Seorang teman mengirim foto di grup WA angkatan. Katanya, foto itu adalah potret karnaval tujuh-belasan di Probolinggo yg sedang heboh. Ada barisan anak-anak didandani mengenakan cadar hitam dan menenteng replika laras panjang. Konon, karena temanya meneladani perjuangan Rasulullah SAW.
Foto, konon ada videonya, kegiatan itu viral karena ada anggapan kegiatan tersebut mendukung kelompok tertentu yg permissif terhadap kekerasan ekstrem dengan melibatkan anak-anak di bawah umur. Kabarnya, anggapan tersebut sudah dibantah. Tetapi ada hal yang menarik dipelajari. Terutama tentang imajinasi sang guru tentang perempuan pada masa Nabi dan bagaimana seharusnya Islam diperjuangkan. Mereka digambarkan mengenakan jubah hitam, memakai penutup muka hitam, dan menenteng laras panjang. Darimana sang guru mendapatkan imajinasi dan visualisasi semacam itu?
Saya kira imajinasi ini tumbuh subur bersamaan dengan tumbuhnya gerakan islamisme, dan hari ini terbantu dgn perkembangan teknologi informasi yang banyak bekerja menggunakan sistem simbol seperti internet dan media sosial. Perjuangan Islam sering divisualkan dengan pedang, senapan, dan kostum tertentu yang menampilkan sisi heroisme militeristik.
Cadar hitam dan senapan laras panjang jelas muncul di era modern. Jika digunakan mengilustrasikan suasana kebudayaan abad ketujuh, tentu anakronistis. Tetapi, apa sebenarnya yg dapat direfleksikan di balik fenomena imajinasi sang guru? Apakah dapat dimaknai bahwa kampanye kelompok yg permissif terhadap kekerasan telah sukses mendominasi gambaran visual masyarakat awam, dan terpinggirkannya gerakan dakwah Islam yang nir-kekerasan?
Dalam perspektif normatif, visualisasi makhluk hidup adalah sesuatu yg terlarang (haram). Tetapi perkembangan teknologi fotografi dan audio visual membuat situasi menjadi berbeda. Hasrat menunjukkan eksistensi diri, identitas kelompok, ataupun ideologi organisasi telah mengubah sikap terhadap visualisasi makhluk hidup. Mungkin, fatwa keagamaan dalam sebuah kelompok tidak berubah, tetapi sikap terhadap fatwa tidak selalu menunjukkan adanya korelasi. Terutama pada generasi yang lebih muda yg biasanya lebih terbuka.
Pada akhirnya, visualisasi makhluk hidup bukan sesuatu yang tabu bagi banyak kelompok muslim hari ini. Masing-masing kelompok muslim kontemporer tentu harus berkontestasi berebut pengaruh. Cadar dan senjata api hanya satu di antara bejibun identitas kelompok dijajakan dalam dunia visual muslim, melalui internet, media sosial dan lainnya. Keduanya mewakili pandangan yg dianggap ideal dalam sebuah komunitas.
Bila benar, produk visual kelompok kekerasan telah menuai sukses membentuk pandangan dan imajinasi muslim tentang bagaimana seharusnya Islam diperjuangkan, agaknya hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi kelompok muslim lain yang lebih setuju jika Islam diperjuangkan dengan cara damai. Perlu ada upaya revitalisasi visual Islam ramah. Infografis, video, meme, dan produk visual lain perlu lebih dikembangkan secara lebih kreatif lagi. Media sosial kita perlu dibanjiri konten-konten nir-kekerasan. Jangan sampai, generasi muda kita lebih suka menyelesaikan masalah dengan jalan kekerasan-destruktif dibanding alternatif-ide yang lebih konstruktif.