Manusia diciptakan berada di tengah-tengah antara dua alam, yaitu alam ruh dan alam materi. Di alam ruh manusia ada kemiripan dengan para malaikat yang tidak makan, tidak minum, tidak mendurhakai perintah Allah dan senantiasa mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya. Sedangkan di alam materi manusia lebih mirip dengan hewan yang tidak punya keinginan kecuali makan, minum dan mendapatkan kelezatan dengan memperturutkan nafsu seksualnya.
Manusia berada di tengah antara karakter malaikat dan hewan, karena Allah menciptakannya dari dua sifat alam itu, yaitu alam materi dan alam ruh. Sehingga pada manusia ada akal dan ruh, dengan dua bekal ini manusia mampu naik mencapai posisi para malaikat, dan padanya juga ada tubuh dan syahwat yang dengan sebab memperturutkan keduanya maka manusia turun sejajar dengan posisi hewan-hewan atau lebih sesat lagi.
Manusia bisa tetap berada dalam kebaikan sepanjang ia mampu menjaga keseimbangan di antara sifat ruhani dan sifat materinya, sehingga salah satunya tidak mengalahkan yang lainnya. Keseimbangan tersebut penting artinya agar manusia amanah dalam mengemban tugas yang diserahkan oleh Allah kepadanya, yakni sebagai khalifah di bumi-Nya untuk memakmurkannya dan menghiasinya dengan ibadah.
Kepentingan ajaran Islam hanyalah menunjukkan jalan utama yang harus ditempuhnya, yang dengannya manusia sanggup menjaga keseimbangan (al-tawazun) dan menjadikannya hidup di muka bumi bagaikan para malaikat yang taat beribadah serta berjuang menundukkan hawa nafsunya agar meraih kesuksesan dan kebaikan.
Puasa Ramadhan hanyalah salah satu sarana agung dalam Islam dan termasuk salah satu ibadah agar orang beriman yang berpuasa memasuki alam ruhani (spiritual) dan mencicipi kenikmatannya, sedangkan dirinya masih berada di muka bumi. Puasa tersebut berfungsi untuk menjaga pelakunya dari pengaruh buruk alam materi yang ada pada dirinya.
Orang yang berpuasa akan menahan dan mencegah dirinya dari memperturutkan dorongan syahwat (rasa ingin) karena melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Oleh karena itu, puasa berfungsi sebagai penjaga manusia yang berpuasa agar bersih dan suci dari dosa-dosa, yakni apa saja yang merusak setiap orang atau bahkan merusak masyarakat.
Hujjat al-Islam al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya’ ‘Ulum al-Din memandang bahwa puasa adalah sarana untuk mengalahkan musuh Allah, karena syahwat adalah sarana bagi syetan. Oleh karena itu, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya setan itu mengalir pada tempat aliran darah anak keturunan Adam (manusia), maka sempitkanlah tempat-tempat mengalirnya itu dengan lapar (puasa).”
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda kepada kami, “Wahai sekumpulan pemuda, barang siapa di antara kalian telah mampu memberi nafkah batin (dengan syarat mampu memberikan nafkan lahir) maka hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih bisa memejamkan (memelihara) mata dan lebih menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu (menikah), maka ia harus berpuasa, karena puasa adalah benteng pelindungnya.”
Puasa Ramadhan ibarat madrasah, sekolah, yang mempersiapkan para muridnya untuk siap menghadapi hidup yang penuh kompetisi. Maka dengan berpuasa sepanjang Ramadlan itu manusia beriman yang berpuasa diajari agar bersikap jujur, amanah, menepati janji, sabar, mendidik jiwa agar memiliki keberanian dan mendorong pelakunya agar hidup sehat dan hidup lebih mulia.
Mereka yang beribadah puasa Ramadhan dengan ikhlas dan sempurna, menunaikan apa saja yang diwajibkan dan menutupi kekurangan-kekurangannya dengan mengerjakan apa-apa yang disunnahkan, pastilah menjadi insan yang bertaqwa kepada Allah sepanjang hayatnya.