Abdurrahman al-Jami; Sufi Prolifik Penutur Kisah Yusuf-Zulaikha

Abdurrahman al-Jami; Sufi Prolifik Penutur Kisah Yusuf-Zulaikha

Abdurrahman al-Jami; Sufi Prolifik Penutur Kisah Yusuf-Zulaikha

Adalah Nuruddin Abdurrahman al-Jami, penyair agung era klasik yang lahir di Khurasan pada tanggal 23 Sya’ban 817 Hijriyyah atau bertepatan dengan 7 Nopember 1414 M. Ia lahir sekitar lima ratus tahun sesudah sufi martir al-Hallaj, yang hidup dalam kurun waktu penuh gejolak. Di era ini, tasawuf benar-benar mapan, dan banyak sufi-sufi besar bermunculan seperti Syah Ni’matullah Wali, Muhammad Nurbakhsh, dan Bahauddin Naqsyabandi.

Sebagai seorang sufi yang terlahir dari keluarga ulama, al-Jami sedari kecil telah ditempa langsung oleh ayahandanya. Ia belajar ilmu-ilmu tata bahasa Arab dan ilmu syariah. Kemudian sebagaimana lazimnya putra seorang ulama di masanya, ia melakukan pengembaraan intelektual ke sejumlah daerah. Al-Jami mengawali studinya di bawah bimbingan Junaid Ausuli dan kemudian masuk ke Madrasah Nizhamiyyah di bawah bimbingan Samarqandi.  Ketika ia berusia lima belas tahun, ia telah merampungkan semua pelajaran yang dipelajarinya . Keuletannya dalam belajar kepada sejumlah guru membuahkan hasil dalam mencapai kematangan intelektualitasnya. Ia dijuluki sebagai seorang ulama yang kecerdasannya tiada tertandingi di zamannya.

Meski demikian tinggi derajat keilmuan di mata para cendekiawan di zamannya, rasa haus akan ilmu pengetahuannya membuatnya tidak merasa cukup. Ia tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu agama. Al-Jami juga merampungkan mata pelajaran matematika, astronomi, dan disiplin ilmu pengetahuan lainnya. Dahaga akan ilmu pengetahuannya ia gambarkan dalam sebuah syair:

Dari ilmu tentang hukum Ilahi dan segenap pilarnya,

Aku tahu alasan di balik setiap perintah.

Dari belajar hadis, aku menjadi akrab dengan gaya hidup dan metode para sahabatnya.

Akan tetapi, ilmu-ilmu lahiriah saja belumlah cukup:

Namun kehausanku tak terpuaskan oleh ilmu-ilmu ini.

Lalu aku putuskan mengamalkan apa yang telah kupelajari.

Aku bergaul dengan para sufi berhati bening dan bersih

Yang tujuan belajarnya adalah menjadi.

Al-Jami sebagaimana ayahandanya adalah ulama yang menganut akidah ahlussunnah wal jamaah. Dalam fikih ia bermadzhab kepada Imam Hanafi. Sedangkan dalam bidang akidah ia mengikuti paham Asy’ariyyah. Sedangkan dalam persoalan tarekat, ia konon mengikuti tarekat Naqsyabandiyyah dari jalur Syekh Sa’duddin al-Kasyigiri, dari Syekh Nizamuddin Khamus, dari Syekh ‘Ala al-Haq, dari Syeikh Bahauddin An-Naqsyabandi.

Karya-Karyanya

Karya-karyanya dalam bentuk prosa dan puisi sangat banyak. Konon, ia meninggalkan delapan puluh satu karya. Di antaranya yang paling masyhur adalah nafahat al-uns fi sirati as-shufiyyah yang dianggit pada tahun 883 H. Karya ensiklopedia sufi ini konon terilhami oleh karya As-Sulami yang berjudul Thabaqat as-Shufiyyah. Ia justru melakukan banyak penyempurnaan atas karya As-Sulami ini dengan memasukkan biografi sejumlah sufi yang belum ditulis oleh As-Sulami. Karya ini menempati posisi yang cukup tinggi dalam kajian tasawuf.

Selain menulis karya tentang ensiklopedi sufi, Ia juga memiliki karya yang mengulas salah satu magnum opusnya Syekh al-Akbar Ibn Arabi, Fushush al-Hikam yang ia beri judul al-Lawami’ Syarh Fushush al-Hikam li as-Syaikh al-Akar Muhyiddin Ibn Arabi yang dirampungkan di tahun 896 H.

Al-Jami bukan hanya fokus dengan menulis karya-karya tasawuf. Ia juga sempat menulis karya dalam bidang gramatika Arab (Nahwu). Karyanya dalam bidang Nahwu mengelaborasi Syarah Kafiyah-nya Ibn Hajib (seorang ahli Nahwu terkenal) dan diberi judul al-Fawaid ad-Dhiyaiyyah Syarh Kafiyah Ibn Hajib fi Nahwi wa al-Fawaid. Sebuah kitab yang menjadi muqarrar pelajaran Nahwu di berbagai lembaga pendidikan Islam di India.

Sebagai penulis prolifik, al-Jami juga menulis sejumlah puisi dan tujuh kisah dalam bentuk “matsnawi”. Dari ketujuh kisahnya, yang paling terkena adalah kisah Yusuf dan Zulaikha, sebuah kisah klasik yang menuturkan godaan atas Yusuf oleh istri majikannya, yang bernama Zulaikha. Kisah yang menyentuh hati para pembacanya, yang di dalamnya hasrat Zulaikha kepada Yusuf yang utama dan tampan secara fisik dan spiritual menggambarkan ketundukan jiwa manusia kepada kisah Ilahi.           

Wallahu A’lam bisshawab

@midrismesut