Dalam beberapa ceramahnya, sering kali Gus Baha’ menyebutkan kata “barokah” atau “berkah” dan menisbatkannya ke suatu hal yang tidak biasa, seperti “barokahnya orang bodoh; barokahnya orang desa; barokahnya keluyuran” dan lain sebagainya. Padahal, yang biasanya kita dengar, barokah biasanya dinisbatkan kepada sesuatu yang baik-baik saja, seperti “barokahnya orang alim; barokahnya mengaji; barokah sholat malam,” dan lain-lain. Hal ini menjadi pertanyaan, sebenarnya apa hakikat barokah itu?
Sebagian besar ulama mendefinisikan barokah dengan ziyadatul khoir atau bertambahnya kebaikan. Definisi ini bermakna ketika seseorang telah melakukan suatu amalan atau pekerjaan. Maka ia akan bertambah baik setelah melakukan amalan tersebut. Dalam kata lain, barokah dapat diartikan sebagai dampak positif dari suatu hal. Tentunya, dampak tersebut atas izin dan kuasa Allah SWT. Definisi ini sangat tepat jika diimplementasikan dalam beberapa ceramah Gus Baha’.
Baca juga: Gus Baha: Selalu Ada Sisi Positif dalam Setiap Hal, Termasuk Istri yang Sedang Marah
Semisal, kalimat “barokahnya orang bodoh”, dapat bermakna “dampak positif dari banyaknya orang bodoh”. Gus Baha menjelaskan bahwa orang bodoh tidak selalu negatif, namun ternyata mempunyai dampak positif juga. Beliau mencontohkan bahwa santri yang bodoh, maka ia akan bertempat di desa, pedalaman, dan hutan serta menyebarkan agama di sana. Jika semua santri itu pintar, maka akan tinggal di kota-kota besar dan tidak akan ada dakwah di desa. Dampak positif ini tak lain adalah kehendak dari Allah SWT.
Gus Baha’ dalam beberapa ceramahnya menisbatkan kata barokah tidak hanya pada amalan-amalan baik saja, namun pada kegiatan/kondisi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mengajarkan kepada kita semua bahwa dalam hal sekecil apapun itu, dampak positif selalu berasal dari Allah SWT dan tidak terbatas hanya pada amalan-amalan baik. Bahkan kita harus meyakini bahwa barokaahnya makan, yaitu kenyang dan terbentuknya energi untuk beribadah, juga atas kehendak Allah SWT.
Dalam konteks tersebut, barokah mempunyai arti yang sangat luas, yaitu segala dampak positif dari sesuatu, baik itu dampak langsung maupun tidak, atas kehendak Allah SWT. Namun, definisi yang luas ini terkadang dipersempit oleh sekelompok orang. Mereka menganggap bahwa barokah hanya sebatas mengambil manfaat dari sesuatu yang tidak bisa mendatangkan manfaat. Pemahaman ini lah yang membuat mereka menuduh sesama berbuat syirik.
Baca juga: Makna “Barokah” dan Anjuran Mencarinya
Sebagai contoh, jika ada orang mencari barokah dengan menyalami seorang ulama, maka orang itu telah memaknai barokah sebagai “dampak positif”. Dengan hal tersebut, orang itu akan diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk semakin semangat dalam beribadah. Adapun orang yang mengartikan barokah sebagai mengambil manfaat dari sesuatu, maka akan berpikir bahwa perilaku tersebut adalah syirik karena meyakini adanya pembawa manfaat selain Allah SWT.
Maka kurang tepat jika hanya memakai kata barokah untuk hal yang baik-baik saja, karena semua dampak positif yang terjadi adalah atas kehendak Allah SWT. Lebih salah lagi jika memaknai barokah sebagai mengambil manfaat dari makhluk, karena makan, minum dan bernafas saja menjadi kehendak Allah, apalagi dengan dampak yang dihasilkan dari amalan-amalan saleh dan orang-orang alim. (AN)
Wallahu a’lam