Benarkah wajah perempuan itu aurat dan tidak diperbolehkan memperlihatkannya? Mari perhatikan dengan seksama Firman Alloh swt dalam al-Qurān surah an-Nūr ayat 31 berikut ini :
(وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ ….[Surat An-Noor : 31]
Artinya : “katakanlah kepada wanita-wanita mukminah : ‘hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah mereka menampakan perhiasan mereka KECUALI YANG TAMPAK DARINYA….”
Menurut Ibn Katsīr (w 774 H), ayat ini turun berkenan dengan seorang sahabat perempuan yang bernama Asmā Binti Mursyidah/Murtsid al-Hāritsiyah, yang tiba-tiba kedatangan wanita-wanita yang tidak berpakaian sopan, sehingga nampak gelang-gelang kaki pada kaki-kaki mereka, nampak pula dada-dada mereka, asma berkata : begitu jelek sekali hal (ini). Maka Alloh swt menurunkan ayat 31 surah an-Nūr ini.
Dalam penggalan ayat tersebut, Alloh swt melarang wanita menampakan perhiasannya Kecuali sesuatu yang tidak bisa tersembunyi atau disembunyikan pada diri mereka sehigga harus terlihat dan nampak. Menurut Syekh Ibnu al-‘Arabi al-Māliki (w 543 H) dalam kitab Ahkām al-Qur’ān, zinah/perhiasan terbagi menjadi dua. Pertama, bersifat khilqiyyah (keindahan fisik yang melekat pada diri seseorang)yaitu sebagian besar jasad perempuan, khususnya wajah, pergelanga tangan, siku sampai bahu, payudara, betis dan rambut. Kedua, bersifat Muktasabah (dapat di upayakan) merupakan perhiasan yang biasa dipakai oleh perempuan sebagai hiasan pada diriya, seperti pakaian, perhiasan, celak,dan lain nya.
Nah, lalu manakah yang bisa ditolelir atau tidak apa-apa untuk ditampakan dari perahiasan wanita itu sehingga mau tidak mau ada bagian tubuhnya yang tersingkapkan dan mesti terlihat?
Mari simak pendapat beberapa ulama pakar tafsir ketika menjelaskan potongan ayat إلا ما ظهر منها (kecuali yang tampak darinya) berikut ini.
Pertama, al-Imām ibn Jarīr ath-Thabari (w 310 H) dalam kitab Jāmi al-Bayān ‘an Tawīl ayi al-Qur’ān mengemukakan beberapa pendapat.
1. Yang boleh terlihat/ nampak itu adalah perhiasan dhohir berupa pakaian saja. Ini pendapatnya Ibn mas’ud, dan al-Hasan.
2. Yang boleh terlihat dari perhiasan wanita adalah celak (yang dipakai pada mata)sehingga wajah pun boleh terihat, cincin, gelang, sehingga otomatis sebahagian bagian tangan pun aka terlihat, karna ia tempat nagi cincin dan gelang. Ini adalah pendapatnya sahabat Ibn ‘abbas dan Sa’id Ibn Jubair.
3. Yang boleh terlihat dari perempuan adalah bagian wajahnya dan pakaianya. Ini pendapatnya Imam Qatadah dari al-Hasan.
Setelah At-Thabari, memerinci tiga pendapat tadi dengan menuliskan dalil-dalinya, beliau mengatakn bahwa pendapat yang utama dan benar adalah pendapat yang mengatakan wajah dan dua telapak tangan perempuan boleh terlihat dan ditampakan. Sehingga apapun jenis perhiasan (yang bersifat muktasibah)yang terdapat pada keduaya, boleh juga terlihat.
Ibnu jarir mengemukaka alasannya bahwa ijma ulama mengatakan orang yang shalat haruslah menutup aurat, dan bagi perempun harus membukakan wajah dan kedua telapak tangan di dalam shalatnya dan menutupi sesisanya. Kalau itu sudah menjadi ijma ulama, maka kita fahami bahwa perempuan boleh menampakan sebgai badannya selama itu bukan aurat, dan di dalam shalat perempuan harus memuka wajah dan dua telapak tanganya. Maka, keduanya itu BUKANLAH AURAT. Wallhu’alam..
Kalau begitu, pakai cadar wajib tidak?
Kedua, pendapat al-Imām ibn Katsīr ( w 774 H), dalam kitab Tafsīr al-Qur’ān al-Adzīm menuliskan dan menukil bebrapa pendapat berikut ini :
1. Menurut Ibn Mas’ud yang boleh terlihat karena sulit menyembunyikannua adalah pakaian.
2. Menurut Ibn Abbas yang boleh terlihat aalah wajah, dua telapak tangan dan cincin .
3. Yang boleh terlihat dari perhiasan perempuan adalah anting, gelang tangan, kaki,kalung, ini aalah pendaptnya abdullah dari Abi al-Ahwash dari abu ishaq.
Dan pendapat-pendapat lainnya pun hampir sama dengan pendapat di atas. Di akhir penjelasannya, Ibnu katsir mengatakan bahwa Mayoritas ulama berkeyakinan bahwa perhiasan yang nampak pada wajah dan dua telapak tangan, boleh terlihat. Artinya wajah dan dua telapak tangan bukanlah aurat. Wallhu’alam.
Jadi, gimana sih? Kalau begitu pakai cadar wajib atau tidak?
Ketiga, al-Imām Fakhruddin al-Rāzi (w 604 H) dalam At-Tafsir al-Kabīr mengatakan bahwa wajah dan dua telapak tangan bukanlah aurat. Sedangkan kaki perempuan, menurut pendapat yang benar aalah termasuk aurat.
Keempat, sayyid Qutub dalam kitab Fī Zhilāli al-Qur’ān mengatakn bahwa perhiasan yang terdapat oada wajah san kedua telapak tanhan boleh untuk ditampakkan. Karena membuka wajah dan kedua telapak tangan hukumnya mubah, boleh. Berarti waja dan kedua telapak tangan peremouan bukanlah aurat.
Kelima, al-Imām al-Qurthūbi dalam tafsirnya mengemukakan bahwa ulama besar, seperti sa’id ibn jubair, atha, dan Al-Auzā’i berpendpat bahwa yang boleh dilihat hanya wajah perempuan, kedua telapak tangan, dan busana yang dipakainnya.
Demikianlah sebagai pendapat ulama-ulama tafsir terkaitan dengan peggalan ayat 31 surah an-Nūr tadi. Tulisan ini saya akhiri, dengan perkatan syekh Ahmad Tahyyib, bahwa persoalan cadar tidak ada kaitannya dengan hukum wajib, sunnah, haram akan tetapi hukumnya mubah, dan bercadar tidak berkaitan dengan baik buruknya keberagamaan seseorang. Wallhu’alam..