Manusia dengan segala kekurangan dan kelebihannya tidak akan pernah lepas dari melakukan maksiat. Tidak sedikit waktu yang telah terlewati bukan hanya amal kebaikan yang bertambah, maksiat pun tidak kurun berkurang. Alih-alih bertambah senang dengan perayaan umur, namun justru lalai bahwa kematian kian mendekat. Hingga kita terlupa diri dengan pertanyaan apakah ada harapan bagi para pendosa supaya dicintai Allah?
Pintu taubat Allah sangatlah luas dan terbuka lebar. Pemberian-Nya yang agung dan rahmat-Nya tidaklah terbatas. Saat malam hari tiba, Allah selalu merindukan hamba-Nya meminta ampunan pada-Nya dan Allah mengampuinya. Meminta hajat pada-Nya dan Allah menerima hajat-Nya. Di waktu malam tiba, Allah membentangkan rahmat-Nya supaya para hamba-Nya bertaubat akan dosa-dosa yang dilakukannya pada siang hari. Saat siang tiba, Allah membentangkan rahmat-Nya supaya hamba-Nya bertaubat dari dosa-dosa yang dilakukan di malam hari.
Di dalam Al-Qur’an Allah swt berfirman “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Az-Zumar [39]:53).
Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman al-Jufri dalam salah satu safari dakwahnya berkata: “Janganlah sampai menjadikan perkara maksiat sebagai (sikap) merendahkan Allah. Apa itu merendahkan Allah? Saat kamu mengatakan: Aku hendak bermaksiat, setelah itu aku akan bertaubat. Bertaubat ialah meninggalkan maksiat dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Dan berhati-hati agar tidak terulang serta menyesal saat bermaksiat. Setiap kali kau lakukan dosa bertaubatlah! Saat kau lakukan lagi, bertaubatlah! Allah akan menerima taubatmu. Dan memberimu lebih dari itu, hingga kau akan dicintainya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat”.
Hal ini sesuai dengan firman Allah swt: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (QS Al-Baqoroh[2]:222).
Jika kita lihat dalam ayat di atas, Allah berfirman menggunakan kata At-Tawwabiin bukan dengan At-Taaibiin yang sama-sama mempunyai arti orang-orang yang bertaubat. Tetapi secara maknawi Allah menggunakan kata At-Tawwabiin yang menjadi shigat mubalagoh (sebuah bentuk yang bermakna isim fa’il yang menunjukkan bertambah (kuatnya) sifat pada maushuf). Sederhananya, bisa jadi karena banyak para hamba-Nya melakukan dosa kemudian selalu berusaha untuk bertaubat.
Lantas hal apa yang bisa dilakukan oleh para pendosa? Berdoa. Doa adalah lebih dari sekedar ibadah. Berdoa menunjukan kita hanyalah peminta, lemah, dan tanda sebagai makhluk-Nya. Pada titik tertentu, manusia butuh meminta, manusia butuh bersandar, manusia butuh mengadu. Karena manusia adalah makhluk yang serba butuh.
Sayyidina Umar bin Khattab pernah berkata, “Aku tidak pernah mengkhawatirkan apakah doaku akan dikabulkan atau tidak, tapi yang lebih aku khawatirkan adalah aku tidak diberi hidayah untuk terus berdoa.”
Akan tetapi ada satu perkara yang membuat kita lalai saat berbuat maksiat. Dan ini sangatlah berbahaya. Yaitu saat kita menganggap remeh sebuah maksiat dengan sering mengulang-ulanginya.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya Al-Jawabul-Kafi menerangkan bahwa maksiat yang dilakukan berulang-ulang akan menanamkan rasa cinta terhadap maksiat itu sendiri di dalam hati, sehingga pelaku maksiat akan merasa bangga dengan maksiat yang dia lakukan. Dan ini meninggalkan taat kepada Allah SWT.
Jika sudah sampai pada titik ini maka hilanglah rasa sakit saat berbuat maksiat. Maksiat yang kita perbuat tak terasa seperti percikan dosa. Ia seperti angin yang menghembus dengan nyaman, lewat begitu saja. Jika hilang rasa malu dan rasa sakit saat bermaksiat, maka takutlah setakut takutnya, karena inilah hal yang paling berbahaya. Semoga Allah swt senantiasa selalu memberikan pertolongan kepada kita semua. Amin.