Sebagaimana diketahui pada tulisan sebelumnya, bahwa membangun masjid, tempat untuk melaksanakan shalat Jum’ah, melakukan shalat lima waktu, meramaikannya hukumnya adalah fardhu kifayah. Tujuannya adalah tegaknya syi’ar Allah SWT. Maka dari itu, setelah masjid terbentuk, kita diperintahkan menjaga kewibawaannya.
Jika tujuan utama membangunnya adalah dalam rangka syi’ar, maka membangun masjid-masjid cabangnya (mushalla dan zawiyyah) hukumnya juga bisa berubah menjadi fardhu kifayah jika hal itu juga dimaksudkan untuk syi’ar. Namun, jika tujuannya hanya untuk memudahkan umat melakukan kumpul shalat berjamaah, maka hukumnya bisa masuk kategori sunnah muakkadah (tradisi yang perlu dikuatkan / digiatkan). Bahkan jika memungkinkan, di setiap rumah, perkantoran, atau tempat massa berkumpul, maka sangat dibenarkan bila di tempat tersebut didirikan mushalla / zawiyyah yang mudah diakses, dengan catatan mudah pula untuk menjaga kesuciannya dan kewibawaannya.
Ada banyak anjuran dari Nabi Muhammad SAW dalam hal membangun masjid ini, antara lain sebagai berikut:
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال: سَمِعْتُ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُول: مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ اللَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِي الْجَنَّةِ
Artinya:
“Dari saahabat Utsman ibn Affan: Aku mendengar Rasulallah SAW bersabda: Barang siapa mendirikan sebuah masjid semata karena mencari ridla Allah Ta’ala, maka Allah akan bangunkan ia di surga yang senilai dengannya di surga.” (Fathu al-Bari, Juz 1, halaman 544 dan Muslim, Jilid 1, halaman 378).
Di dalam hadis Rasulullah bersabda:
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ” إِنَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِالْمَسَاجِدِ أَنْ تُبْنَى فِي الدُّورِ، وَأَنْ تُطَهَّرَ وَتُطَيَّبَ أخرجه ابن ماجه (1 / 250) والترمذي (2 / 490) ، وصوب الترمذي إرساله
Artinya:
“Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan agar masjid-masjid dibangun di tiap-tiap kampung, lalu dijaga kesuciannya dan wewangiannya.”
Suatu ketika Rasulullah SAW mendapati ada seorang Badui yang kencing di Masjid. Pada masa itu, yang dinamakan masjid masih sebatas bangunan menyerupai kubus tanpa atap. Demi melihat Badui kencing di masjid, beliau lalu bersabda:
إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لاَ تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْل وَلاَ الْقَذَرِ، إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَل وَالصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ أخرجه مسلم (237/1) من حديث أنس بن مالك رضي الله عنه
Artinya:
“Sesungguhnya masjid ini bukan tempat yang layak untuk hal-hal seperti kencing dan buang kotoran. Tempat ini adalah untuk berdzikir kepada Allah SWT, tempat shalat dan membaca al-Qur’ân.”
Di dalam hadis disebutkan:
فَهِيَ بُيُوتُ اللَّهِ فِي أَرْضِهِ وَمَوَاطِنُ عِبَادَتِهِ وَشُكْرِهِ وَتَوْحِيدِهِ وَتَنْزِيهِهِ
Ini adalah rumah Allah di Bumi-Nya. Tempat untuk menyembah kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya, meng-Esa-kannya dan mensucikan-Nya.” (Tafsir ibn Katsir, Jilid 1, hal 294)
Anjuran agar di rumah disediakan tempat khusus untuk berjamaah dengan keluarga, ada sebuah hadis dengan sanad Abu Darda’ rahimahullahu.
قَال أَبُو الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لاِبْنِهِ: يَا بُنَيَّ لِيَكُنِ الْمَسْجِدُ بَيْتَكَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُول: الْمَسَاجِدُ بُيُوتُ الْمُتَّقِينَ وَقَدْ ضَمِنَ اللَّهُ عَزَّ وَجَل لِمَنْ كَانَ الْمَسَاجِدُ بُيُوتَهُ الرَّوْحَ وَالرَّحْمَةَ وَالْجَوَازَ عَلَى الصِّرَاطِ
Artinya:
“Abu Dardak berkata kepada putranya: Wahai anakku, seyogyanya rumahmu kami dirikan masjid. Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Masjid itu adalah rumah orang-orang yang bertaqwa. Dan sesungguhnya Allah SWT telah menjamin rahmat, kasih sayang, dan kemudahan melintasi shirathal mustaqim bagi orang yang di rumahnya terdapat masjid.” (al-Mushannaf li ibn Abi Syaibah, Juz 13, halaman 317)
Di dalam Tafsir ibn Katsir, Jilid 3, halaman 292, terbitan Musthafa Halaby, disebutkan sebuah riwayat tafsir israiliyat, dengan sanad Ka’bu al-Akhbar sebagai berikut:
مَكْتُوبٌ فِي التَّوْرَاةِ: أَنَّ بُيُوتِي فِي الأَْرْضِ الْمَسَاجِدُ وَأَنَّهُ مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ زَارَنِي فِي بَيْتِي أَكَرَمْتُهُ، وَحَقٌّ عَلَى الْمَزُورِ كَرَامَةُ الزَّائِرِ
Artinya:
“Tertuang dalam kitab Taurat, bahwasannya sesungguhnya rumah-Ku di Bumi adalah Masjid. Maka dari itu, barang siapa berwudlu dengan membagusi wudhunya, kemudian berkunjung kepada-Ku di rumah-Ku, maka Aku pasti memulyakannya. Adalah hak bagi orang yang diziarahi memulyakan tamu yang menziarahinya.” (Tafsir ibn Katsir, Jilid 3, halaman 292).
Demikianlah, banyak terdapat hadits dan riwayat yang bisa dijumpai tentang anjuran membangun masjid. Ada fadhilah atau keutamaan di dalamnya yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Di antara satu yang penting adalah jaminan selamat saat melintasi shirathal mustaqim.