Nafkah lahir dan batin merupakan hak seorang istri yang diperoleh dari suami dalam suatu pernikahan. Nafkah lahir yaitu sesuatu yang diberikan suami kepada istri dalam bentuk yang terlihat secara langsung seperti makanan dan minuman, pakaian, serta tempat tinggal. Sebagaimana Allah berfirman dalam Alquran surat At Thalaq ayat 6.
Dalam ayat tersebut Allah berfirman, “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin. Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (At Thalaq: 6)
Sedangkan nafkah batin adalah nafkah yang diberikan kepada istri berupa kebahagiaan dan pemenuhan kebutuhan biologis sang istri. Kebutuhan biologis yang terpenuhi akan sangat mempengaruhi keharmonisan hubungan keluarga. Sebab harta yang melimpah dan wajah tampan seorang suami terkadang tidak dapat menggantikan nafkah batin apabila kebutuhan biologis sang istri tak terpenuhi dengan baik.
Terkadang, beberapa jenis pekerjaan harus membuat seorang suami jauh dari istri. Sehingga nafkah batin yang juga diperlukan oleh seorang istri pun tak terpenuhi. Selain itu, ada pula beberapa suami yang merasa tidak menyukai sifat atau perbuatan sang istri kemudian menghukumnya dengan tidak memberi nafkah batin. Lalu berapa lama batasan waktu bagi seorang perempuan untuk tidak mendapatkan nafkah batin dari sang suami?
Seluruh aspek kehidupan termasuk dalam hal berumah tangga telah diatur dalam islam untuk menjaga keutuhan rumah tangga umatnya. Menurut pendapat Ibnu Hazm, suami wajib memenuhi kebutuhan biologis istrinya sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan jika ia mampu. Hal tersebut dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 222-223.
Dalam ayat tersebut Allah berfirman, “Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu… Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya” (QS. Al Baqarah: 223)
Sedangkan menurut Imam Ahmad, batas minimal suami tidak memberikan hak biologis istrinya dalah empat bulan. Pendapat tersebut berdasar pada ketetapan yang dibuat oleh Amirul Mukminin, Umar bin Khattab. Di masa itu, banyak kaum laki-laki yang pergi berperang namun ada istri yang sedih ditinggal oleh suaminya untuk berperang. Umar bin Khattab pun mengetahui hal tersebut saat Beliau menjumpai sebuah rumah dan mendengar syair seorang wanita yang sedih ditinggal suaminya berperang.
Hal tersebut membuat Umar bin Khattab gundah dan bertanya kepada putrinya yang bernama Hafsoh. Beliau menanyakan berapa lama seorang wanita mampu bertahan tanpa suaminya. Lalu Hafsoh menjawab, “Sekuat-kuat wanita dia hanya bisa bertahan selama empat bulan.” Kemudian sejak saat itu Umar menyuruh pasukan yang sudah empat bulan di medan perang untuk pulang ke rumah.
Sedangkan bagi istri yang nusyuz (membangkang), seorang suami boleh mendiamkan istrinya di atas ranjang jika sang istri tidak taat kepadanya, dan tidak menunaikan hak suaminya. Sang suami boleh mendiamkannya sampai dia bertaubat sesuai firman Allah, “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An Nisa’: 34)
Dengan demikian, ada beberapa pendapat yang menyebutkan terkait berapa lama seorang perempuan tak mendapatkan nafkah batin dari suami. Pertama menurut pendapat Ibnu Hazm yaitu sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan. Jika kondisinya tidak memungkinkan, maka jika ditilik dari penuturan Hafsoh putri Umar bin Khattab maka batasannya minimal empat bulan lamanya. Wallahu a’lam.