Seorang aktivis HTI mengajak Tuan Guru Bajang Zainul Majdi untuk berjuang mendirikan khilafah. Pasalnya, aktivis HTI yang bertanya dalam diskusi tersebut menilai umat Islam dalam kondisi lemah, tidak berdaya, tidak ada pemimpin Muslim yang kuat, dan kita tidak mampu membantu persoalan umat Islam di negara lain, karena dibatasi sekat negara. Lahirnya negara bangsa dipahami HTI sebagai pemecah-belah persatuan umat Islam.
TGB memahami lahirnya negara bangsa berbeda dengan aktivis HTI. Menurut alumni Al-Azhar tersebut, lahirnya negara bangsa memiliki konteks. Konteks kelahiran negara bangsa Indonesia berbeda dengan Timur-Tengah. Negara bangsa di Timur-Tengah kerapkali dikritik karena memecah-belah kekuatan umat Islam, yang sebelumnya berada dalam naungan satu pemerintahan. Sementara di Indonesia, negara bangsa justru menyatukan, tidak memecah-belah.
“Banyak sekali kerajaan di Indonesia ketika lahir Indonesia, kekuatan kecil itu menyatu menjadi kekuatan besar umat Islam yang ada di Indonesia” Ungkap Tuan Guru Bajang.
Konteks lahirnya negara bangsa dan tumbuhnya nasionalisme itu perlu diperhatikan agar tidak salah kaprah. “Mari kita cermati konteks lahirnya negara bangsa, tumbuhnya nasionalisme” Kata Tuan Guru Bajang. Kemudian, membantu umat Islam yang ada di negara lain, tidak mesti kita berada dalam satu pemerintahan atau satu kekhalifahan. Dalam sistem negara bangsa pun membantu saudara di negara lain sangat memungkinkan. Masalahnya sebetulnya bukan pada bentuk negara, tetapi kesadaran.
“Masalahnya bukan di satu khalifah atau tidak. Tapi bagaimana kesadaran. Membangun kesadaran itu penting. Membangun kesadaran bisa dilaksanakan apapun sistem pemerintahan. Karena kesadaran itu tumbuh di tengah-tengah kita” Tegas Tuan Guru Bajang.
TGB mempertanyakan kenapa Hizbut Tahrir tidak membaiat Abu Bakar al-Baghdadi, pimpinan ISIS, sebagai khalifah. Padahal al-Baghdadi sudah memploklamirkan diri sebagai khalifah. “Kenapa tidak dibaiat saja? Kan sudah ada, ngak usah capek-capek nyari” Tanya TGB. Pertanyaan ini diajukan sebagai kritik terhadap pendukung khilafah. Faktanya, penerapan dari gagasan khilafah tidak seindah dan semudah yang dikampanyekan.
“Teman-teman yang mengusung ide kekhalifahan pun, ketika sampai pada tataran praktis, konkrit, bagaimana mengimplementasikan, itu pun serta merta tidak berbanding lurus dengan teori-teori yang disampaikan” Tegas Tuan Guru Bajang.