Harta Hasil Korupsi Termasuk Rezeki atau Tidak?

Harta Hasil Korupsi Termasuk Rezeki atau Tidak?

Kalau dapat harta dari hasil korupsi, apakah itu termasuk rezeki?

Harta Hasil Korupsi Termasuk Rezeki atau Tidak?
Prof. M. Quraish Shihab

Kita dahulu mungkin mengira bahwa kekayaan dan rezeki bisa diperoleh dengan cara kerja keras dan tak kenal lelah. Namun kenyataannya saat ini berbeda. Ada beberapa orang yang bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah dengan sangat cepat. Bahkan tidak disangka bahwa ia akan sekaya raya itu dalam waktu yang cukup singkat. Usut punya usut ternyata kekayaannya berasal dari perkara yang haram, korupsi, misalnya.

Ini tentu tidak bisa dijadikan patokan, tidak semua kekayaan yang instan berasal dari pekerjaan haram. Ada juga pekerjaan yang (bila beruntung) mendapatkan kekayaan dengan cepat. Namun setidaknya dari fenomena itu kita bisa berfikir dan bertanya-tanya, apakah harta hasil korupsi itu rejeki?

Benarkah Harta Hasil Korupsi itu Rejeki dari Tuhan?

Quraish Shihab pernah ditanya putrinya, Najwa Shihab, dalam acara “Shihab & Shihab” yang dilaksanakan secara luring di masjid Al-Azhar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pertanyaan yang dilontarkan oleh mantan presenter Metro TV kepada sang ayah tersebut hampir sama dengan judul artikel ini.

Mantan Menteri Agama ini menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat, yaitu apakah yang dimaksud dengan rezeki adalah sesuatu yang kita dapatkan dari jalan halal saja, atau termasuk juga yang haram.

Quraish Shihab juga menyebutkan bahwa mayoritas ulama sepakat bahwa rejeki adalah yang didapatkan oleh seseorang baik dari jalan halal maupun haram. Sehingga harta yang didapatkan dari jalan korupsi selama bisa bermanfaat maka bisa disebut rejeki.

Bahkan, meskipun para koruptor itu sudah mendapatkan hartanya lalu ia hanya bisa menggunkannnya sebagian, kemudian meninggal dunia, maka sisa harta hasil korupsi itu tidak disebut rezeki.

Oleh karena itu, Quraish Shihab berpendapat, para koruptor yang masih berfikir bahwa mereka bisa mencari rezeki untuk keluarganya hingga 7 turunan dengan jalan korupsi itu sebenarnya salah besar.

Penulis tafsir alumni al-Azhar ini juga menekankan bahwa sesuatu bisa disebut rezeki jika bermanfaat baginya. Sebaliknya, jika tidak bermanfaat, maka tidak disebut rezeki.

Abi, panggilan akrabnya, mencontohkan, ketika memasak, dan makanan itu siap dihidangkan, lalu tiba-tiba makanan yang disiapkan itu tumpah dan dimakan kucing, maka makanan tersebut tidak menjadi rejeki bagi kita, meskipun makanannya sudah nampak di depan mata. (AN)