
Takdir merupakan masalah keagamaan yang kerap dipertanyakan dari dulu sampai sekarang. Masalah ini tak ada habisnya dibahas. Perdebatan dan perpecahan pun kadang tak terelakan ketika mendiskusikan ini. Dalam Islam ini dikenal tiga pendapat yang banyak diikuti dalam membahas takdir. Ada yang berpendapat bahwa manusia itu mandiri, nasibnya tidak ditentukan oleh Tuhan, melainkan oleh dirinya sendiri. Tidak ada campur tangan Tuhan dalam setiap pekerjaan yang dilakukan manusia. Pendapat ini dilontarkan oleh kelompok qadariyah/muktazilah. Sementara pendapat lain menyatakan, manusia tidak punya kuasa untuk bertindak, yang punya kuasa hanyalah Tuhan, seluruh tindakan manusia dikendalikan oleh Tuhan. Pandangan ini dilontarkan oleh kelompok Jabariyah. Sedangkan, Ahlussunnah Wal Jamaah mencoba untuk mencari jalan tengah, mengakui Allah punya kuasa dalam menentukan nasib manusia, tetapi di sisi lain, manusia juga dimungkinkan untuk berusaha agar takdirnya menjadi lebih baik.
Menteri Agama Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar dalam salah satu video ceramahnya juga membahas masalah ini. Beliau menjelaskannya dengan sangat rinci dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti khalayak umum. Prof. Nasaruddin Umar mengakui tak mudah menjelaskan ini, sehingga butuh pendalaman dan refrensi untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan takdir. Beliau mengawali ceramahnya, bisakah takdir buruk diubah menjadi baik, atau takdir yang biasa menjadi luar biasa, kalau bisa bagaimana caranya? Atau jangan-jangan, takdir itu tidak perlu dipersoalkan, yang penting dibahas adalah orang yang menerima takdir, sebab takdir kadang juga soal persepsi.
Prof. Nasaruddin menjelaskan dengan memberi contoh, kalau ada orang yang berhenti menjadi pejabat, mungkin ada sebagian orang yang kasihan melihatnya. Dulu menjabat sekarang tidak. Tapi bisa jadi bagi orangnya sendiri, dia mensyukuri hal itu: dia bisa dekat dengan anak, punya waktu mendekatkan diri kepada Allah, dan seterusnya.
“Jadi ini sangat subjektif. Karena itu, yang paling penting buat kita, bagaimana menciptakan individu yang matang. Kematangan spritual yang tahan banting. Kalau spritualitasnya kurang matang, akibatnya bisa fatal. Misalnya, ada orang yang sakit gigi, tidak terlalu parah, tapi semua orang yang ada di sekitarnya bisa jadi sakit gigi semua. Sementara ada yang sudah kanker stadium empat, tapi dia masih bisa bertahan sendiri, semangat kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Jadi persepsi itu sangat menentukan baik-buruknya sesuatu,” Jelas Prof. Nasaruddin Umar.
Setiap orang, menurut Prof. Nasaruddin Umar, membawa takdirnya masing-masing. Tidak ada yang sama takdirnya dengan yang lain. Jelasnya, dalam Islam ada yang dikenal dengan Qada dan ada yang disebut dengan Qadar. Qada itu antara satu sama lain ada titik samanya, sementara qadar secara umum berbeda antara satu sama lain.
Prof. Nasaruddin Umar mencontohkan, “Kalau saya pegang dua gelas, lalu saya jatuhkan, qada’-nya pasti akan pecah, karena ada hukum gravitasi. Namun pada saat jatuh, pecahnya tidak akan sama, ada yang berkeping-keping, ada juga yang satu atau dua keping. Inilah yang dinamakan qadar. Jadi, qadhanya sama-sama pecah, qadharnya bentuk pecahannya beda-beda.”
Ini sama dengan dua orang yang memiliki pekerjaan yang sama, tapi yang satu lebih rajin untuk meningkatkan skilnya, dengan cara kuliah, rajin belajar, membangun relasi, dan seterusnya. Sedangkan yang satu lagi, tidak mau meningkatkan skilnya, merasa puas dengan yang ada. Setelah beberapa tahun, pasti hasilnya akan berbeda, orang yang rajin berusaha, biasanya akan mendapatkan nasib yang lebih baik di masa yang akan datang, dibanding orang yang merasa puas dengan apa yang sudah dimilikinya.
Dengan demikian, bekerja keras atau berusaha, adalah salah satu cara kita untuk mengubah nasib. Jadi jangan salahkan takdir kalau kita tidak pernah mendapatkan pekerjaan yang bagus, sementara kita sendiri tidak mau untuk meningkatkan kualitas diri atau mengembangkan skill. Tapi perlu digarisbawahi, usaha sendiri juga bukan satu-satunya faktor yang dapat membuat nasib kita menjadi semakin baik. Selain itu juga terdapat faktor eksternal, semisal doa dari orang terdekat. Seperti yang dijelaskan Prof. Nasaruddin Umar, bisa jadi ada orang yang nasibnya semakin baik, karena orang tuanya selalu mendoakan, di samping dia sendiri juga rajin berusaha.
Menteri Agama yang sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal ini menambahkan, “Jadi sebagus apa pun perencanaannya, kalau malas tidak akan berhasil. Kita harus kreatif, bagaimana caranya supaya bisa kreatif, hargailah waktu.”
Shalat dalam pandangan Prof. Nasaruddin mendidik kita untuk selalu hargai waktu. Allah menetapkan shalat lima waktu dalam 24 jam, supaya kita belajar disiplin, dan menghargai waktu. Karena itu, kalau kita ingin sukses, ikuti saja perintah Tuhan. Kalau direnungi, setiap yang diperintahkan Tuhan kepada manusia, selalu ada hikmah yang diambil. Sebab itu jangan berhenti pada ibadahnya, galilah filosofinya.
“Kita ingin supaya perintah agama itu diambil filosofinya, ambil hikmahnya. Dengan demikian nasib kita akan lebih baik,” Jelas Prof. Nasaruddin Umar.
Pada hakikatnya, takdir itu sebetulnya adalah bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan kita. Kita kadang tidak sadar bahwa diri kita itu sebetulnya berubah setiap saat. Jangan pasrah pada nasib. Allah sudah memberikan kita potensi dan kebebasan untuk berusaha, ikhtiyar.
“Allah sudah memberikan potensi kepada manusia, apakah untuk kebaikan atau keburukan. Dalam kehidupan itu selalu ada pilihan. Hanya saja kadang orang memilih berdasarkan hawa nafsu,” Ujar Prof. Nasaruddin Umar.