Ada Doa Ibu di Balik Moncernya Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Ada Doa Ibu di Balik Moncernya Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Apakah kemenangan Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022 sungguh dipengaruhi oleh doa orang tua para pemainnnya?

Ada Doa Ibu di Balik Moncernya Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022
Ilustrasi: Bek Maroko Achraf Hakimi (kanan) disambut ibunya di akhir laga Grup F Piala Dunia 2022 Qatar melawan Belgia

احبك امي/I Love You Mom/Aku sayang Bunda,” begitu bunyi kepsyen Instagram akun @akhrafhakimi, 27 November 2022 lalu.

Lebih dari sepekan kemudian, Timnas Maroko mengalahkan kesebelasan Spanyol pada babak 16 besar Piala Dunia 2022 dengan skor 3-0, lewat adu penalti. Pertandingan yang berlangsung di Stadion Education City, Al Rayyan, tersebut pada akhirnya menjajarkan Maroko sebagai salah satu dari beberapa negara yang akan berlaga di perempat final piala dunia.

Dalam pertandingan tersebut, selebrasi tak biasa datang dari tim Maroko. Pemain full-back Achraf Hakimi, tertangkap kamera tengah berlari menuju tribun penonton untuk mendapat pelukan dan ciuman hangat dari ibunya yang datang menonton jalannya pertandingan.

Kejadian tersebut kemudian jadi topik yang hangat diperbincangkan, utamanya para warganet Indonesia. Banyak dari mereka mengasosiasikan kemenangan Maroko atas Spanyol lantaran “doa ibu” para pemain mereka.

Terlebih, dilansir dari Aljazeera, federasi sepak bola Maroko diketahui memboyong keluarga para pemain menuju Qatar dan menempatkan mereka di hotel yang sama degan tim. Hal ini seolah makin memperkuat deduksi warganet tentang kemujaraban “doa ibu” tersebut.

Dalam riwayat hadis, atau dalam beberapa literatur kitab kuning, banyak dituliskan bahwa doa-doa mustajab yang akan dikabulkan Tuhan salah satunya datang dari orang tua, utamanya seorang ibu. Salah satu hadis dari Anas bin Malik R.a., Rasulullah SAW bersabda:

ثلاثُ دَعَواتٍ لا تُرَدُّ : دعوةُ الوالدِ ، و دعوةُ الصائمِ ، و دعوةُ المسافرِ

Artinya: “Ada tiga doa yang tidak tertolak: 1) doa orang tua (kepada anaknya), 2) doa orang yang berpuasa, 3) doa orang yang sedang safar.” (H.R. Al Baihaqi dalam Sunan-nya No. 6619, disahihkan Al Bani dalam Silsilah Ash Shahihah).

Selain itu, dalam kisah yang tertuang pada kitab ‘Uyun al-Hikayat karya Ibnu Jauzi, diceritakan seorang pemuda, yang hidup sama masa dengan Ulama Hasan al-Bashri, adalah seorang pendosa di masa hidupnya.

Meski begitu, Tuhan memberikan rahmat ampunan kepadanya. Sebab, menjelang akhir hidupnya, ia membuat permintaan tulus kepada ibunya untuk mendoakan dan memintakan ampunan Tuhan untuknya.

Tak jauh-jauh, Maestro Musik Dangdut Indonesia Rhoma Irama pun pernah menciptakan lagu tentang ibu yang diberi judul “Keramat”. Tak tanggung-tanggung, dalam penggalan liriknya, ia dengan lantang berkata begini:

“Doa ibumu dikabulkan Tuhan dan kutukannya jadi kenyataan … Tiada keramat yang ampuh di dunia, selain dari doa ibumu juga…”.

Dalam kebudayaan Indonesia, orang tua merupakan sosok sentral dan bahkan (mungkin) sakral bagi sebagian besar masyarakatnya. Paling utama adalah ibu. Contoh saja dalam cerita rakyat Malin Kundang yang secara tegas menarasikan seorang anak yang tak mengakui ibunya, lantaran malu, kemudian dikutuk jadi batu.

Diakui atau tidak, secara empiris banyak kasus “keberuntungan” atau “kemujuran” terjadi salah satu faktor terbesarnya melibatkan “doa ibu”. Pengalaman penulis saat hendak mendaftarkan diri untuk masuk ke perguruan tinggi banyak mengalami penolakan, hingga menyeret penulis menuju ujung tanduk keputusasaan.

Rapalan doa-doa ijazah yang telah penulis amalkan seolah nihil. Dalam keputusasaan, seorang teman menyarankan penulis untuk kembali pulang menemui ibu, memohon maaf, dan meminta doa. Memang tidak semudah membalikkan tangan. Melalui berbagai proses dialektis akhirnya penulis dapat diterima dan menyandang predikat mahasiswa.

Tentunya, hal tersebut tak ubahnya sekedar “remah Rengginang” jika dikaitkan dengan pengalaman “doa ibu” para pembaca budiman. Tapi, poin-poin yang hendak penulis sampaikan di sini adalah, bagaimana dalam cerita-cerita tersebut termuat konsep ‘bakti’ yang dalam custom (kebiasaan/adat) masyarakat kita diajarkan bahwa seorang anak harus memprioritaskan orang tua; tunduk dan hormat kepada mereka dalam situasi apa pun dan di mana pun.

Maka tak heran jika pada kesempatan selebrasi kemenangan Maroko, saat Achraf Hakimi mendatangi ibunya untuk memeluk dan mencium pipinya, adalah momen emas di mana seorang anak tengah mengamalkan kebaktian kepada orang tuanya. Pertanyaannya, apakah kemenangan Maroko sungguh dipengaruhi oleh doa para ibu pemain? Wallahu a’lam.