Pada masa lalu, pameran patung dianggap sebagai hal yang kontroversial di Arab Saudi karena ideologi konservatif yang dianut oleh masyarakat di sana. Namun dalam beberapa tahun terakhir, pandangan tersebut telah berubah. Pameran patung telah diizinkan untuk diselenggarakan.
Gelaran pameran ini menjadi titik balik kembalinya industri seni di Arab Saudi setelah puluhan tahun terkekang oleh ideologi kelompok puritan. Sebagaimana diketahui, Arab Saudi sebelumnya melarang patung dan ekspresi seni lainnya yang menciptakan citra atau bentuk manusia.
Kebijakan dalam aspek sosial budaya ini diambil demi memenuhi visi Saudi 2030. Arab Saudi sendiri mulai mengadakan pameran patung perdana di ibu kota Riyadh pada 2019. Pameran ini menampilkan lebih dari 50 patung karya seniman lokal dan internasional dari berbagai jenis bahan seperti marmer, batu, kayu, dan logam.
Salah satu karya yang ditampilkan yaitu seniman keramik asal Saudi, Awatif Al-Keneibit. Ia memajang patung dan tembikarnya. Ia memamerkan karya fenomenalnya berupa patung perempuan Arab Saudi yang memakai kaca mata dan gaun gurun tradisional Arab Saudi.
Awatif bahkan sempat terkejut dengan kebijakan ini. Seperti yang dikutip The Arab Weekly, ia mengatakan,
“Siapa yang bisa membayangkan bahwa suatu hari, pameran ini, yang dulunya berada di ruang bawah tanah, kini bisa dipajang di Olaya (pusat kota Riyadh)?” kata Keneibit.
“Orang-orang sering berkata kepada saya bahwa tak mungkin memajang patung karena itu dilarang dalam Islam. Namun sekarang patung-patung saya berada di pusat kota Riyadh.” imbuhnya.
Namun tak hanya pameran patung, Arab Saudi secara mengejutkan membangun The Mukaab. The Mukaab sendiri sebenarnya adalah gedung pencakar langit yang berbentuk kubus. Karena itu, mereka yang kontra dengan ini seringkali menyebutnya sebagai “saingan” Ka’bah. Bangunan ini nantinya menjadi salah satu ikon dari kota modern, Riyadh.
Proyek tersebut diharapkan bisa menggaet wisatawan mancanegara. Proyek itu diestimasi dapat mendatangkan 180 miliar Saudi Real ke PDB (produk domestik bruto) non-minyak kerajaan sekaligus menciptakan 334 ribu lapangan pekerajaan langsung dan tidak langsung ke warga Saudi.
Tentu, keputusan Arab Saudi untuk mengadakan pameran pameran patung dan pembangunan the Mukaab mendapat banyak kritik dari kelompok konservatif. Mereka merasa bahwa patung-patung itu bertentangan dengan nilai-nilai dan ajaran Islam yang dianut oleh mayoritas penduduknya. Terlebih soal the Mukaab yang dianggap sebagai saingan Ka’bah.
Mereka berpendapat bahwa patung-patung dan the Mukaab tersebut dapat dianggap sebagai bentuk penyembahan yang dilarang oleh agama Islam dan dapat memicu kontroversi di antara masyarakat yang memiliki pandangan yang berbeda.
Sejak beberapa dekade lalu, Saudi memang sangat ketat dengan hukum Islam. Hal itu lantaran Saudi menganut ajaran Islam Sunni dengan doktrin Wahabi yang konservatif. Dalam ajaran Islam, pembuatan maupun memajang patung memang dilarang karena tidak boleh menciptakan sesuatu yang menyerupai manusia. Seni pahat atau seni patung juga memang dilarang pada masa Nabi Muhammad dan sahabat-sahabat Nabi akibat dijadikan sarana ibadah kepada selain Allah.
Karena itu, patung dengan wujud manusia tak pernah terlihat di ruang publik di Semenanjung Arab, terutama sejak Nabi Muhammad disebut menghancurkan berhala di dalam dan sekitar Ka’bah saat Fathu Makkah pada 630 M.
Dalil ini tentu tidak saklek. Terdapat berbagai kajian tafsir yang bisa menjelaskan hadis Rasulullah tersebut. Terutama terkait konteks sosio-historis Nabi Muhammad dan konteks zaman modern seperti sekarang.
Karena itu, banyak juga kelompok yang mendukung keputusan Arab Saudi untuk mengadakan pameran patung dan membangun the Mukaab. Mereka berpendapat bahwa pameran ini dapat menjadi sarana bagi seniman lokal dan internasional untuk mengekspresikan karya mereka. Agenda ini juga berfungsi untuk membangkitkan budaya seni ke masyarakat Arab Saudi yang mati suri. Selain itu, pameran patung juga dapat membuka pintu bagi sektor industri kreatif di Saudi dan dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi negara.
Keputusan Arab Saudi untuk mengadakan pameran patung pertama ini dianggap sebagai tindakan yang maju dan inovatif oleh banyak pihak. Hal ini menunjukkan bahwa Saudi sedang berupaya untuk mengikuti perkembangan zaman dan berusaha membuka diri terhadap pengaruh budaya dan seni dari luar.
Meskipun masih ada ketidakpastian tentang apakah pameran patung akan menjadi hal yang lumrah di Saudi atau tidak, namun dapat dilihat bahwa langkah ini adalah langkah positif bagi negara ini. Hal ini menunjukkan bahwa Arab Saudi tidak hanya mengandalkan sektor minyak sebagai sumber pendapatan utama, tetapi juga mencari jalan baru untuk mengembangkan ekonomi negara. Lebih dari pada itu, langkah ini menunjukkan intensi Saudi untuk menjadi negara yang lebih terbuka dan inklusif.
Kritik yang muncul akibat kebijakan ini tentu tentu tidak dapat diabaikan. Namun penting bagi kita untuk memahami bahwa setiap keputusan yang diambil oleh Kerajaan memiliki dampak yang berbeda bagi masyarakat.
Oleh karena itu, Arab Saudi harus mempertimbangkan dengan cermat setiap tindakan dan keputusan yang dijalankan. Dalam konteks ini, tantangan Saudi adalah memastikan keseimbangan antara tradisi dan modernitas.
Semangat progresif Arab Saudi bisa menjadi contoh negara-negara Muslim lainnya di seluruh dunia. Masyarakat Muslim Indonesia, khususnya, mestinya juga menyadari bahwa bersikap inklusif dan dinamis terhadap perkembangan zaman menjadi kunci masa depan Islam. Tidak perlu membuat proyek muluk-muluk seperti Saudi, kita bisa memupuk kesadaran itu mulai dari diri sendiri dengan bersikap toleran dan peka terhadap perkembangan zaman.