Tahun politik memang membuat resah. Hoax berseliweran, fitnah bertebaran, fatwa ulama membisingkan, bahkan jamaah solat dijadikan akomodasi untuk pemenangan Capres tertentu. Itu sebabnya, seorang mantan maling, mantan preman yang gak pernah mondok, lalu dipanggil/dijadikan ‘Gus’. Itu yang membuat saya bingung. Ya wajarlah, saya anak kampungan dari Madura yang baru hijrah ke Jakarta.
Beberapa hari yang lalu, dilansir dari Berita Nasional Tempo (Selasa, 12 Maret 2019 14:30 WIB) seorang politisi senior, Amien Rais Sebut Malaikat Doakan Jokowi Kalah di Pilpres 2019. “”Tiap malam (malaikat) lapor kepada Allah, ‘Ya Allah, Indonesia itu punya potensi bagus, tapi pimpinannya ugal-ugalan. Tolong ya Allah, kalahkan, tentukan kalah’,” kata Amien Rais. Tambah pusing kepala saya, menyimpan tanya “Kenapa akhir akhir ini ada orang sudah tahu doa malaikat?”
Melihat sosok Amin Rais, ia adalah seorang akitifis partai politik. Pada tahun 1998 Amien membentuk Partai Amanat Nasional (PAN) dengan platform nasionalis terbuka. Tahun 2004 ini, setelah sebelumnya pernah menjabat sebagai ketua MPR, ia maju sebagai calon presiden tetapi kalah dan hanya meraih kurang dari 15% suara nasional. Patut bagi seorang Amin disebut bapak bangsa. Namun, pertanyaannya, mengapa akhir-akhir ini Pak Amin kerap kali dikabarkan tidak elok di media? Inilah perntanyaanku yang kedua.
Bila dilihat dari rekam jejaknya, Pak Amin pernah memiliki jasa berharga bagi Gus Dur, sekaligus Dosa murka. Dilansir dari Talks Shaw kick andy, Gus Dur menyatakan bahwa Amin Rais adalah salah seorang yang bertanggungjawab atas pencopotan jabatan Predisen dari Gus Dur. Sejak itulah Amin Rais tak menemukan poisisnya yang menguntungkan. Bahkan kata Gus Dur “(Amin Rais) Sampai kapanpun akan tetap begitu begitu saja!”
Di momentum tahun politik hari ini, Amin Rais mendapat posisi sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto – Sandiaga Uno. Posisinya mengharuskan dia berjuang untuk memenangkan pasangan 02 ini.
Maka, tak ayal apabila ia selalu mengkampanyekan paslon 02, bahkan sampai membuat kata-kata nyinyir dan menyerang paslon sebelahnya.
Untuk sekadar menenangkan kegelisahan saya atas dua perntanyaan di atas. Saya berfikir, merenung dan berspekulasi bahwa sebagai kewajiban seorang Dewan Pemenangan, ia layak membela mati matian jagoannya. Dan menyerang musuh-musuhnya. Tapi naifnya, ia kerap kali menggunakan kata-kata kurang elok untuk menyerang musuhnya. Bahkan, ia sok tahu kalau malaikat sudah mendoakan kekalahan bagi musuhnya. Pertanyaan ini tetap menjadi kegelisahan saya.
Bila ditelisik lebih jauh, saya rujuk kembali pelbagai media yang memberitakan pernyataan itu. Nyatanya, Amin Rais bilang demikian sebab ia, menurut saya telah pesimis dengan poisisnya yang mulai terjepit. Menurut Amien, Pasangan 01 itu banyak membagi-bagikan sembako ataupun uang dalam masa kampanye ini.
Amin rais menyatkan bahwa dalam kampanyenya, Paslon 01 kalah telak di bawah 02. “Teman-teman saya biasanya ‘Pak Amien, kubu 01 kuat sekali pak, sudah masuk ke desa-desa, sudah masuk ke kota-kota, kecamatan, bahkan dikawal oleh baju cokelat membagi-bagikan sembako, memberikan uang, dan lain-lain untuk memilih pasangan 01 itu’,” kata Amien Rais .
Pesimistis Amin Rais semakin tampak dengan penuturannya bahwa kubuhnya telah kolep. Menurut Amien Rais, pasangan Prabowo-Sandi hanya punya modal yang cupet alias cekak dibandingkan Jokowi-Ma’ruf di masa kampanye ini. Selain modal cekak, pasangan 02 juga tak memiliki media massa mainstream dan tak mendapatkan dukungan global dari negara-negara tertentu. Sungguh riskan melihat ambang kekalan yang diucapkan sendiri.
Setelah membaca berita yang sama dari berbagai media dengan seksama, saya mulai berkesimpulan bahwa Amin Rais tidak terima dengan ambang kekalahannya. Amonisi yang cukup di pasangan sebelahnya, kebawa perasaan (baper) oleh Amin. Dan sikap ‘baper’ ini tidak layak bagi seorang bapak Bangsa sebagaimana saya sematkan kepada beliau di awal tulisan ini.
Kampanye yang memakan banyak uang adalah hal yang wajar (meskipun kita tidak membenarkan itu). Apalagi dalam kontestasi pemilihan orang nomor satu di Indonesia selama 5 tahuan kedepan. Tentu membutuhkan persiapan matang, kesiapan amonisi untuk membiayai proses suksesinya, kecakapan pengetahuan—pengetahuan agama agar tidak asal ngomong, sampai-sampai tahu doa malaikat, dan kesiapan mintal agar tidak marah-marah menebar fitnah jika dalam ambang kekalahan dan bisa jadi nanti benar-benar kalah.
Untuk hal itu, ada hal penting yang saya ingin sampaikan terkait sikap ‘sok tahu’ Amin Rais atas doa malaikat. Bahwa, setiap perjuangan, apapun itu, membutuhkan amonisi yang cukup. Dalam hal menuntut ilmu saja, Syaikh Zarnuji dalam taklim mutaallim menuturkan bahwa bulgha (sangu) adalah syarat menjadi penuntut ilmu yang baik. Apalagi dalam menuntut jabatan! Kerja keras adalah suatu kewajiban.
Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menuturkan, adalah sebagai sikap seorang peminpin bekerja kerasn hingga menyejahterakan rakyatnya (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Terjemahan. Ibnu Ibrahim Ba’adillah, (Jakarta: Republika, 2011), h.123).
Jika sejak calon tidak bisa sejahtera bagaiman bila jandi umpama terpilih? Pertanyaan lagi ini.
Siklus perputaran kekurang cukupan paslon 02, yang lambat laun mulai menipis sebab saham besar yang dimiliki Sandiaga Uno banyak yang terjual, tak usah kebawa baper.
Kekurangan itu (pengakuan Amin) hendaklah disikapi dengan bijaksana. Tidak perlu menuding malaikat dengan mendoakan kekalahan pada lawannya. Bila benar kampanye dengan kecukupan uang dan bagi bagi sembako membuat doa malaikat tak baiak, maka kamu bisa kampanye menggunakan ‘uang daun kalak’ dan bagi-bagi fitnah.