Suatu ketika terjadi dialog panjang antara Nabi Ibrahim dengan ayahnya tentang pembuatan dan penyembahan berhala. Azar, nama yang diisyaratkan Al-Qur’an sebagai ayah Nabi Ibrahim adalah seseorang penyembah dan pemahat berhala pada masanya. Dialog tersebut dikisahkan dalam Al-Qur’an, sebagian terekam dalam surah al An’am ayat 74:
“Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala sebagai Tuhan-Tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.”
Dimaksud sebagai kesesatan yang nyata, karena pada dasarnya berhala tersebut adalah benda yang diciptakan sendiri oleh Azar.
Baca juga: Fungsi Berhala Pada Masa Arab Jahiliyah Pra-Islam
Saya pernah mendengar penjelasan Lora Ismael al-Kholilie, salah satu cucu Kyai Kholil Bangkalan tentang ayat ini. Menurutnya, sebagian besar ulama menukil kesepakatan bahwa Azar adalah kafir. Namun yang menjadi persoalan adalah adanya hadis yang menyatakan bahwa nasab leluhur Nabi Muhammad SAW sampai kepada Nabi Adam terjaga kesuciannya. Lalu bagaimana dengan Azar yang notabenenya adalah ayah dari Nabi Ibrahim, sedangkan Nabi Ibrahim adalah salah satu kakek moyang Nabi Muhammad?
Memang terjadinya perdebatan di kalangan para mufassir. Sebagian berpendapat bahwa Azar bukanlah ayah kandung Nabi Ibrahim, sebagian lain berpendapat bahwa Azarlah ayah kandung Nabi Ibrahim. Perdebatan tersebut didukung dengan dalil yang sama kuatnya. (‘Identitas Azar dalam Literatur Tafsir Nusantara‘: artikel jurnal karya Edy Sukma Baihaki)
Pendapat yang mengatakan bahwa Azar bukanlah ayah kandung Nabi Ibrahim mengacu pada hadis terjaganya kesucian nasab para nabi. Seperti diriwayatkan oleh Ibn Abbas bahwa Nur Muhammad tercipta sebelum Allah menciptakan Nabi Adam, lalu berpindah dari tulang rusuk /sulbi yang suci ke rahim yang suci.
Ada juga hadis yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Adi dan at-Thabrani melalui ‘Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulallah bersabda, ‘Aku dilahirkan melalui pernikahan, bukan perzinaan sejak Adam hingga aku dilahirkan oleh bapak dan ibukku. Aku tidak disentuh sedikit pun oleh kotoran Jahiliah’. Dengan kata lain leluhur nabi tidak ada yang menyimpang dari ajaran agama Tauhid.
Kata ab (أب), dalam dialog Nabi Ibrahim dengan Azar yang terekam dalam Al-Qur’an, tidak bisa serta merta menunjukkan bahwa ia adalah ayah kandung Ibrahim. Salah satu ahli tafsir bernama al-Musthafawi mengatakan, makna tunggal kata ab (أب) adalah pemelihara, baik dalam bentuk materi maupun non materi, karena pada realitanya kata ab أب)) dapat digunakan untuk menunjukan orang tua, paman, kakek, guru dan lain-lain. Secara umum kata ab (أب) juga dapat diartikan untuk menunjukkan orang yang sangat dekat dan berperan penting dalam kehidupan seorang anak.
Baca juga: Benarkah Dosa Riba Lebih Berat dari Berzina?
Sebagian mufassir beranggapan bahwa kata ab (أب) yang diucapkan Nabi Ibrahim dalam pemanggilan Azar bermakna paman nabi atau kakek dari ibu Nabi Ibrahim. Seperti halnya Nabi Muhammad yang memanggil paman beliau Abu Jahal dengan sebutan ab (أب). Hal ini sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab dalam memanggil paman dengan sebutan tersebut.
Menurut sebuah riwayat ada yang mengatakan bahwa ayah kandung Nabi Ibrahim sendiri bernama Tarakh yang tidak pernah menyembah berhala.
Sedangkan sebagian ulama tafsir lain yang beranggapan bahwa Azar adalah ayah kandung Nabi Ibrahim memiliki alasan bahwa tidak menutup kemungkinan ada leluhur Nabi Muhammad yang musyrik. Mereka berpendapat, yang di maksud dalam hadis tersebut adalah bahwa leluhur nabi terhindar dari hamil di luar nikah. Ada juga yang berpendapat bahwa tidak menjadi masalah jika terdapat leluhur nabi yang musyrik, karena kenabian tidak berkaitan dengan ikatan keluarga dan nasab. Kata ab (أب) dalam konteks tersebut ditafsirkan sebagai ayah kandung dan Tarakh adalah nama lain Azar dalam kitab Taurat.
Dari perdebatan identitas Azar, banyak para mufassir yang kebingungan untuk menentukan sikap dalam menafsirkan persoalan hadis tentang kesucian nasab para nabi tersebut. Mufassir seperti M Quraish Shihab memilih diam, tidak banyak berkomentar demi menghindari perdebatan yang berkepanjangan, serta berusaha netral. Walaupun pada kenyataannya beliau cenderung beranggapan bahwa Azar bukanlah ayah kandung Nabi Ibrahim.
Tafsir Al-Mishbah sendiri, lebih banyak menghadirkan pandangan mufassir yang menolak pendapat Azar ayah kandung Nabi Ibrahim meski dalam terjemahan beliau tetap menggunakan kata ‘bapak’.