Hanya air yang suci dan mensucikan (thahir muthahir) yang dapat (sah) digunakan untuk untuk bersuci, wudlu, mandi, atau menghilangkan najis. Air thahir muthahir disebut juga air mutlaq.
Air yang dapat digunakan bersuci ada enam, yaitu air sumur, mata air, sungai, laut, hujan, dan embun. Intinya, air yang keluar/ atau memancar dari bumi atau jatuh dari langit (ma naba-a min al-ardhau nazala min al-sama).
Selain air mutlaq adalah air thahir ghair muthahir dan najis Air thahir ghair muthahir hukumnya suci, tetapi tidak bisa digunakan untuk bersuci. Sedangkan air najis selain tidak bisa untuk bersuci, juga tidak boleh dikonsumsi.
air thahir ghair muthahir adalah air yang telah banyak mengalami perubahan rasa, warna maupun bau dari keadaan semula, karena bercampur benda-benda suci. Sedangkan air najis adalah air yang kurang dari dua kkulah (sekitar 193 kg) yang terkena najis, baik berubah maupun tidak, atau mencapai dua kulah dan berubah (Al-fiqh al-Manhaj bab thaharah).
Air yang telah berubah dapat menjadi air mutlaq bila perubahannya hilang dengan sendirinya atau karena jumlahnya diperbanyak (at-Tanbih, pada pembahasan tentang air).
Selanjutnya bagaimana dengan air PDAM yang berbau kaporit? Bagaimana pula perubahan dari keruh menjadi bening karena pengaruh bahan kimia tertentu?
Untuk menilai apakah air seperti itu layak digunakan bersuci, tidak terlepas dari kondisi aslinya Artinya, kalau diambil dari sumber air yang suci dan mensucikan, maka layak digunakan untuk bersuci. Perubahan bau akibat dicampur bahan kimia tidak bermasalah. Karena kadar perubahan itu sedikit.
Lain jika berasal dari air thahir ghair muthahir atau najis. Pemberian obat tidak bisa mengubah statusnya menjadi air mutlaq. Sebab, air yang najis atau thahir ghair muthahir hanya dapat menjadi air mutlaq jika perubahannya menjadi jernih kembali terjadi dengan sendirinya atau airnya diperbanyak. bukan karena bahan kimia atau benda lain.
Intinya, bahan kimia yang dicampurkan tidak mempengharui status air yang semula.