Namanya tidak setenar filosof muslim semacam Al-Kindi, Al-Farabi, atau Ibnu Sina. Namun, ide-ide yang tertuang dalam karyanya mampu mengilhami filosof setelahnya seperti Gottfried Leibniz hingga John Locke. Akademisi di Eropa berlomba-lomba untuk menerjemahkan karyanya ke dalam banyak bahasa. Sang filosof itu bernama Abu Bakar bin Thufail atau Ibnu Thufail yang lebih populer di Barat dengan sebutan Abubacer.
Biografi Abu Bakar bin Thufail
Abu Bakar bin Thufail atau Ibnu Thufail bernama lengkap Abu Bakar Muhammad bin Abdul Malik bin Thufail. Ia lahir di Guadix (Wadi Ash), sebuah kota kecil di Spanyol yang berjarak 40 hingga 50 mil ke arah timur laut dari kota Granada, Spanyol. Tidak diketahui secara pasti tanggal kelahirannya, hanya tahun kelahirannya yang dapat diidentifikasi, yakni tahun 506 H atau 1112 M (Ada yang menyebut tahun 504 H). Itu berarti, ia lahir setahun setelah wafatnya seorang cendekiawan muslim yang sangat berpengaruh saat itu, yang tak lain adalah Abu Hamid al-Ghazali, yang wafat pada tahun 505 H atau 1111 M.
Ibnu Thufail dikenal sebagai seorang dokter, ahli matematika, astronom, filosof, hingga penyair. Ia tercatat pernah berguru kepada seorang filosof besar Spanyol bernama Abu Bakar Muhammad bin Yahya bin Al-Saigh bin Bajjah atau Ibnu Bajjah atau Avempace. Pada masa awal hidupnya, keadaan politik di Spanyol sedang dalam kondisi tidak stabil pasca peralihan kekuasaan dari Dinasti Murabithun kepada Dinasti Muwahhidun.
Ibnu Thufail hidup ketika filsafat sedang meredup. Semua itu lantaran pada masa Dinasti Murabithun, filsafat menjadi ilmu yang terlarang untuk dipelajari, bahkan hingga terjadi pembakaran buku-buku filsafat. Hal itu masih berlanjut pada masa awal Dinasti Muwahhidun. Dibawanya karya-karya Al-Ghazali dari timur oleh Ibnu Tumart, pendiri Dinasti Muwahhidun, membuat pengaruh filsafat semakin memudar dan ilmu-ilmu keagamaan seperti fikih semakin berjaya. Kondisi seperti itu baru berubah pada masa pemerintahan Yusuf bin Abdul Mu`min.
Karir Ibnu Thufail dimulai ketika ia ditugaskan oleh sultan Abdul Mu`min untuk menjadi sekretaris Gubernur untuk wilayah Granada. Posisi itu ia pegang hingga masa pemerintahan sultan Yusuf bin Abdul Mu`min. Kepiawaiannya dalam bidang kedokteran terendus oleh sultan. Ia pun diperintahkan untuk pindah ke Maroko dan diangkat menjadi dokter pribadi istana sekaligus penasehat sultan. Hubungan sultan dan penasehat itu bertahan lama, mengingat keduanya memiliki kecintaan yang sama terhadap pengetahuan. Setiap kebijakan yang diambil oleh sultan tidak terlepas dari saran dan masukan dari Ibnu Thufail, termasuk ketika ia mempromosikan Ibnu Rusyd kepada sang sultan, yang kemudian menggantikan perannya saat dirinya mengundurkan diri dari jabatannya.
Menurut Lawrence I. Conrad, jabatan sebagai dokter sekaligus penasehat istana diemban oleh Ibnu Thufail hingga dirinya mengundurkan diri pada tahun 578 H. Ia wafat pada tahun 581 H, setahun setelah wafatnya sahabatnya, yaitu sultan Yusuf bin Abdul Mu`min, pada tahun 580 H. Di antara banyak karyanya dalam berbagai bidang keilmuan, hanya satu karya yang dapat terselamatkan, yaitu novel filofofis yang berjudul Hayy ibn Yaqdhan. Karya inilah yang dimaksud dalam pembuka tulisan ini. Salah satu edisi terjemahan novel tersebut adalah Philosopus Autodidactus yang merupakan terjemahan edisi bahasa Latin.
Mempromosikan Ibnu Rusyd
Sama seperti Ibnu Thufail, Abu al-Walid Muhammad bin Muhammad bin Rusyd atau Ibnu Rusyd atau Averroes juga merupakan salah seorang filosof muslim yang berasal dari Spanyol. Ia dilahirkan di Cordoba, Spanyol, pada tahun 510 H, atau 5 tahun setelah kelahiran Ibnu Thufail. Kebesaran namanya dalam dunia intelektual Islam berawal dari kiprahnya dalam membantu sultan Ya’qub bin Yusuf mengembangkan pendidikan Islam pada masa kekuasaan Dinasti Muwahhidun. Ia mendapat dukungan penuh dari sang sultan. Di balik semua itu, ada sosok yang memiliki andil besar dalam perjalanan karir Ibnu Rusyd, ia adalah Ibnu Thufail.
Sejarawan Al-Marrakasyi dalam al-Mu’jib fi Talkhish Akhbar al-Maghrib, menuliskan riwayat dari seorang murid Ibnu Rusyd, yang mendengar langsung dari gurunya, tentang awal mula Ibnu Rusyd dipromosikan oleh Ibnu Thufail kepada sultan Yusuf bin Abdul Mu`min. Ibnu Rusyd mengisahkan, pada saat ia diundang ke istana oleh sultan Yusuf bin Mu`min. Dalam ruangannya, sultan bersama seseorang yang tak lain adalah Ibnu Thufail.
Sebelum Ibnu Rusyd memperkenalkan diri, Ibnu Thufail telah lebih dulu memperkenalkan secara detail latar belakangnya kepada sang sultan. Setelah itu, sultan memulai perbincangan dengan Ibnu Rusyd. Ia bertanya perihal penciptaan alam semesta: Apakah ia qadim atau hadits? Ibnu Rusyd tidak menjawab, ia Berkillah bahwa dirinya mengetahui persoalan filsafat dan tidak memahami pertanyaan yang diajukan tersebut.
Setelah itu, lanjut Ibnu Rusyd dalam kisahnya, sang sultan dan Ibnu Thufail berbisik-bisik. Selanjutnya, sultan nampak memahami ketakutan dan rasa malu dalam diri Ibnu Rusyd, hingga akhirnya melemparkan pertanyaan tadi kepada penasehatnya. Ibnu Thufail pun menjelaskan dengan detail persoalan yang ditanyakan, menukil penjelasan para filosof seperti Plato dan Aristoteles serta pendapat para cendekiawan muslim. Setelah perbincangan selesai, Ibnu Rusyd dipersilahkan pulang dan diberi sangu berupa uang dan kendaraan.
Al-Marrakasyi juga menyitir kisah yang ia dapatkan dari sumber yang sama. Kali ini, Ibnu Rusyd mengisahkan momen ketika ia diminta oleh Ibnu Thufail untuk memberi penjelasan atas karya-karya Aristoteles. Mulanya, sang sultan yang kesulitan memahami ide-ide Aristoteles memerintahkan Ibnu Thufail menjelaskan kepadanya. Namun, penasehatnya itu justru merekomendasikan nama Ibnu Rusyd untuk melaksanakan tugas itu. Alasannya, karena ia merasa usianya sudah senja dan hendak melakukan pekerjaan lain yang menurutnya “lebih penting”. Ibnu Rusyd menambahkan bahwa itulah yang membuatnya bergelut dengan karya-karya Aristoteles dan menyusun karya-karya, khususnya yang berbentuk ringkasan atas buku-buku Aristoteles.
Demikianlah sekelumit kisah Ibnu Thufail yang mempromosikan Ibnu Rusyd. Dari dua riwayat yang berasal dari Ibnu Rusyd di atas, seakan-akan dirinya melihat potensi yang ada pada diri Ibnu Rusyd. Bahkan, ia tanpa ragu mengajukan nama Ibnu Rusyd untuk menjadi penggantinya sebagai penasehat sultan. Dan benar saja, sosok yang ia promosikan itu hingga kini dikenal sebagai salah seorang filosof muslim yang besar dan memiliki banyak karya.