Peristiwa ledakan di Madinah, Qatif, dan Jeddah rupanya diikuti dengan self denial mode, penyangkalan, di sebagian umat muslim. Rasa tak percaya bahwa Kota Nabi yang suci, yang dijaga jutaan malaikat, kok bisa diserang teroris. Kayaknya nggak mungkin, deh, begitu reaksi yang ada.
Mari kita cek argumen orang yang menyebut bahwa peristiwa ledakan di Madinah hanyalah tipuan. Menurut orang ini, yang mengaku ada di kompleks Masjid Nabawi pada malam kejadian, tak ada suara ledakan. Juga tak ada kehebohan. Semua aman dan damai, begitu kira-kira menurut orang ini.
Persoalannya, apakah jika dia tak mendengar dan melihat kehebohan, maka artinya tak ada ledakan di kompleks Masjid Nabawi? Rilis resmi KBRI Jeddah sudah membenarkan bahwa ada ledakan di Madinah, Qatif, dan Jeddah. Begitu juga berbagai media internasional, sudah membenarkan peristiwa itu. Rekaman video dari orang yang menyaksikan ledakan juga telah beredar. Namun, masih juga orang menghembuskan penyangkalan, menyatakan bahwa ledakan itu dusta belaka. Bahwa aksi teror itu tipuan media saja.
Sejauh yang saya baca dari berbagai situs, BBC, CNN, Al Jazeerah, ledakan memang terjadi di pos keamanan Masjid Nabawi bukan di pusat jamaaah beraktivitas. Intensitas ledakan mungkin juga tidak terlalu besar mengingat jumlah korban. Namun, bukan soal jumlah korban yang menjadi inti soal. Teroris ini sudah berani unjuk gigi di kota yang suci, Kota Nabi, sebuah serangan yang sangat kurang ajar. Dengan aksi yang begitu kurang ajar, maka wajarlah jika semua media meliput serangan itu.
Reaksi selanjutnya, masih dalam rangkaian self denial, adalah menyalahkan pihak lain. Ada yang bilang bahwa ini konspirasi dunia melawan Islam, termasuk media yang dituding berlebih-lebihan meliput, membesar-besarkan peristiwa ledakan itu. Penyangkalan terus berlanjut, dengan menyebut bahwa pasti semua ini dalangnya adalah Israel, Amerika, dan seterusnya. ISIS, kan, buatan Amerika, begitu komentar yang muncul. Saya jadi ingat anak kecil yang dibiasakan menyalahkan orang/pihak lain, kalau jatuh…eh, lantai yang disalahin, padahal lantai itu nggak ngapa-ngapain.
Memang gampang, sih, menyalahkan orang dan pihak lain. Menuding adanya konspirasi ini dan itu di balik segala hal juga sangat mudah. Namun, pernahkah para alim-ulama secara serius melihat ke dalam diri? Pertikaian, wahabi-sunni-syiah, kebodohan, kemiskinan, ketidakpedulian pada kemanusiaan –yang penting mengejar surga, telah menyuburkan radikalisme yang mematikan.
Istambul, Baghdad, Bangladesh, Madinah, Solo, adalah seruan pengingat bagi kita.
#PrayForHumanity #BerdoaUntukKemanusiaan
*) Mardiyah Chamim