Ali bin Abi Thalib Sudah Mengetahui Orang yang Akan Membunuhnya

Ali bin Abi Thalib Sudah Mengetahui Orang yang Akan Membunuhnya

Ali bin Abi Thalib diceritakan telah mengetahui terlebih dahulu orang yang akan membunuhnya tapi ia tidak mau menghindarinya.

Ali bin Abi Thalib Sudah Mengetahui Orang yang Akan Membunuhnya

Bayangkan jika kita diberikan kesempatan oleh Dzat yang Maha Rahman untuk mengetahui cara kematian kita, maka sebagian besar dari kita akan berusaha menghindarinya, menjauhinya, bahkan menghalanginya. Itulah sebabnya ilham dari Allah hanya diberikan pada orang-orang yang khusus (orang-orang yang tetap ridho dengan segala takdir Allah). Di antara orang istimewa tersebut adalah Nabi Muhammad yang mendapatkan ilham tentang kematian Ali bin Abi Thalib.

Muhammad bin Sa’d di dalam Thabaqat al-Kabir menyebutkan bahwa Nabi Muhammad pernah berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Orang yang paling binasa dari umat terdahulu adalah penyembelih unta (dari kaum Nabi Saleh), dan manusia yang paling celaka dari umat ini adalah orang yang membunuhmu, wahai Ali (sembari menunjuk letak tubuh Ali bin Abi Thalib yang akan ditikam oleh pembunuhnya). Hadis ini bersanad mursal, tetapi memiliki penguat (syawahid) dari hadis-hadis lain.

Jalaluddin Rumi dalam al-Matsnawi menyebutkan bahwa Nabi Muhammad juga memberitahu Ali bin Abi Thalib bahwa yang akan membunuhnya adalah pelayannya sendiri (Ibnu Muljam). Sang pelayan juga dibisiki oleh Nabi Muhammad bahwa ia kelak akan membunuh tuannya sendiri (Ali bin Abi Thalib).

Mendengar kabar tersebut, Ibnu Muljam segera memohon kepada Ali bin Abi Thalib untuk membunuhnya terlebih dahulu, sebelum ia yang akan membunuh Ali bin Abi Thalib. Namun Ali bin Abi Thalib justru memilih untuk tetap ridho dengan ketentuan Allah dan tidak merasakan amarah sama sekali terhadap calon pembunuhnya tersebut.

Alasan yang membuat Ali bin Abi Thalib tidak membunuh Ibnu Muljam terlebih dahulu (agar Ali bin Abi Thalib terhindar dari kematian) dan tidak marah kepada Ibnu Muljam (padahal Ali bin Abi Thalib berhak marah, sebab Ibnu Muljam adalah pelayannya bukan musuhnya) adalah keyakinan bahwa kematian sama manisnya dengan kehidupan.

Jika manusia menikmati kehidupan, maka sudah seharusnya manusia juga bersiap untuk mengalami kematian. Sesuai firman Allah di dalam surat al-A’raf ayat 34: Setiap umat memiliki masanya masing-masing, maka ketika telah datang masa itu. Mereka tidak dapat mengundurnya walau sesaat dan juga tidak dapat memajukannya. (AN)

Wallahu A’lam