Sebagaimana diketahui, shalat berjamaah lebih utama dibanding shalat sendirian. Dalam shalat berjamaah mesti ada imam dan makmum. Seyogyanya, seorang imam harus mengetahui situasi makmum yang berada di belakangnya. Terutama dalam konteks masyarakat perkotaan yang disibukan dengan pekerjaan. Karena kalau terlalu lama shalat berjamaah akan menyebabkan makmum tidak fokus dan pikirannya melayang entah ke mana.
Sebab itu, kalau masjidnya terbuka untuk umum, bacalah ayat yang tidak terlalu panjang dan sesuai dengan kondisi makmum. Kecuali kalau masjid khusus, misalnya masjid pesantren yang memang makmumnya dari kalangan pesantren itu sendiri. Tapi kalau masjid umum, lebih baik tidak membaca ayat yang terlalu panjang.
Rasulullah sendiri pernah menegur Muadz bin Jabal karena menjadi imam dalam shalat Isya dan membaca ayat yang panjang, Rasul berkata:
أَتُرِيدُ أَنْ تَكُونَ فَتَّانًا يَا مُعَاذُ إِذَا أَمَمْتَ النَّاسَ فَاقْرَأْ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا. وَسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى. وَاقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ. وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى
“Apakah engkau ingin membuat orang lari dari agama, wahai Mu’adz? Jika engkau mengimami orang-orang, bacalah surat Asy-Syams, Adh-Dhuha, Al-A’laa, Al-‘Alaq, atau Al-Lail.” (HR. Muslim)
Dalam hadis lain, Rasul mengatakan, “Jika salah seorang di antara kamu shalat bersama orang-orang atau mengimami shalat, hendaklah ia meringankan bacaan, karena di antara mereka itu ada yang lemah, orang yang sakit dan orang yang sudah tua. Tetapi jika ia shalat sendirian, hendaklah ia memanjangkan bacaan menurut kehendaknya” (HR: Muslim).