Tahukah kamu, siapa sosok yang paling sering disebut namanya di dalam Al-Quran? Sosok yang kisahnya paling panjang diceritakan? Jawabannya ialah Nabi Musa AS. Nabi Musa AS mengajarkan kita untuk menerima kekurangan kita.
Dalam Al Quran, Nabi Musa AS. disebut sebanyak 136 kali. Penyebutan nama ini merupakan yang terbanyak di antara seluruh nabi dan rasul. Hal ini mengindikasikan bahwa beliau merupakan sosok yang istimewa. Kisah-kisahnya diceritakan secara rinci dalam surat Al Baqarah (2), Al A’raf (7), Thahaa (20), dan Al Qashas (28).
Nabi Musa AS adalah salah satu dari rasul pilihan yang mendapat gelar Ulul ‘Azmi—bersama nabi Nuh, Ibrahim, Isa, dan Muhammad—karena memiliki ketabahan luar biasa menghadapi cobaan dalam menjalankan perintah dakwah. Dalam surat Thahaa ayat ke-40 disebutkan bahwa, “Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan (yang berat)”. Lewat banyaknya ujian dan rintangan yang diberikan, ditinggikanlah derajat Nabi Musa AS dan hal itu pula yang memberikan banyak ibrah (pelajaran) kepada generasi-generasi selanjutnya, termasuk kita.
Dalam riwayat, ketika Nabi Muhammad SAW sedang menghadapi banyak ujian dalam dakwahnya. Allah lalu menurunkan surat Thahaa yang berisi kisah-kisah tentang Nabi Musa AS sebagai obat untuk meneguhkan hati beliau. Kisah-kisah Nabi Musa AS ini patut kita renungkan dan ambil hikmahnya untuk semakin menguatkan keimanan kita. Salah satunya adalah hikmah tentang kekurangan Nabi Musa AS.
Nabi Musa AS memiliki kekurangan dalam berbicara. Beberapa tafsir mengatakan beliau tidak lancar dan terbata-bata dalam berbicara. Hal itu disebabkan Nabi Musa AS pernah memasukkan bara ke mulut sehingga melukai lidahnya saat masih kecil.
Diceritakan ketika itu Nabi Musa as. menarik janggut Fir’aun sehingga membuatnya marah lalu berfirasat bahwa anak kecil ini yang akan menantang dan menghancurkannya kelak. Namun hal itu disanggah oleh Asiyah binti Muzahim, istri Fir’an, dengan mengatakan ‘tidak mungkin’, karena nabi Musa AS hanyalah anak kecil yang suci. Kemudian diberikan pilihan kepada Nabi Musa AS kecil untuk memiliki antara batu permata dan bara api. Akhirnya Nabi Musa AS memilih bara api dan memakannya.
Atas kekurangan itu, Nabi Musa AS berdoa, “Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku.” (Q.S. Thahaa (20): 25-27.
Di sinilah pelajaran berharga bisa kita petik. Coba kita renungkan, Nabi Musa AS yang memiliki kekurangan dalam berkata-kata diberi kehormatan untuk berbicara langsung dengan Allah SWT—hal ini membuat Nabi Musa AS juga dikenal dengan julukan Kalimullah (orang yang diajak bicara langsung oleh Allah).
Ia juga dipilih untuk menyampaikan kebenaran, mendakwahi manusia paling angkuh, paling sombong, dan paling jahat di seluruh muka bumi, Fir’aun. Hal tersebut merupakan tugas yang teramat berat. Namun, apakah Nabi Musa AS. lalu menolak perintah tersebut? Tidak. Beliau percaya, ketika Allah memutuskan bahwa ia yang harus memikul beban itu berarti ia adalah orang yang tepat dan mampu untuk menjalankan misi tersebut.
Dalam hidup ini, kita sering berhadapan dengan ujian-ujian, baik berupa cobaan ataupun tanggung jawab yang berat, dan kita merasa mustahil untuk melewatinya, kemudian mengeluh dan akhirnya menyerah. Tetapi, coba renungkan sekali lagi. Jika kita berpikir tidak mampu untuk melalui suatu ujian, Allah tidak berpikir demikian. Ketika Allah menghadirkan suatu ujian untuk hamba-Nya, Allah Maha Tahu bahwa hamba tersebut pasti bisa untuk melewatinya.
Mari kita tengok surat al-Baqarah ayat 286.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
Ketika misalnya, Allah memberikan kita amanah sebagai pemimpin di dalam organisasi, walau mungkin kita merasa ragu dengan kemampuan kita, tetapi percayalah bahwa kita pasti bisa, sebab Allah telah memilih kita.
Ketika kita merasakan beratnya ujian dalam berdakwah, maupun cobaan dalam hidup, maka belajarlah dari Nabi Musa AS yang tidak mundur sedikit pun dan ia percaya mampu melewatinya, karena, sekali lagi, Allah telah memilihnya.
Kisah Nabi Musa AS ini mengajarkan kita, bahwa orang-orang hebat lahir karena percaya kepada Allah bahwa ia akan dimampukan mengatasi kelemahan dan menaklukkan tantangan yang dihadirkan dalam hidupnya. (AN)
Wallahu a’lam