Mikroplastik ada di sekitar kita dan begitu bahaya. Permasalahan tentang kerusakan alam akibat sampah selalu menarik dan sexy untuk diperbincangkan. Bumi tempat kita hidup dan semua proses alamiah di dalamnya tidak bisa lepas dari tingkah manusia. Nyatalah, sebagai mahkluk yang diberi akal dan pikiran sebelum bertindak, kita adalah makhluk paling sempurna. Lebih dari itu, amanah sebagai “Khalifah fil ardl” (pemimpin di bumi) melekat di pundak setiap pribadi seseorang.
World Economic Forum (2020) merilis hasil riset yang mengemukakan bahwa Indonesia menghasilkan sampah plastik sebesar 6,8 Ton per tahun. Dengan angka tersebut, Sampah plastik yang mengalir ke perairan nasional tembus sampai angka 30% antara tahun 2017-2025. Artinya, Tumpukan sampah plastik sebanyak 620.000 Ton akan menjadi 780.000 Ton setiap tahunnya jika tidak segera diatasi.
Dari paparan hasil riset di atas, muncul bahaya lainnya yaitu mikroplastik. Jika plastik mudah kita jumpai di banyak tempat, maka beda halnya dengan mikroplastik. Sampah jenis ini mempunyai ancaman bahaya laten karena ukurannya yang sangat kecil.
Selain skala nasional, ancaman mikroplastik juga menjadi isu global. Sampah jenis ini berukuran kecil lebih dari 5 mm dan dibagi menjadi dua jenis, mikroplastik primer dan sekunder.
Mikroplastik primer terdiri dari hasil produksi plastik yang dibuat dalam bentuk mikro seperti scrub/microbeads sedangkan mikroplastik sekunder adalah pecahan atau hasil dari fragmentasi plastik yang lebih besar, contohnya seperti fragmen, granul, filamen, fiber (Zhang, dkk, 2017).
Karena ukurannya yang lebih kecil ini, memungkinkan bisa masuk ke dalam tubuh biota laut seperti bivalvia, ikan dan lainnya. Akibatnya, polutan ini dapat masuk dalam rantai makanan (aquatic food chain) sehingga berdampak buruk pada kesehatan manusia.
Proses masuknya polutan mikroplastik ke dalam rantai makanan biasanya kurang disadari oleh masyarakat umum. Misalnya, pedagang yang menjual ikan, seafood atau biota laut lainnya. Maka dapat dikatakan ada semacam pemalsuan karena biota laut yang dijual sudah tidak 100% aman dan sehat dari seharusnya karena di dalamnya mengandung cemaran polutan plastik.
Bahaya yang ditimbulkan pada manusia adalah bila mikroplastik berada dalam lumen, maka dapat berinteraksi dengan darah melalui proses adsorpsi dan akan mengisi protein dan glikoprotein. Hal tersebut dapat mempengaruhi kekebalan tubuh dan pembekakan usus. Ukuran mikroplastik yang sangat kecil juga memungkinkan transportasi ke jaringan organ lain (Hoolman,2013).
Menurut UU No.18 Tahun 2012, keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Keberadaan mikroplastik dapat dikategorikan sebagai cemaran yang berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat sehingga tidak memenuhi standar keamanan pangan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 41 yang artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (dampak) perbuatan mereka, semoga mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Ayat Al-Qur’an di atas sering dikutip ketika terjadi beberapa bencana alam. Namun bilamana hanya mengutip tanpa adanya tindakan preventif tentunya hal ini sia-sia. Kita tetap berada dalam satu lingkaran (mikroplastik diproduksi oleh manusia, dari perbuatan manusia dan berdampak buruk untuk manusia).