Hamzah Fansuri adalah seorang ulama, penyair, sastrawan dan penyebar tasawuf di Indonesia.
Jejak dan pengaruhnya kuat hingga kini dalam sejarah dan terus dikaji untuk melihat perkembangan Islam dan kebudayaan di Indonesia.
Hamzah Fansuri berasal dari Barus, Sumatera Utara. Tidak diketahui secara pasti hari lahir ulama ahli tasawuf ini, tapi diperkirakan beliau hidup di abad ke-16.
Dikutip dari buku Islam dan Peradaban Malayu (Desanta, 2021) karya Dr Nyanyu Soraya, sebagai seorang sufi, Hamzah Fansuri hidup mengembara antara lain ke Arab, Persia, Jawa, Banten, Kudus, Syam, Malaya dan Sumatera.
Bahkan, dalam catatan Dr Nyanyu Soraya, Hamzah Fansuri dianggap orang suci oleh masyarakat pada abad tersebut.
Laiknya orang-orang suci dan dikenal dalam cerita masyarakat (folklore) ia pun dikenal dengan pelbagai kejadian-kejadian yang ajaib. Bahkan, ia pun memiliki banyak makam yang diklaim pernah atau sempat disinggahi oleh beliau.
Jejak dan Pengaruh Hamzah Fansuri
Dalam perkembangan kebudayaan Islam di Nusantara, nama Hamzah Fansuri memiliki pengaruh yang cukup besar.
Ia adalah seorang penyair yang hingga kini karya-karyanya masih dikaji di pelbagai kampus dan banyak melahirkan riset terkait kebudayaan, khususnya sastra.
Hamzah al-Fansuri juga menulis dalam bahasa melayu dan dianggap sebagai penyair pertama yang dikenal dalam dunia melayu.
Secara bentuk, syair-syair yang ditulis Hamzah al-Fansuri begitu memengaruhi lanskap kebudayaan di Melayu. Bahkan disebut sebagai salah satu sastrawan terbesar dari tanah Melayu yang pengaruhnya sampai ke Malaysia, Brunei Darussalam dan tentu saja Indonesia.
Dalam perkembangan Islam, ia penganut konsep wahdatul wujud yang dikenal dekat dengan Ibnu Arabi, sufi besar dalam Islam yang kerap disalahtafsirkan sebagai sufi sesat akibat menafsirkan Tuhan yang menyatu dalam diri seseorang.
Ia pun menyebarkan pandangan terkait tasawuf dan pemikirannya pun berkembang luas. Ajaran sufisme ia pun menyebar lewat karya-karya dan murid-muridnya.
Namun, pandangan Fansuri dianggap sesat oleh Nuruddin ar-Raniri, ulama besar Kesultanan Aceh. Bagi Raniri pandangan Fansuri ini tidak sesuai dengan keyakinan Islam.
Lantas, ulama itu kemudian melakukan perjalanan ke Aceh. Ia berusaha untuk menghapus karya dan nama Fansuri.
Sejarah mencatat, dua ulama ini adalah ulama yang punya pengaruh besar dalam khazahan pemikiran kebudayaan Islam di Indonesia, khususnya dari Melayu.
Jodhi Yudoyono, wartawan senior Kompas, menuliskan kisah menarik tentang makam-makam Hamzah al-Fansuri yang tersebar/di banyak tempat dan dipercaya oleh masyarakat sebagai makam ulama ini. Ia bahkan memberi judul dengan ‘Hamzah Fansuri… Jasadnya satu, makamnya ada di mana-mana.
Hal ini lantaran, ia membawa pengaruh besar bagi kebudayan Islam di Nusanatara. Hamzah Fansuri tidak hanya berpengaruh pada sastra dan kebudayaan, melainkan juga pada ajaran tasawuf yang meluas.
“Hamzah Fansuri juga meninggalkan ajaran sufisme yang tersebar ke berbagai daerah. Lantaran ajaran sufismenya yang berkiblat ke tarekat wahdatul wujud itulah, perjalanan hidup Hamzah juga cukup berliku. Maka seperti kisah hidupnya yang ‘kontroversial’, kematiannya pun dibumbui kontroversi yang tak kalah serunya,” tulis Jodhi dimuat kompas 2 November 2013.
Wafat dan Karya
Hamzah Fansuri diperkirakan wafat sebelum atau pada 1016/1017. Sejarawan Prof Dr Naguib Alatas dalam bukunya “The Mysticcism of Hamzah Fansuri” menyebut Hamzah Fansyuri sebagai Pujangga Melayu terbesar dalam abad XVII, penyair Sufi.
Dalam hidupnya, Hamzah Fansuri menulis beberapa karya penting berupa prosa dan puisi. Namun, banyak karya lain yang hilang dan tidak tercacat.
Beberapa karyanya antara lain:
- Puisi Syair Burung Unggas
- Syair Dagang Syair Perahu
- Syair Si Burung pipit
- Syair Si Burung Pungguk
- Syair Sidang Fakir Prosa Asrar al-Arifin Sharab al-Asyikin Kitab Al-Muntahi / Zinat al-Muwahidin, dll