “alif laam miim” adalah huruf yang diambil dari huruf-huruf hijaiyyah yang merupakan (salah satu dari) nama-nama Allah.
Para penafsir di Tanah Air tak melewatkan tafsirnya dari ayat “alif laam miim” dan yang semacamnya.
Kiai Bisri Musthofa dalamnya karya tafsirnya yang berbahasa Jawa “Al- Ibriz Lima’rifatil Qur’nil Aziz bil Lughatul Jawiyyah” (1959) membahas ayat “alif laam miim” bahwa “Alif Lam Mim. Lan ugo huruf-huruf kang dadi kawitane Surat Qof, Nun, Shod lan liya-liyane iku ora ono kang pirso tegese kejobo Allah Ta’ala dhewe, mengkono mungguh dawuhe ulama-ulama salaf.” (Alif Lam Mim. Dan demikian pula huruf-huruf yang menjadi pembuka Surat seperti Qof, Nun, Shod dan lain-lainnya itu tak ada yang mengetahui maksudnya selain Allah Ta’ala sendiri, sebagaimana petuah para ulama terdahulu).
Kiai Bisri Musthofa menambahkan pendapat bahwa ada ulama yang berpendapat bahwa maksud Alif Lam Mim adalah Allah Maha Kasih dan Maha Agung.
Lebih jauh dan agak panjang-lebar, dalam kitabnya itu Kiai Bisri membubuhkan pendapat ulama lain bahwa Alif Lam Mim merupakan pembuka pembicaraan untuk menarik perhatian manusia, misalnya tatkala akan mengawali rapat, ketika para peserta rapat telah hadir semua, biasanya mereka berbicara sendiri-sendiri. Jika dalam kondisi demikian ini pemimpin rapat memulai pidatonya, kemungkinan tak dihiraukan oleh peserta rapat. Namun jika pemimpin rapat sebelum berbicara memulainya dengan mengetuk meja, “dok, dok, dok”, para hadirin biasanya akan memerhatikannya. Demikian pun ketika orang-orang mendengar suara yang tak diketahui maksudnya (Alif Lam Mim) akan bangkit perhatiannya.
Begitulah cara Kiai Bisri memberi sorotan cahaya kepada ayat “gelap”, misalnya “alif laam miim” sehingga bisa menerangi pemahaman terhadap maksud ayat yang semacam itu.
Penafsir lain dari Tanah-Air, Muhammad Quraish Shihab, menyatakan dalam karyanya “Al-Qur’an & Maknanya” (2010) bahwa huruf-huruf eja — Alif Lam Mim — menunjukkan mukjizat al-Quran dan untuk menarik perhatian pendengarnya sebab mengandung bunyi yang berirama.
Ada penafsir yang cenderung intuitif, mistikus besar Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, menyatakan “alif laam miim” bermaksud “Wahai manusia yang paling sempurna yang layak bagi kekhalifahan Kami, yang senantiasa menyingkap rahasia-rahasia rububiyah Kami yakni proses pengembangan huwiyah Dzat Kami yang mengalir pada lembaran semesta yang lahir dari-Nya.”
Tradisi tafsir al-Quran sejak masa para sahabat dan masa kini merambahi maksud tersembunyi dari ayat-ayatnya yang “gelap”. Ini merupakan sebuah tradisi yang unik yang bisa memelihara dan menghidupkan makna dan maksud al-Quran dari masa ke masa.
*) Binhad Nurrohmat