Apa sih gender itu? Kenapa mulai banyak perempuan yang berbicara kesetaraan gender. Bahkan perempuan Islam juga ikut menyuarakan gender. Apakah gender adalah sebuah alat untuk menghancurkan kekuasaan perempuan dan melanggengkan kekuasaan laki-laki?
Banyak stigma muncul terkait gender dari orang-orang yang tidak tau dengan jelas, alias mereka hanya sekedar tau gender dari “katanya”. Sehingga perlu menelisik sekilas apa itu gender dan apakah belajar gender adalah belajar untuk menguasai laki-laki?
Sebenarnya banyak ulasan terkait gender. Sederhananya gender adalah kontruksi sosial yang sifatnya bisa berubah dan bisa dipertukarkan. Gender dan seks ini berbeda. Jadi perlu diingat bahwa gender adalah buatan manusia dan seks adalah bawaan dari lahir.
Disadari atau tidak, budaya dan ajaran agama telah mengkontruski gender di masayarakat. Adanya gender karena adanya anggapan bahwa laki-laki harus begini dan perempuan harus begitu.
Dalam contoh sederhana misalnya, tugas perempuan itu dirumah saja jaga anak dan meyalani suami dan laki-laki bekerja di luar. Inilah yang disebut bias gender. Karena menjaga anak bukan hanya tugas ibu, tetapi juga ayah. Perempuan juga bisa bekerja di luar rumah jika mempunyai kemampuan. Dan contoh lainya yang ada di sekitar kita.
Belajar gender apakah belajar menindas laki-laki? Tidak. Gender di dalam Islam juga ada. Dalam Islam disebut jinsun (jenis). Belajar gender adalah upaya untuk membebaskan perempuan dari ketidakadilan budaya patriarki. Perempuan juga punya hak yang sama dengan laki-laki dalam hal pendidikan, menduduki jabatan tertentu, berkarir, bekerja dan lainnya.
Dalam kehidupan sehari-hari apakah hanya perempuan yang mengalami ketidakadilan. Anak-anak pun juga banyak yang mengalami ketidakadilan. Kemudian beberapa laki-laki juga pasti pernah mengalami ketidakadilan gender. Sehingga dengan belajar gender ini berusaha untuk memahami peran-peran dan hak asasi manusia yang harus dipahami dan dihormati untuk menuju kesetaraan hidup yang adil. Karena setiap manusia punya hak untuk hidup baik dan lebih baik.
Bagaimana dengan perempuan yang sudah bersuami kemudian belajar gender, apakah rumah tangganya akan baik-baik saja jika perempuan juga berkiprah di luar rumah. Pertanyan-pertanyaan ini sebenarnya sudah terjawab, bahwa belajar gender tidak akan membuat laki-laki menjadi perempuan dan perempuan menjadi laki-laki. Karena baik laki-laki ataupun perempuan keduanya punya peran masing-masing.
Ada kutipan dari Dr. Siti Ruahini Dzuhayatin, M.A., dosen sekaligus tokoh feminis di Indonesia. “Saya bisa bersaing dengan 1000 laki-laki di luar sana, tetapi saya tidak bisa bersaing dengan 1 laki-laki di dalam rumah saya, yaitu suami saya.” Kutipan itu menjelaskan bahwa meski perempuan bisa bersaing dalam pendidikan, pekerjaan atau apapun di luar rumahnya. Tetap saja ketika di dalam rumah dia akan menjadi istri yang akan memenuhi kewajibannya sebagai istri. Dan suami pun harus sama bisa memenuhi kewajibannya sebagai suami.
Agar tidak lagi bias gender, maka baik laki-laki maupun perempuan perlu belajar dan memahami gender itu sendiri. Yang terjadi akibat orang tidak memahami gender sepenuhnya, akhirnya melihat perempuan hanya sebelah mata karena statusnya sebagai “perempuan”, yang terkadang selalu dianggap lemah dan nomer dua dari laki-laki.
Padahal baik laki-laki maupun perempuan diciptakan Allah dari dzat yang sama. Karena itu gender akan mengajarkan bagaimana cara bekerjasama dengan baik antara laki-laki dan perempuan dalam berkehidupan.