Secara etimologi Bahasa i’tikaf bermakna menahan (al-Habs aw al-Mana’). Dan ibadah i’tikaf disebut demikian karena seseorang yang melaksanakannya, diminta untuk menahan dirinya agar tidak disibukkan dengan perkara-perkara dunia, serta memilih untuk berdiam diri di masjid melaksanakan ibadah-ibadah sunnah, demi mendekatkan diri kepada Allah SWT.
I’tikaf merupakan ibadah yang tidak hanya disyariatkan pada zaman Nabi Muhammad SAW saja, namun, sejatinya i’tikaf juga telah disyariatkan di zaman para Nabi AS sebelum Nabi Muhammad SAW. Karena sejatinya i’tikaf merupakan sebuah ibadah yang bersifat jasadiyyah dan ruhiyyah yang bisa membersihkan jiwa, hati, serta akal pikiran dari hal-hal yang bersifat remeh-temeh dalam kehidupan dunia.
Ibadah i’tikaf, sesungguhnya sangat dianjurkan, tidak hanya di bulan Ramadan saja, namun, pelaksanaannya di bulan Ramadan merupakan satu dari sekian wasilah yang digunakan seorang hamba, untuk menggapai malam lailatulqadar yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.
Dalam beri’tikaf, biasanya seorang mutakif diminta untuk memperbanyak dzikir kepada Allah SWT, mengingat segala dosa yang dilakukannya dan meminta ampun untuk dosa-dosa tersebut, serta mengingat betapa besar karunia Allah SWT kepada dirinya, untuk kemudian mensyukurinya. Hal-hal tersebut dilakukan seorang mutakif dengan tujuan memperbaiki kualitas penghambaannya kepada Allah SWT.