Tertunda berangkat haji tahun lalu dan tahun ini tak usah membuat hati kita gusar dan gelisah. Kenapa? Satu-satunyanya ibadah yang di dalam Al-Qur’an disandingi dengan kata lillah (karena Allah)itu hanyalah haji. Shalat, zakat, puasa dan lainnya tak sampai ada penekanan lillah.Itu artinya, orang yang berhaji benar-benar harus berupaya untuk meluruskan niat, karena Allah sendiri yang menekankan itu dalam Al-Qur’an. Jangan sampai tujuan haji karena ingin dipanggil mencari reputasi, atau niat-niat lain yang membuat niat ibadah haji jadi kabur, tak jelas.
Di samping itu, salah satu syarat wajib berangkat haji itu harus mampu (istitha’ah). Dalam menjabarkan kriteria mampu ini, kebanyakan ulama fikih mengategorikan 3 kemampuan terkait ibadah haji. Pertama, mampu secara finansial. Mampu finansial ini bukan hanya buat orang yang akan berangkat haji, tapi keluarga yang ditinggalkan di rumah juga harus dibekali materi untuk kebutuhan hidup. Selain itu, keinginan berhaji juga tidak perlu sampai mengutang-utang ke orang lain. Ini beda dengan menabung dan menyisihkan sebagian penghasilan kita buat berangkat haji.
Kedua, mampu secara jasmani. Artinya, orang haji itu perlu sehat, harus kuat, stamina oke. Bila menurut medis, kesehatan orang yang ingin berhaji itu tidak mungkin dipaksakan, kewajiban hajinya pun gugur.
Ketiga, mampu menempuh perjalanan dengan aman. Aman di sini bukan hanya aman dari peperangan, juga aman dari apapun yang membahayakan nyawa seseorang. Dalam kondisi saat ini, faktor pandemi Covid-19 sangat beralasan sekali untuk alasan gugurnya kewajiban ibadah haji.
Di sisi lain, ada juga kok amalan-amalan yang pahalanya setara dengan haji & umrah. Apa itu? Paling enggak ada empat amalan. Pertama, shalat 5 waktu berjemaah di masjid. “Orang yang keluar rmh (menuju masjid) dalam keadaan suci untuk shalat wajib itu pahalanya seperti orang haji …” (HR: Abu Daud).
Kedua, shalat Subuh jemaah, berzikir sampai waktu dhuha, disambung dengan shalat dhuha itu pahalanya setara haji dan umrah. “Orang yang shalat Subuh berjamaah, kemudian berzikir mengingat Allah sampai matahari terbit, shalat (dhuha) dua rakaat, itu pahalanya setara ibadah haji danumrah secara sempurna” (HR: Tirmidzi).
Ketiga, berbakti kepada kedua orangtua. “Ada seorang sahabat yang datang pada Rasulullah ingin berjihad tapi masih belum mampu. ‘Orangtuamu masih ada enggak?’ tanya Rasul pada sahabatnya itu. ‘Ibuku masih ada, Rasul,’ jawabnya.Ya sudah, jagalah ibumu, karena kamu sama saja beribadah haji, umrah, dan jihad … (HR: Baihaqi).
Keempat, niat tulus dan sungguh-sungguh untuk berhaji, walaupun belum menjadi kenyataan karena satu dan lain. Ini juga ada riwayatnya dalam Sunan al-Tirmidzi.
Jadi orang yang baru hanya niat ingin haji secara serius, sementara dia belum mampu, maka niatnya itu terhitung setara dengan ibadah haji itu sendiri.