Berbohong mungkin menjadi suatu hal yang sulit dihindari oleh sebagian besar orang. Pasalnya, apabila kebohongan sudah menjadi suatu kebiasaan maka orang tersebut tidak bisa terlepas dari kebiasaan berbohong tersebut. Lalu apa jadinya jika seseorang masih terus melakukan kebohongan selama bulan ramadhan? Kemudian apa sajakah konsekuensinya?
Puasa di bulan Ramadhan memiliki suatu tujuan utama, yaitu untuk memperoleh predikat takwa. Sebagaimana Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)
Untuk memperoleh tujuan takwa di bulan Ramadhan, maka umat Islam hendaknya meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT. Salah satunya yaitu meninggalkan perkataan dusta selama berpuasa. Sebagaimana Rasulullah SAW telah menjelaskan dalam sebuah hadist berikut ini. Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda, “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan (malah) melakukannya, maka Allah tidak butuh dengan lapar dan haus yang ia tinggalkan (tahan).” (HR. Al-Bukhari)
Adapun makna sabda Rasulallah saw yang mengatakan bahwa barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan (malah) melakukannya, maka Allah tidak butuh dengan lapar dan haus yang ia tinggalkan (tahan) bermakna bahwa Allah tidak menyukai perbuatan dusta yang dilakukan selama berpuasa di bulan Ramadhan. Bahkan Allah pun tidak butuh dengan lapar dan haus yang telah ditahan oleh orang tersebut.
Tak hanya itu, Imam al-Baidhawi berkata, “Menahan lapar dan haus semata bukanlah maksud disyari’atkannya puasa, akan tetapi harus diikuti dengan pengendalian syahwat dan mengatur nafsu amarah (untuk diarahkan) kepada nafs al-muthmainnah. Jika hal itu tidak terwujud, maka Allah tidak akan menerima puasanya.” (Fath al-Bari)
Dalam Islam, berbohong atau berkata dusta adalah suatu perbuatan tercela yang harus dijauhi. Terlebih lagi jika dilakukan selama di bulan Ramadhan. Meskipun berdusta adalah hal yang haram, namun menurut jumhur (mayoritas) ulama bukan temasuk perkara yang membatalkan puasa seseorang. Sebab pembatal puasa hanyalah makan, minum, dan jima’ (hubungan intim).
Sedangkan Ibnul ‘Arabi mengatakan, “Konsekuensi dari hadis tersebut, siapa saja yang melakukan dusta yang telah disebutkan, balasan puasanya tidak diberikan. Pahala puasa tidak ditimbang dalam timbangan karena telah bercampur dengan dusta dan yang disebutkan bersamanya.” (Fath Al-Bari)
Dengan kata lain, apabila seseorang berbohong atau berdusta selama berpuasa di bulan Ramadhan maka sesungguhnya puasanya pun menjadi sia-sia dan tidak mendapat pahala. Sehingga puasa yang ia lakukan hanyalah sebatas menggugurkan kewajiban dan tidak mendapatkan pahala puasa Ramadhan dari Allah SWT.
Mengapa Allah tidak menyukai kebohongan dilakukan oleh umat Islam? Pasalnya, berbohong merupakan suatu tanda kemunafikan. Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda, “Ada tiga tanda munafik: jika berkata, ia dusta; jika berjanji, ia mengingkari; dan jika diberi amanat, ia khianat.” (HR. Bukhari)
Terlebih, kebohongan juga akan mengantarkan manusia kepada berbagai macam kejahatan lainnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadist berikut, “Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur karena sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim)
Oleh sebab itu, umat Islam hendaknya menghindari perbuatan dusta atau berbohong. Apalagi selama berpuasa di bulan Ramadhan. Pasalnya, perbuatan dusta di bulan Ramadhan akan membuat puasa seseorang menjadi sia-sia dan tidak mendapatkan pahala atas puasa yang dilakukan sehingga hanya mendapatkan rasa haus dan lapar.
Wallahu a’lam.