Anjuran puasa Asyura dijelaskan dalam banyak hadis. Namun ada juga yang dianjurkan di hari tersebut untuk menambah nafkah kepada keluarga (bab gini pasti istri senang, suami seneb). Yaitu berdasarkan hadis:
مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ فِى يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ السَّنَةَ كُلَّهَا (رواه الطبرانى والبيهقى وأبو الشيخ)
”Barangsiapa melapangkan belanja kepada keluarganya di hari Asyura’, maka Allah melapangkan kepadanya selama setahun, keseluruhan” (HR Thabrani, al-Baihaqi dan Abu Syaikh)
Hadis ini memang diperdebatkan keabsahannya oleh para pakar hadis. Namun Al-Hafidz Ibnu Hajar menambahkan riwayat berikut sebagai lanjutan hadis diatas:
قَالَ جَابِرٌ جَرَّبْنَاهُ فَوَجَدْنَاهُ كَذَلِكَ (لسان الميزان – ج 2 / ص 293)
”Jabir berkata: Kami mencobanya maka kami menemukannya seperti itu (diluaskan rezekinya)” (Lisan al-Mizan 2/293)
Dari hadis diatas, Mufti Al-Azhar, Mesir, memfatwakan anjuran bersedekah kepada fakir miskin:
ﻟﺌﻦ ﻛﺎﻧﺖ ﻫﻨﺎﻙ ﺗﻮﺳﻌﺔ ﻓﻠﺘﻜﻦ ﻋﻠﻰ اﻟﻔﻘﺮاء ﻛﺎﻟﺒﺮ ﻓﻰ ﺭﻣﻀﺎﻥ
Jika ada anjuran menambah nafkah, maka hendaklah diberikan kepada fakir miskin, seperti perbuatan baik di bulan Ramadhan
ﻭﺭﺃﻯ ﺑﻌﺾ اﻟﻤﻔﻜﺮﻳﻦ ﺃﻥ ” اﻟﻌﻴﺎﻝ ” اﻟﻤﺬﻛﻮﺭﻳﻦ ﻓﻰ ﻫﺬا اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻫﻢ ﻋﻴﺎﻝ اﻟﻠﻪ ﻭﻫﻢ اﻟﻔﻘﺮاء، ﻭﻫﻨﺎ ﺗﻈﻬﺮ اﻟﺤﻜﻤﺔ ﻓﻰ اﻟﺘﻮﺳﻌﺔ ﻣﻊ اﻟﺼﻴﺎﻡ.
Sebagian ulama menilai bahwa kata ‘Keluarga’ dalam hadis adalah orang fakir miskin. Dengan demikian menjadi jelas hikmah mendermakan hartanya bersama melakukan ibadah puasa (Fatawa Al-Azhar 9/265)
Dengan demikian menjadikan 10 Asyura sebagai hari anak yatim dan fakir miskin untuk diberikan sedekah sudah benar, karena ada hadisnya, ada fatwanya dan kita mengamalkan. Dan tentunya berbuat baik dan sedekah kepada mereka tidak hanya di hari Asyura saja, namun setiap waktu.
Ditulis oleh KH. Ma’ruf Khozin, anggota Aswaja NU Center PWNU Jatim