Hari-hari ini dengan secara terang-benderang kita melihat, mendengar, membaca dan merasakan caci-maki dan sumpah-serapah hadir di tengah-tengah kita. Golongan A mencaci-maki sedemikian rupa golongan B, demikian sebaliknya. Bahkan, para pejabat negara, termasuk presiden tak luput dari caci-maki dan sumpah-serapah itu. Dalam demokrasi, kritik itu sah dan harus, tetapi bukan berarti harus berisi cacian dan kutukan.
Al-Qur’an jelas melarang perilaku yang suka mencaci atau mengolok-olok itu. Al quran bertutur :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok. Janganlah wanita mengolok-olok wanita yang lain karena boleh jadi wanita yang diolok-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok. Janganlah kamu saling mencaci dan memberi nama ejekan…. ” (QS.AL-Hujurat :11).
Larangan Al-Qur’an di atas justru kita praktikkan dengan penuh khusyuk. Masing-masing golongan dan elemen anak bangsa sibuk saling mengolok-olok, saling mencaci dan menebar kebencian.
Olok-olok itu bisa berupa kata-kata sarkastik, atau gestur tubuh yang menghina, atau gambar (meme) yang merefleksikan simbol ejekan. Sungguh perilaku seperti ini dilarang Qur’an seperti tertuang dalam ayat di atas.
Lebih jauh, dalam ayat berikutnya, Al-Qur’an bertutur ;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang beriman jauhilah kebanyakan dari syak-wasangka, karena sesungguhnya sebagian (besar) prasangka adalah dosa. Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah di antara kamu memakan daging saudaranya sendiri?.., ” (QS. AL-Hujurat: 12).
Artinya, Qur’an melarang keras praktik mencari-cari kesalahan orang lain, termasuk menggunjingnya, menjadikannya bahan gosip.
Jika seseorang melakukan kesalahan, langkah yang tepat bukan mengolok-olok atau menggunjing, tetapi meluruskannya untuk memperbaiki diri. Sesama manusia harus saling menasihati untuk kebajikan bukan saling mengolok-olok.
Bahkan, Al-Qur’an melarang untuk mengolok-olok orang-orang yang menyembah selain Allah, termasuk melarang untuk mencela sesembahan-sesembahan itu.
Al Quran bertutur :
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah karena mereka pasti akan memaki Allah dengan melampaui batas… “(QS.Al an’Am:108).
Di ayat lain, Al Quran juga melarang untuk merusak atau menghancurkan tempat-tempat ibadah, termasuk tempat-tempat ibadah non-muslim.
Al-Qur’an bertutur :
وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لَهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“….dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia atas sebagian yang lain niscaya telah dirobohkan biara-biara nasrani, Gereja-gereja, rumah-rumah ibadah kaum Yahudi, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah… ” (Al-Hajj :40).
Dalam ayat di atas, Allah menolak keganasan manusia yang merusak atau menghancurkan tempat-tempat ibadah.
Pendek kata, menjadi muslim diajarkan untuk menabur cinta dan perdamaian bukan menebar benci dan ketakutan. Islam datang untuk memberi keteduhan dan kesejukan bukan datang untuk mencipta huru-hara dan silang-sengketa.
Tugas seorang muslim adalah menjadi wasit yang mendamaikan, bukan menjadi provokator yang memecah-belah. Caci-maki dan sumpah-serapah jelas bukan watak seorang muslim yang baik, apalagi sampai merusak tempat-tempat ibadah. Astagfirullah hal ‘adzim