Benarkah mayat akan diazab lantaran tangisan keluarga atau kerabatnya yang masih hidup? Tidak, dalam suatu riwayat Hadis dijelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
إنَّ اللَّهَ لا يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ وَلا بِحُزْنِ الْقَلْبِ ، وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا ، وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ
“Sesungguhnya Allah SWT tidak mengazab mayat disebabkan tangisan, tidak juga diazab sebab hati yang bersedih. Akan tetapi mayat akan diazab sebab “ini”, dan Rasulullah SAW menunjuk ke arah lisan”. (HR. Muttafaq ‘Alayh)
Mayat akan mendapat azab sebab tangisan yang berlebihan sampai lisan mengeluarkan perkataan-perkataan tercela yang tidak diridhai Allah SWT. Ratapan yang berlebihan tersebut menunjukkan bahwa tidak ikhlasnya hati dengan ketentuan Allah SWT. Jadi, tangisan sebetulnya tidaklah menyebabkan mayit diazab, akan tetapi tangisan yang berlebihan, ratapan yang melampaui batas (niyahah) sehingga lisan mencela, mengeluarkan perkataan yang kurang baik yang dapat menyebabkan mayit diazab. Rasulullah SAW juga bersabda:
من نيح عليه يعذب بما نيح عليه يوم القيامة
“Siapa yang diratapi maka ia akan disiksa pada hari kiamat disebabkan ratapan yang ditujukan kepadanya”. (HR. Muttafaq ‘Alayh)
Imam Nawawi menjelaskan dalam kitab Syarh Shahih Muslim bahwa Quradzah bin Ka’ab adalah penduduk kufah yang menangis berlebihan, meratapi mayat melampaui batas (niyahah). Penjelasan terkait Hadis “sesungguhnya mayit akan diazab sebab tangisan keluarganya” bahwa Aisyah menolak makna zahir Hadis tersebut dengan dalil Firman Allah SWT “…dan kamu tidak akan menanggung dosa orang lain….”. Aisyah menjelaskan bahwa saat Rasulullah SAW melewati kaum Yahudi yang meninggal, sedang saat itu keluarganya menangisi, lalu Rasulullah SAW bersabda bahwa kaum Yahudi tersebut akan diazab. Nah, maksud diazab di sini adalah sebab kekafiran orang Yahudi bukan tangisan keluarganya.
Kemudian Imam Nawawi menambahkan bahwa ulama berbeda pendapat dalam memahami Hadis yang berkaitan dengan diazabnya mayat sebab tangisan keluarga dan kerabat yang masih hidup. Namun, mayoritas ulama (jumhur) berpendapat bahwa itu berlaku pada seseorang yang berwasiat kepada keluarganya untuk diratapi saat kematian datang. Kemudian, keluarga yang ditinggalkan melaksanakan wasiat tersebut. Karena sebagian orang arab melakukan tradisi tersebut. Wallahu a’lam.