Zakir Naik dan Kekuasaan Ego

Zakir Naik dan Kekuasaan Ego

Zakir Naik dan Kekuasaan Ego

Agama yang baik adalah agama yang bisa membuat umatnya menjadi lebih baik, agama yang bisa mencetak manusia-manusia yang sanggup membunuh egonya, dan bersama-sama menjadikan dunia sebagai tempat yang lebih menyenangkan untuk ditempati.

Kalau ada orang yang mengaku sebagai pemuka agama justru mengajari umatnya untuk menganggap ajaran mereka sebagai satu-satunya kebenaran, dan sibuk mencari-cari kesalahan ajaran lain, jelas ada sesuatu yang salah di situ.

Agama itu perkara iman. Bagaimana mungkin kita bisa mencari yang paling benar di antara konsep Atman-Brahman dalam Vedanta dan konsep Trinitas dalam Kristiani dan konsep Sunyata dalam Buddhisme dan konsep Takdir dalam Islam?

Bagaimana kita bisa membandingkan antara ajaran yang mengatakan bahwa “hidup adalah anugerah” dengan ajaran yang bilang bahwa “hidup adalah penderitaan”? Apakah mereka yang mengimani yang pertama adalah yang lebih benar? Bagaimana jika yang mengimani pemikiran kedua justru merasa lebih bahagia?

Jadi, kesimpulannya, ketika kau masih memuja pemuka agama yang punya hobi mencari kesalahan ajaran lain, dan merasa bangga ketika berhasil membuat orang beragama berbeda masuk ke agamamu, jelas ada yang salah dalam caramu beriman.

Kau pasti umat yang sebenarnya ragu dengan imanmu sendiri, tak cukup percaya diri, hingga akhirnya butuh pembenaran-pembenaran yang mengatakan bahwa agamamu yang paling benar, dan menganggap agama tak ubahnya MLM: semakin banyak anggota semakin baik, seakan semakin banyak anggota semakin benar. Padahal, tidak seperti itu. []

Setyo A. Saputro, Pekerja Media. Mengelola blogĀ www.setyoasaputro.com.

Baca tulisan Tentang Zakir Naik lain:

Zakir Naik Membunuh Keislaman Muslim

Lembaga Zakir Naik Diduga Biayai Terorisme