Buat Generasi Kita, Bulan Ramadhan Tak Lengkap Tanpa Lagu Religi

Buat Generasi Kita, Bulan Ramadhan Tak Lengkap Tanpa Lagu Religi

Buat Generasi Kita, Bulan Ramadhan Tak Lengkap Tanpa Lagu Religi
Credit: Andrian Martinus Tunai/Liputan.com.

Belum lama, warganet memperbincangkan – lebih tepatnya meributkan – lagu “religi” Ya Tabtab lantunan Nancy Arjam yang dibawakan Sabyan Gambus dalam salah satu acara di televisi swasta. Mereka menganggap lagu itu tidak merepresentasika religiusitas sama sekali. Hal itu, menurutnya, tampak dari liriknya yang tak Islami dan pembawaan lagunya yang berjoget-joget.

Tulisan ini tidak ingin memperuncing keributan perihal lagu Ya Tabtab itu, sebab persoalan yang begitu-begitu agaknya hanya karena begitu rendahnya literasi kebudayaan kita sehingga melihat apa-apa melulu dengan kaca mata hitam dan putih, tanpa ada kemendalaman makna.

Daripada mengajak ribut, tulisan ini akan membahas perihal lagu-lagu religi secara lebih luas dan tak ingin berkutat dengan hal-hal yang njelimet soal definisi mana yang lagu religi betulan dan mana yang palsu. Pokoknya, asalkan lagu-lagu itu semakin mengintimkan Ramadhan kita, itu berarti masuk pembahasan kita. Itu saja patokannya!

Bagi saya sendiri, lagu religi pengiring Ramadhan yang paling sentimental adalah lagu “Marhaban Ya Ramadhan” yang dilantunkan oleh Haddad Alwi dengan seorang anak kecil. Lagu duet tesebut bagi saya punya kekhasan tersendiri. Kombinasi dua karakter suara yang khas agak serak-serak dan polos, yang satu orang dewasa dan satunya lagi anak-anak, sangat menentramkan sekali.

Lagu itu saya dengar pertama kali melalui televisi, entah apa acaranya sudah lupa. Kala itu suasananya adalah sore hari sehabis sembayang Ashar dan kondisi sudah mandi. Di saat badan sedikit lebih segar (meski stamina mulai loyo karena sudah sore), mendengarkan lagu duet Haddad Alwi dan seorang penyanyi cilik itu bikin suasana hati sungguh tenang dan tentram sekali. Suasanyanya bahkan sulit untuk dituliskan.

Lagu religi lain yang tak kalah menentramkan adalah lagunya band Ungu dengan judul “Para Pencari Mu.” Lagu itu mengudara semasa band Ungu masih hits-hitnya dan vokalisnya, Pasha, belum menjadi pejabat daerah.

“Para Pencari Mu” membekas dalam benak saya sebab menjadi soundtrack sinetron Ramadhan “Para Pencari Tuhan” yang kini sudah jilid tiga belas. Saya mengikuti sinetron itu dari pertama kali diproduksi. Saat itu sosok-sosoknya masih ada Zaskia Mecca, Agus Kuncoro hingga grub lawak Bajaj.

Dinamika pencarian iman para pemuda, ditambah bumbu-bumbu kisah romansa, tak lupa pula dengan taburan komedi di banyak dialog dan adegannya, sinetron ini sangat menghibur dan membekas. Keseluruhan cerita itu kemudian dipungkasi dengan sangat paripurna dengan lagu “Para Pencari Mu” itu.

Lagu religi lain yang beberapa tahun belakangan menemani suasana Ramadhan saya adalah lagu-lagu lawasnya Bimbo yang khas itu. Lagu-lagu religi yang konon lirik-liriknya berasal dari puisi-puisi penyair Taufiq Ismail itu, sangat menguras emosi.

Melalui lagu “Sajadah Panjang”, kesadaran dan perasaan kita dibawa hanyut untuk menyadari betapa kecilnya kita sebagai seorang hamba. Lagu itu mengingatkan dengan penuh keterenyuhan bahwa kita sebagai hamba untuk senantiasa bersujud di sajadah yang panjangnya terbentang hingga kuburan kita, ”kuburan hamba.” Intinya, kita wajib beribadah hingga akhir hayat.

Sedangkan melalui lagu “Puasa”, Bimbo mengingatkan kita perihal deskripsi dan keutaman-keutamaan bulan puasa. “..sebulan penuh puasa…Ramadhan bulan mulia … puasa wajib bagi yang beriman..” lirik-lirik itu mengetuk-ngetuk keimanan kita yang sekaligus menampar luapan hawa nafsu kita yang selalu minta dilampiaskan. Dan masih ada sekian lagu religi lain milik Bimbo yang aduhai.

Bulan Ramadhan memang jadi momentum lagu religi. Buat generasi modern, seperti tidak terbayangkan menjalani bulan puasa tanpa lantunan lagu religi di telinga. Lagu “Marhaban Ya Ramadhan” milik Opick yang selalu muncul sebagai pengiring iklan komersil saat Ramadhan tak boleh dilupakan. Nama lainnya yang tak boleh dilewatkan juga adalah lagu-lagu religinya penyanyi Lebanon, Maher Zain. Selain itu, lagu-lagu religi yang beberapa tahun terakhir ini mendapan sambutan yang sungguh meriah jagad musik kita, yakni lagu-lagunya Sabyan Gambus.

Melihat itu, nampaknya musik selalu memiliki daya magisnya tersendiri dan bagi pendengarnya yang tepat, memiliki efek ketentraman psikologis yang kuat. Rinanda Rizky Amelia Shaleha melelui riset jurnalnya “Do Re Mi: Musik, Psikologi, dan Budaya (2019)” mengutip (Marathos dll, 2008) menjelaskan kalau terapi musik efektif dalam meningkatkan kualitas hidup. Sumber lain menyebut juga kalau mendengarkan musik klasik secara signifikan mampu menurunkan emosi negatif.

Perihal musik memiliki kemampuan terapis psikologisnya, agaknya juga diamini penyanyi Kunto Aji. Kunto Aji melalui lirik-lirik lagunya yang kemudian menggelar konser “Mantra-Mantra” itu memberikan terapi kepada pendengarnya ataupun setidaknya turut mengutkan psikis para pendengarnya yang sedang menghadapi terpaan keputusasaan.

Efek terapeutik ini agaknya akan memberikan dampak psikis yang bervariatif tergantung lirik, alunan musik dan tentu saja bagaimana kondisi pendengarnya. Barangkali kalau lagunya Kunto Aji dan Baskara Putra (versi Hindia) yang lirik-liriknya mengutkan jiwa akan menemui pendengarnya tersendiri, yakni orang-orang yang sedang mengalami depresi dan keputusasaan.

Sedangkan lagu-lagu religi akan membangkitkan sisi spiritualitas vertikal pendengarnya kepada Tuhannya. Terlebih hal itu dikondisikan dengan suasana bulan suci Ramadhan yang penuh makna dan kesemarakan. Gairah spiritual yang mulanya sedang dhaif, dibangkitkan secara menyentuh dengan penuh perasaan.

Melihat betapa dalamnya pengaruh musik religi hingga menimbulkan efek emosi positif, nampaknya perlu kita adaptasi untuk keidupan keagamaan yang lebih luas, misalnya dalam ranah dakwah. Agaknya, kita perlu kembali menghidupkan spirit berdakwah melalui musik yang beberapa dekade silam pernah diperjuangkan Bang Haji Rhoma Irama.

Musik nampaknya bakal menjadi solusi kita di tengah kepungan ceramah-ceramah para ustaz yang memupuk sentimen kebencian. Pada musik, kebencian tak memiliki tempat. Orang dapat menangis, mengingat Tuhannya tanpa perlu tahu apa arti dan maksud liriknya. Agaknya, melalui musik lah spirit kosmopolit ajaran rahmatan lil alamin menemui relevansinya.

Lantas, apa lagu religi favoritmu di bulan puasa?

Wallahua’lam bisshawab. [rf]