Melihat Sandiaga Salahudin Uno datang dan meriung di ruang tamu kediaman almarhum Gus Dur di Ciganjur, tiba-tiba saja saya ingat Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. Seperti nasib kebanyakan suami yang sudah menghilangkan Tupperware yang dibeli isterinya, seberapapun hendak dilupakan, orang-orang rasanya masih akan mengingat jika Sandi “punya saham” yang menghantarkan nasib Ahok seperti sekarang ini. Dalam kontestasi yang membawa Sandi menjadi wakil gubernur, Jakarta memang “mendidih” dengan isu agama dan etnis.
Bu Shinta Nuriyah dan Mbak Yenny yang menerima Sandi Senin siang (10/9) itu menyinggung komitmen agar menjadikan pemilu adem. Bu Shinta berpesan agar pengusaha ini ikut menjaga keutuhan bangsa. “Kita berharap komitmen Bang Sandi agar menjaga pemilu ini adem ayem dan tidak ada lagi politisasi SARA,” kata Mbak Yenny pada Sandi.
Mendengar itu, saya lihat Sandi membetulkan posisi duduk. Ia duduk menghadap jendela depan rumah. Di samping kirinya Ibu Shinta, Mbak Yenny di samping kanan. “Saya dan Mas Bowo sangat berkomitmen agar pemilu adem ayem dan menjaga toleransi,” jawab Sandi. Mas Bowo, tak lain Pak Prabowo Subianto, calon presiden yang bakal menantang Pak Jokowi.
Sandi juga bercerita tentang situasi nasional. Ia mengaku memang ada banyak kemajuan yang sudah dilakukan pemerintah Jokowi. “Masalah kita sekarang ini justru pada ekonomi. Jika kita tanya masyarakat, mereka umumnya mengeluh soal harga-harga. Sementara para pengusaha kecil menangah soal pajak,” terangnya.
Untuk menggambarkan harga-harga yang melambung itu, seperti dimuat media, ia menyontohkan tempe yang sudah setipis anjungan tunai mandiri (ATM) dan seratus ribu rupiah hanya dapat membawa pulang cabe-bawang. “Tapi, tempe mendoan ini tidak setipis ATM ya …,” kata Sandi disambut tawa Bu Shinta dan Mbak Yenny. Siang itu Sandi memang disuguhi tempe mendoan. Ia tak makan karena alasan berpuasa dan meminta dibungkus untuk dibawa pulang.
Sandi bercerita bagaimana ia bisa dipilih sebagai calon wakil presiden. Apa yang terjadi dalam koalisi dan Ijtima’Ulama yang hasilnya diabaikan Pak Prabowo, termasuk komunikasi dengan tim Pak Jokowi. Seperti biasa politik selalu dinamis dan tak bisa hitam-putih. Rupanya ada pula rencana memasangkan Pak Jokowi dengan Pak Prabowo agar situasi bangsa lebih tenang.
Saya juga tertarik dengan cerita putera pengusaha Mien Uno itu tentang Gus Dur. Saat awal-awal Gus Dur jadi presiden, investor asing tak terlalu percaya untuk menanamkan modal di Indonesia. Negara ini dinggap tak aman untuk investasi. Salah satu cara meyakinkan mereka adalah mempertemukan dengan Presiden RI. Singkat cerita Sandi dan sejumlah pengusaha asing akhirnya bertemu Gus Dur.
Di tengah-tengah Sandi bicara tentang ekonomi, kepala Gus Dur jatuh lunglai, tertidur dan mendengkur. Sandi bingung dan menghentikan pembicaraan. Tapi seorang pejabat memberi kode untuk terus melanjutkan pembicaraan. Sandi melanjutkan. Dilanjut obrolan penguasaha-pengusaha asing tadi. Selesai mereka bicara, Gus Dur terbangun. Gus Dur menyetujui tantangan global yang tengah dihadapi seperti dibicarakian.
Bahkan Gus Dur minta sebuah buku tentang ekonomi dan globalisasi yang pernah ia baca sebelumnya. Sandi terkaget-kahget. Juga para pengusaha asing itu. Tapi karena itu mereka percaya untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Mereka mengakui keluasan pandangan Gus Dur.
Pertemuan dua jam ini diakhiri dengan pernyataan di muka pekerja pers yang sudah berkerumun di depan pintu rumah keluarga almarhum Gus Dur. Setelah itu Sandi pamit. Saya masih menunggu bagaimana wajah pemilu 2019. Hari ini, kata Sandi, Mas Bowo akan juga silaturrahim ke Ciganjur.