Anjing Masuk Masjid, Bagaimana Hukum Salat di sana
Baru-baru ini ada berita tentang seseorang yang membawa anjing ke sebuah masjid. Lantas timbul pertanyaan-pertanyaan, apa hukum salat di tempat yang (sering) dilalui oleh anjing. Lalu bagaimana bila anjing kencing di rumah kita? Berikut jawabannya.
Terkait dengan tempat yang sering dikunjungi oleh anjing, tidak berarti bahwa diharamkan salat di sana. Fakta bahwa seekor anjing melewati suatu tempat tidak serta-merta membuat tempat itu najis atau tidak murni.
Dalam suatu hadis riwayat Ibnu Umar disebutkan,
قَالَ قَالَ ابْنُ عُمَرَ كُنْتُ أَبِيتُ فِي الْمَسْجِدِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَكُنْتُ فَتًى شَابًّا عَزَبًا وَكَانَتِ الْكِلاَبُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِي الْمَسْجِدِ فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ
Aku (Ibnu Umar) biasa tidur di masjid di zaman Rasulullah ﷺketika aku masih muda dan bujangan. Anjing-anjing sering buang air kecil dan masuk ke masjid, dan tidak ada (sahabat) yang memercikkannya (membersihkannya) dengan air (HR. Sunan Abi Dawud no. 382).
Dalam hadis lain disebutkan,
قَالَ كَانَتِ الْكِلاَبُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِي الْمَسْجِدِ فِي زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ
Selama masa hidup Rasulullahﷺ, anjing-anjing biasa buang air kecil, dan melewati masjid-masjid (datang dan pergi), tetapi mereka (sahabat) tidak pernah memercikkan air di atasnya (urine anjing) (HR. Bukhari no. 174).
Kedua hadis di atas menjelaskan bahwa jika anjing masuk ke masjid tidak berarti bahwa seseorang tidak diperbolehkan salat di sana, dan masjid tidak menjadi najis.
Dalam fikih Syafi’i, menjadi najisnya suatu tempat sebab bersentuhan dengan anjing, disyaratkan salah satunya dalam kondisi basah. Sehingga jika anjing masuk ke masjid dan tidak diketahui secara pasti menjilat-jilat karpet dan semisalnya di area masjid, maka masjid tersebut tetap dihukumi suci.
Namun demikian, terkait dengan anjing yang buang air kecil di masjid, beberapa ulama, seperti Al-Mundziri, berpendapat bahwa anjing-anjing itu tidak benar-benar buang air kecil di dalam masjid, melainkan mereka hanya lalu-lalang di masjid tetapi buang air kecil di luar masjid. Al-Mundziri menjelaskan bahwa pada saat itu belum ada pintu di masjid yang menghalangi masuknya anjing.
Ulama-ulama lain menyatakan bahwa peristiwa lalu-lalangnya anjing di masjid terjadi sebelum turunnya hukum terkait kenajisan air liur anjing dan perintah akan perlunya untuk mensucikan diri atau barang/tempat dari najis yang disebabkan oleh anjing.
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan:
“Pendapat yang paling benar adalah bahwa hal ini terjadi di awal-awal (dibangunnya masjid), berdasarkan prinsip bahwa semua hal diperbolehkan (kecuali ada bukti yang bertentangan), maka ketika perintah turun untuk menghormati dan memurnikan masjid, dibuatlah pintu-pintu masjid (agar anjing tidak bisa masuk)” (Fathul Bari, 1/279).
Pendapat dari Al-Hafidz Ibnu Hajar dapat menjadi acuan bahwa kita hendaknya mensucikan masjid dan tempat-tempat salat kita dari sesuatu atau hewan yang dapat menodai kesuciannya.
Tanah Menjadi Murni Ketika Kering
Dalam kitab Sunan Abi Dawud, di mana hadis pertama diambil, dijelaskan bahwa tanah yang terkena najis dapat kembali suci ketika najis tersebut telah kering dari tanah itu.
Oleh karenanya, salat kita sah bila kita salat di suatu tanah lapang yang kering dan mungkin saja pernah sebelumnya dikencingi oleh binatang liar.
Namun demikian, lantai masjid atau rumah kita (yang terbuat dari keramik, beton, atau kayu) yang dikencingi oleh anjing, hendaklah dibersihkan dengan airn (bisa juga dengan sabun pembersih lantai) hingga hilang baik wujud dan baunya. Sebab lantai kita boleh jadi tidak seperti tanah yang menyerap air. Wallahu a’lam bish-shawabi.
Direview oleh J. Mu’tasim Billah, Pengasuh Ponpes Darul Hijroh Buntet Pesantren