Saya memang belum melihat postingan jari bertinta Felix Siaw di akun media sosialnya. Entah dia ingin merahasiakan atau memang belum mau memberikan suara. Namun video berdurasi satu menit di instagramnya telah ditonton nyaris 400 ribu kali memberi indikasi bahwa sang ustad sudah mulai memahami betapa demokrasi adalah sebuah keniscayaan di negara multikuktural seperti Indonesia.
Ia menulis seperti ini:
Hari ini pilihan di tangan kita, ini baru hanya pemulaan, bukan penentuan. Agar kedepan, selangkah demi selangkah kita semakin mendekat pada Allah.
Entah apa yang membuat Felix Siaw begitu peduli terhadap pesta demokrasi tahun ini. Sebagaimana kita tahu, ustadz yang memiliki jemaah online 3.6 juta di instagram itu adalah pejuang khilafah yang menganggap demokrasi sebagai sistem kufur. Namun ideologi bisa saja bergeser setiap saat. Jika benar Felix Siaw sudah bisa menerima demokrasi, insya Allah, cepat atau lambat ia akan mengetahui betapa nilai-nilai Islam bisa terakomodir dengan baik dalam sistem ini.
Sebagai warga negara, kita tentu bangga bahwa hari ini pagelaran pesta demokrasi berjalan dengan baik. Negara muslim terbesar di dunia berhasil menyelenggarakan pemilu tanpa ada gesekan yang berarti. Meski hasil quick count sudah keluar, tetapi kita harus menunggu perhitungan resmi Komisi Pemilihan Umum. Apakah Presiden Joko Widodo kembali menahkodai negara ini atau justru Jendral Prabowo menjadi presiden RI yang kedelapan?
Hasilnya akan segera kita ketahui bersama beberapa hari mendatang. Namun sebagai acuan, menilik hitung cepat dari lembaga-lembaga yang kredibel, kita ucapkan selamat kepada Bapak Joko Widodo dan Mbah Yai Ma’ruf Amin karena memenangkan pilpres tahun ini.
Sebagai seorang muslim yang baik, kita diajarkan untuk terus menjamin keharmonisan. Pagelaran pilpres tahun ini sedikit banyak merenggangkan hubungan kita dengan teman, sanak saudara, tetangga dan berbagai pihak yang memiliki pandangan berbeda. Usainya tugas kita sebagai warga negara untuk memilih semestinya dirayakan dengan suka cita. Siapa pun yang terpilih, dialah yang harus kita hormati sebagai pemimpin negara ini.
Namun masyarakat dihadapkan pada situasi lain di mana ada sebagian pihak tidak siap untuk kalah. Demokrasi memang memberi peluang bagi siapa saja untuk bertarung. Inilah tantangannya karena tidak semua orang siap untuk menerima kekalahan. Apalagi jika mental tidak siap kalah ini berbaur dengan ambisi berkuasa. Maka tugas kita untuk menjadi pembisik yang baik kepada sanak saudara, tetangga, dan teman-teman agar tidak ikut terprovokasi niat buruk segelintir elite yang ingin memanfaatkan antusiasme masyarakat untuk kepentingannya.
Tahun 2019 adalah tahun keempat negara tercinta ini menyelenggarakan pemilihan presiden secara langsung. Ketiga pagelaran sebelumnya juga memunculkan aktor yang tak siap kalah. Alhamdulillah, rakyat Indonesia masih mencintai kepentingan negaranya dibanding ambisi beberapa orang untuk berkuasa. Berbagai usaha untuk membenturkan masyarakat tidak terjadi karena sebagian besar masyarakat kita ingin negara ini tetap damai dan berdaulat. Masyarakat masih mendengar seruan para kiai dan habaib untuk mengutamakan kemanusiaan dibanding politik. Karena yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan.
Akhirnya, pesta demokrasi mengajarkan kita untuk menjadi bangsa yang dewasa. Dewasa dalam menjalankan negara dan dewasa dalam membawa arah bangsa ini ke depan. Hari ini kita telah memilih. Semoga apapun pilihan kita membawa kebaikan bagi Indonesia, kini dan nanti. Demokrasi adalah anugerah besar dari Allah SWT bagi bangsa ini. Sudah semestinya kita jaga dan rawat agar anak cucu kita kelak bisa merasakan keindahannya. Wallahua’lam.